kenapa semuanya pergi?

332 10 0
                                    

Roy tersadar dari pingsan lalu ia melihat tangannya terdapat bekas noda darah. Darah siapa ini? Lalu ia kembali terisak lagi.

"Kamu sudah siuman?" Tanya Puteri yang duduk disebelahnya. Lalu Roy menatap benci kepada wanita itu Dan membawanya ke suatu ruangan yang sepi.

"Dasar wanita parasit! Lo tuh bukan sekedar wanita parasit tapi pembawa sial!"

"maksud kamu apa?"

Roy tertawa. "Masa kamu gak tau? Udah deh jangan pura-pura kagak tau! Lo tuh ya, pengen adik gue mati begitu. Makanya lo memanfaatkan kesempatan ini?! iya kan?!"

"Roy plisss aku gak tau soal itu Dan kalo pun aku ada niat buat bunuh adikmu Bisa jadi kemaren, mungkin sudah aku lenyapkan. Buat apa menunda-munda waktu untuk membunuh kalo mangsa yang ditargetkan udah didepan mata?!!" Emosi Puteri meledak bagai gunung berapi yang baru saja erupsi.

Beberapa bulan bersama Puteri belom pernah Puteri se kasar begitu kepadanya dan ucapannya pun tidak bernada tinggi  begitu.

"Alah jangan kebanyakan bacot Lo tuh udah membunuh adik gue!" Ucapnya. Sekarang terganti oleh tangisan. "lo tau kan kalo adik gue itu ngerti diri gue apa adanya, yang selalu membenarkan keputusan gue selama ini dan selalu menemani gue saat gue kesepian. Lo tuh harusnya ngerti kenapa lo ngelakuin ini ke adik gue?"

"AKU Gak ngerti sama sekali apa yang kamu katakan itu? Dan, yang membuat meninggal itu kamu roy!"

" kok jadi salah gue sih?"

"Ya iyalah selama ini selama Salma pergi, kamu bertunangan kan Geulis tanpa sepengatahuan dia? Dan, dia datang ke panti juga karena dirumahnya itu sudah tidak ada lagi orang yang mengerti dirinya. Dan, juga katanya tidak ada Roy yang selalu mengerti dirinya layaknya seorang kakak. Dia selalu menangis tengah malam dan curhat sama aku kalo dirumahnya sekarang udah berubah menjadi neraka dan tidak ada lagi malaikat yang dapat menolong dirinya!" Ucap Puteri logis panjang lebar.

"Terserah seberapa lo omong Gue akan tetep percaya kalo lo yang udah membuat Salma mati!" Roy berbalik dan meninggalkan Puteri sendirian sambil menatap kosong di ruangan yang sepi ini.

"Ya udah terserah kamu saja mau bilang diriku apa? Yang penting semuanya sudah jelas! Tapi, dirimu saja yang masih belom menerima kenyataan dalam hidup ini Dan, masih belom menerima kepergian Salma!". Roy tidak menghiraukan kata Puteri, dia lebih memilih pergi keruangan Geulis.

Di ruangan Geulis, para dokter dan beberapa perawat nampak berusaha dengan keras. Tubuh gadis itu dipakaikan kejut listrik. Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya? Aku tidak ingin Geulis menyusul Salma.

Tiba-tiba saja ibu roy histeris sambil memandangi jenazah Salma yang akan segera dimasukan kedalam kamar mayat. Ayah Roy memeluk istrinya agar tidak menghalangi para petugas itu untuk membawa Puteri.

Roy memukul-mukul tembok. Rasa menyesal dan sedih langsung menyerang dalam hatinya. Tak seharusnya dia memilih menuruti keinginan orang tuanya. Kini, tidak ada salma yang selalu menemani dirinya. Tidak ada salma yang selalu berbagi tawa dan canda disaat roy tengah bersedih. Semuanya hilang lenyap.

"Salma!". Teriak mamahnya dengan histeris. Roy membantu ayahnya untuk menenangkan ibu.

"Ibu yang ikhlas"

"Salma kenapa kamu ninggalin ibu, nak!". Mamah roy kemudian pingsan beriringan dengan Puteri yang melangkah pergi keluar dari rumah sakit tersebut Dan, juga ketika Geulis menghembuskan napas terakhir. Mamah Roy tergeletak pingsan.

"Mamah!"

***

Mamah Roy terbangun dan dia melihat tengah berada didalam kamar. Lalu, telinganya mendengar semua orang tengah mengaji. Dengan cepat, mamah Roy turun dan melihat jenazah yang tergeletak di atas lantai itu adalah Salma.

"Salma!" Teriak mamahnya kemudian menangis. Dan, berlari menuju jenazah Salma. Ayahnya berusaha untuk menenangkan istrinya yang tengah dalam kondisi berkabung.

