Part 18: Gelisah

2.3K 139 0
                                    


"Yang.."

Entah ini rengekan Angga yang keberapa, pemuda itu terus mengekori Vindy. Bahkan pemuda itu menurut saja ketika Vindy berjalan ke UKS, tempat yang sebisa mungkin dihindari Angga karna ruangannya yang sempit dan sepi. Horor aja gitu.

"Yang.. jangan ngambek dong."

Vindy hanya meliriknya sekilas lalu mengeluarkan kotak P3K dari dalam lemari.

"Yaangg.."

Gadis itu berbalik sambil menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Kedua mata hijaunya menatap tajam Angga serta memberi kode agar pemuda itu duduk diranjang UKS dengan dagunya.

Angga yang saat ini lebih terlihat sebagai tersangka penilepan uang APBN negara, hanya mampu menuruti perintah Vindy untuk duduk diranjang menghadap gadis itu.

"Yang—"

"Diem!" ketus Vindy.

Akhirnya Angga hanya mampu mengatupkan bibirnya rapat-rapat ketika gadis itu mengobati luka diwajahnya dengan telaten. Gadis itu sama sekali tak berekspresi wajah yang bisa Angga tebak, jadi Angga tidak bisa menyimpulkan apakah gadis itu marah atau tidak.

"Shh!" ringis Angga ketika Vindy menekan ujung pelipisnya. "Sakit yang.." rengeknya.

Vindy memutar bola matanya malas dan menatap Angga jengah. "Adu jotos aja gak ngeluh, kena revanol doang aduh-aduh." Ketus Vindy, kemudian mengobati luka Angga lagi.

"Lah elo ngobatinnya kagak pake hati." Gerutu Angga pelan.

Tentu saja telinga Vindy masih normal untuk mendengar apa gerutuan Angga, gadis itu malah menekan ujung bibir Angga yang sobek membuat pemuda itu memekik kesakitan. Sadis emang.

"Namanya ngobatin tuh pake tangan." Ketus Vindy.

Gadis itu membereskan peralatan yang baru saja ia gunakan untuk mengobati atau mungkin memperparah luka diwajah Angga.

"Yang?"

"...."

"Yangg..."

"....."

"Vindy.."

"....."

"Vindy sayangnya Angga, nyaut dong kalo dipanggil." Ucap Angga mulai kesal.

Vindy hanya menoleh sebentar kemudian kembali sibuk dengan keran wastafel yang mengguyur kedua telapak tangannya. Hingga tiba-tiba sepasang tangan ikut terguyur dibawah keran wastafel bersamaan dengan punggung Vindy yang menempel pada dada Angga.

Angga menyenderkan dagunya dibahu Vindy dengan wajah memelasnya. "Jangan cuekin gue yang.. iya gue salah, gue minta maaf. Gue kan gak punya siapa-siapa lagi kalo lo gak ada. Lo tau kan hidup gue—"

"Bisa minggir gak Ngga?"

Sebenarnya Vindy berkata demikian hanya untuk memotong ucapan Angga barusan. Ia tak suka kebersamaan mereka seperti ini menjadikan keduanya tenggelam dalam masalah keluarga. Vindy tidak suka itu.

Tapi bukannya melepas, Angga malah melingkarkan kedua lengannya diperut Vindy dan menenggelamkan wajahnya dibahu gadis itu. Jika Angga sedang seperti ini, pasti terjadi sesuatu pada pemuda itu.

Tangan Vindy terulur mengusap rambut Angga yang agak memanjang. "Kenapa Ngga?"

"Gakpapa. Pengen peluk lo aja."

Vindy berdecak kesal. "Yaudah kalo gak mau cerita."

Angga terlihat sedikit menggerakkan wajahnya memperbaiki posisinya agar nyaman tetap mendekap gadis itu. Sementara Vindy hanya memandang Angga dari cermin yang berada diatas wastafel.

Sakura✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang