****
Angga tak tahu harus melakukan apa sekarang, yang bisa dia lakukan sejak setengah jam yang lalu adalah memainkan jarinya diatas meja. Angga gugup, benar-benar gugup sampai kakinya tak bisa diam dan terus bergerak.
Ingin rasanya Angga keluar dari restoran ini dan kembali ke rumah, tapi nasi sudah menjadi bubur. Sudah sejauh ini tentunya Angga tak mungkin mundur begitu saja, lagipula benar kata Vindy bahwa dia harus tau alasannya.
Tubuh Angga tersentak kaget ketika pintu restoran dibuka, masuklah seorang pria berusia sekitar empat puluhan. Kening Angga mengernyit melihat pria itu berjalan kearahnya bersama dengan seorang wanita muda yang mungkin berusia dua puluhan.
Pria itu memiliki garis wajah yang sedikit mirip dengan seseorang, tapi Angga lupa siapa. Mata sipitnya dengan sedikit garis keriput dipelipis, serta senyum khas seorang yang berwibawa ketika melihat Angga. Sungguh. Angga seperti pernah melihat orang itu, atau mungkin dalam versi yang lebih muda? Entahlah.
Mulut Angga masih terkatup bahkan saat pria dan wanita itu sudah duduk dihadapannya sekarang. Kedua mata Angga terus memperhatikan kedua orang yang baginya asing itu dengan sesama.
"Kamu udah lama nunggu, Angga?"
Angga sedikit tersentak ketika suara wanita muda itu terdengar. Angga hanya tersenyum canggung dan mengangguk kaku.
Pria itu berdehem. "Saya senang kamu mau ketemu Papa, Nak."
Kalimat yang diucapkan dengan nada biasa dan binar mata pria itu terdengar seperti alarm bagi Angga. Seolah kesadaran pemuda itu kembali setelah sekian lama terkuras hanya untuk memahami apa yang terjadi sebenarnya.
"Wow! Bentar-bentar..." Angga mengangkat kedua tangannya setara dada. "Saya kesini untuk mendengar penjelasan. Saya gak ngerti kenapa Om dan.... emm, Mbaknya ini tiba-tiba menghubungi saya dan bilang kalo udah saatnya saya ketemu sama Papa saya."
Pria dihadapan Angga itu menghela nafas panjang. "Baiklah... Papa bisa jelaskan semuanya dari awal. Tapi kamu harus janji untuk dengarkan semuanya dan pikirkan baik-baik, Angga."
"Papa yakin kamu udah lupa soal Papa dan Mama mu. Nama Papa Yurda, Yurda Deranova. Dan Mama kamu, Calista Regina. Dengan alasan tertentu, Papa harus ninggalin kamu hidup sendirian sampai sekarang."
Angga mengernyit bingung. "Duh maaf ya, Om. Saya bener-bener gak paham. Kalo Om emang niat jelasin semuanya, harus yang jelas dong. Cerita kayak gitu mah gak akan bikin saya ngerti."
"Mungkin ini akan terdengar seperti dongen." Yurda kembali menghela nafas. "Dulu... Papa dan Mama mu saling mencintai, tapi orangtua Papa gak setuju. Papa malah dipaksa menikah dengan orang lain, yang saat itu katanya sedang mengandung anak Papa."
"Om brengsek dong?"
Tidak sopan memang, tapi kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Angga.
Yurda kembali melanjutkan ceritanya seolah memaklumi respon Angga. "Setahun setelah menikah, Papa merasa gak bisa lanjutin pernikahan itu. Akhirnya Papa membawa Mama mu pergi dan menikah tanpa restu orang tua Papa."
"Bentar... Om nikah sama orang lain, trus istri Om yang dulu gimana? Gak dicerai?" Sedikitpun Angga tidak menyembunyikan nada sinis dari suaranya.
Dengan wajah sendu, Yurda mengangguk berat. "Papa gak punya pilihan. Saat itu ternyata Mama kamu sudah mengandung kamu, Angga."
Angga terperangah. "Ya walaupun gitu, Om gak seharusnya ninggalin keluarga Om demi Mama saya. Mama saya dan istri Om kan sama-sama perempuan. Mereka pasti sakit kalo Om ada ditengah-tengah mereka tanpa melepas salah satunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakura✔️
Teen FictionVindy Azalea, gadis cantik yang memiliki sifat blak-blakkan, judes dan bodo amat yang warbyazah. Bagaimana jika gadis itu disatukan dengan seorang pemuda bernama Angga Abdi Valentino? Cowok berandal, begajulan, playboy cap bango, dan gak pernah bisa...