"Mamah ikhlasin Salma Dia tidak akan bisa tenang jika mamah seperti ini terus". Saran Roy. Mamahnya itu perlahan-lahan tenang dan tidak menangis seperti dulu lagi. Dia, menghapus air matanya. Lalu, mengecup kening Salma untuk yang terakhir kalinya.

Setelah itu, pemakaman berlangsung secara khidmat dan lancar. Tidak ada isak tangis apalagi jeritan menyesal, yang ada hanyalah sebuah rasa ikhlas dan kesabaran.

Roy sudah mengikhlaskan Salma untuk pergi walau masih ada beberapa yang mengganjal didalam hatinya. Roy berjongkok, tangannya memegang nisan makam adiknya itu.

"Sal, kamu yang tenang ya di sana Titip salam buat Natasha. Kakak minta maaf karena selama kakak tidak mengerti dirimu. Semuanya sudah jelas, kakak cinta sama Puteri. Dan, tidak bisa membohongi perasaan kakak sendiri". Roy menaburkan bunga di atas makam adiknya, tak lama pelayat berhamburan pergi.

"Salma, ibu minta maaf karena telah menjodohkan Roy dengan Geulis. Ibu tau, kalo Roy tidak bisa membohongi perasaannya sendiri"

"Ya udah kita semua pulang Udah mau hujan"

Ayah dan ibu telah lebih dulu untuk pergi, sementara Roy masih mematung berdiri sambil menatap makam Salma. Air hujan mulai menurun, bajunya kemudian membasah. Lalu, Roy merasakan seseorang menaruh payung diatas kepalanya. Roy melihat kesamping itu adalah Puteri.

"Kamu kenapa kesini?"

"Aku kesini buat melayat Salma untuk yang terakhir kalinya, karena sebentar lagi aku akan pergi ke kota Bandung"

"Ya udah". Dalam hatinya dia tidak ingin Puteri pergi. Roy ingin wanita itu selamanya disampingnya.

Puteri menaburkan bunga, sementara Roy memegang payung untuk Puteri. Lalu, ia berdoa untuk ketenangan puteri.
"Kamu mau pergi?" Tanya Roy.

"Iya memangnya kenapa?"

"Enggak. Aku minta maaf atas kejadian kemarin, anarahku tidak bisa dikendalikan bahkan sampai menuduh kamu yang enggak-enggak"

"Iya, aku sudah memaafkan" Ucap Puteri. "Kamu mau bareng apa sendiri-sendiri?. Nanti kehujanan sakit loh" Puteri perhatian dan hatinya begitu baik kepadanya, walau terkadang Roy sering kasar kepadanya tidak pernah sedikitpun dia membalas kekasaran Roy.

Lalu, kami berjalan sampai ke depan. Puteri menatap Roy. Roy juga menatap Puteri. Pandangan mereka saling bertemu. Dan, juga tangan mereka saling menggenggam ganggang payung itu hingga mereka berdua melepaskan payung dan terhempas terkena angin.

Mereka sudah sampai didepan khususnya dijalan perbatasan makam yang sepi, dan terdapat pohon yang besar. Lalu, mereka bertemu.

Kami saling memandang, kemudian tertawa satu sama lain. Lalu, Puteri berjalan ke depan sambil menikmati hujan.

"Puteri kamu ngapain disana? Nanti sakit bagaimana?" Kata Roy. Namun wanita itu malah menikmati hujan sambil tubuhnya berputar-putar.

"Buat apa Roy Kitakan sudah basah, ya sudah basah tidak akan bisa kering lagi. Makanya kita nikmati saja hujan ini. Karena, hujan itu menyenangkan". Ucap Puteri. Lalu, ia menarik tangan Roy untuk bersamanya bermain air.

Kaki mereka menginjak-injak kubang air sambil tertawa. Roy mengendong tubuh Puteri kemudian berputar hingga wanita itu teriak kesenangan.

Hujan kemudian berhenti, mereka sontak mendekap untuk saling menghangatkan. Tak lama kemudian Roy melihat pelangi.

"Puteri, ada pelangi" Ucap Roy sambil menunjuk terdapat pelangi.

"Iya sudah lama sekali kita tidak melihat pelangi"

"Iya serasa aku ingin sekali memiliki pelangi tapi, bagaimanapun pelangi akan pergi lalu datang dalam waktu yang sangat lama, sama seperti kisah cintaku" Setelah Roy berkata seperti itu. Puteri menjadi canggung dia melepaskan pelukannya dan masing-masing menjaga jarak.

***

Pelangi, kau datang hanya sesaat tapi pergi untuk selamanya. Kau tidak pernah merasakan perasaanku saat melihat pelangi.
Tolong pelangi jangan pergi lagi.

Last but nothing LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang