Part 4: Jivan Bersaudara

4.2K 262 3
                                    

Motor sport berwarna hitam itu berhenti setelah memasuki pekarangan sebuah rumah besar yang tidak terlalu mewah namun juga tidak bisa dikatakan sederhana atau biasa saja. Karna nyatanya rumah ini berada dideretan komplek elit di wilayah Jakarta.

Vindy turun dari motor Angga kemudian melepas helm dan menyerahkannya pada pemuda itu. Gadis itu sedikit merapikan rambut panjangnya yang agak berantakan karna diterpa angin sialan dijalanan.

"Ada tiga mobil dirumah lo, berarti ketiga abang lo juga ada dirumah. Aman kagak ya?" gumam Angga entah pada siapa.

Sebelah alis Vindy terangkat kemudian gadis itu mengedikkan bahunya acuh. "Ya lo pikir aja ndiri." Ucap Vindy cuek sambil melangkah diikuti Angga dibelakangnya.

"Satu.."

Angga mulai berhitung entah karena apa, tapi Vindy lebih memilih mengabaikannya.

"Dua.."

Ngitungin apa coba?

"Ti—"

Brakk!

"Eh bekantan! Lo ngapain nongol lagi disini?!"

"—ga." Angga melanjutkan hitungannya kemudian memasang cengiran tak berdosanya. "Eh calon kakak-kakak ipar gue.. gimana kabarnya abang-abang sekalian?" sapa Angga sok akrab.

Dua pemuda tampan beda usia yang hampir memiliki wajah yang serupa itu menyilangkan kedua tangannya tepat didepan pintu. Seolah kedua pemuda itu melindungi rumahnya agar tidak dimasuki teroris seperti Angga.

"Curut kamboja! Ngapain lo dateng kesini?" tanya Sandy sarkas. 

Pemuda bernama lengkap Sandy Ardelano Jivan, mahasiswa tingkat akhir fakultas hukum di salah satu universitas dan sayangnya adalah kakak kedua Vindy.

Angga memasang senyum lebarnya, walaupun dongkol dengan sebutan-sebutan yang sering terlontar dari mulut Sandy tapi pemuda itu tetap harus memasang sikap seistimewa mungkin. Pencitraan coy!

"Nganterin calon istri, bang. Abang sendiri kok dirumah? Kagak kuliah bang?" tanya Angga sok akrab lagi.

Sandy berdecih sinis kemudian tatapannya jatuh pada Vindy yang memandang jengah mereka dengan wajah merah. Dengan sigap pemuda itu menarik pelan tangan Vindy agar terhindar dari sengatan matahari.

"Vindy masuk dulu sana, tadi Rendy udah masak buat kamu." Kata Sandy lembut.

Rendy Arbiano Jivan adalah kakak pertama Vindy. Seorang pemuda berusia 23 tahun yang kini sudah mampu menjalankan bisnis keluarga mereka. Pengusaha muda yang alhamdulillah masih lajang karna terlalu sibuk meniti karir di dunia bisnis.

Tanpa membantah atau bahkan sedikit mengucapkan terima kasih pada Angga, Vindy langsung masuk kedalam rumahnya. Gadis itu benar-benar tidak tahan berada dibawah sinar matahari lama-lama yang malah membuat matanya berkunang-kunang.

"Dan lo babi got! Ngapain masih disini? Minggat sono!" usir Vandy.

Satu lagi pemuda tampan penghuni rumah ini, yaitu Vandy Arfiano Jivan alias kakak ketiga Vindy. Pemuda yang memiliki wajah lebih tampan dari ketiga saudaranya tentu saja menjadi senjata untuk menaklukkan para kaum hawa. Apalagi ditambah dengan rambut pirang dan bola mata hijau yang indah miliknya. Tak heran jika sebutan prince players lebih pantas untuknya daripada mahasiswa kedokteran.

"Yahh.. gue kagak boleh mampir bang?" tanya Angga memasang wajah memelas.

"Gak boleh!" seru keduanya.

"Kalian berdua ngapain didepan pintu?"

Suara itu berhasil membuat mereka bertiga menoleh. Dibelakang Sandy dan Vandy berdiri seorang pemuda yang 6 tahun lebih tua dari Angga. Ya.. siapa lagi kalo bukan Rendy, sang penyelamat Angga akhirnya datang.

Sakura✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang