Siuman

192 4 0
                                    

Malam harinya, seperti biasa dirumah sakit seolah menjadi tempat yang lama-kelamaan puteri nyaman dan dia menunggu seseorang spesial yang sekarang hanya bisa terbaring lemah dan tidak berdaya.

Dikantin, aku bersama puteri duduk berhadapan sebetulnya ada yang ingin aku beritahu soal keputusan mamah yang terbilang konyol dibenakku.

"Kamu mau bicara apa?". Tanya puteri.

"Soal keputusan mamahku".

"Emangnya kenapa dengan mamah kamu?".

"Dia berjanji jika mamah kamu gak bangun selama dua minggu dia bakalan jodohin aku dengan perempuan yang lain. Yang jelas aku tidak mau aku maunya sama kamu dan akan tetep sama kamu". Kataku dengan nada Yakin sambil mengenggam kedua tangan Puteri.

Kulihat wajah puteri berubah menjadi murung dan senyum diwajahnya memudar.

"Aku tau kok dan aku bakalan bicara sama mamah kamu".

"Mau ngapain?".

"Besok dimana hari batas Janji mamah kamu".

Ohh iya aku lupa! Besok adalah dua minggu janji Mamah. Dan aku tidak tau apakah mamah akan mengatakannya atau tidak?

"Jujur puteri aku terpaksa dan aku gak sama sekali ada niatan buat Ninggalin kamu". Kata roy.

"Aku tau gimana perasaan mamah kamu". Jawabku.

"Puteri kalo kamu menyerah begitu saja berarti usaha kita berdua sia-sia saja. Kita udah banyak sekali melewati banyak hal, dan kamu mudah mengatakan hal itu? Kamu itu kenapa sih puteri. Pokoknya aku gak bakalan ninggalin kamu". Ucapnya dengan nada yakin sekaligus bercampur dengan marah membuatku agak sedikit percaya dengannya. "Janji?".

"Iya".

Sejak hari itu, kami berjanji untuk tidak meninggalkan satu sama lain.

*****

Keesokan harinya, roy terbangun dan dia melihat hari sudah pagi. Kali ini aku tidak pulang dan lebih memilih menemani puteri karena aku takut mamah bakalan menjegatku untuk pergi keluar dari rumah.

Aku lihat juga puteri masih tidur dengan pulas. Lalu aku memindahkan disofa yang berada didalam ruangan mamahnya puteri.

Ku tersenyum melihat wajahnya yang tertidur menambah kegemasan roy untuk menciumnya. Akupun melihat kekanan-kekiri jika kondisi sudah aman akupun mencium kening puteri.
Aku tersadar sekarang sudah dua minggu dan mamah pasti sudah menyiapkan foto-foto wanita cantik untuk dijodohkan denganku. Dan ayah? Dia sedang kerja diluar negeri umurnya yang bentar lagi menua masih saja disempatkan untuk bekerja. Aku harap ayah datang dan membantu diriku.

Aku masih saja tidak bergeming dari tempat duduk disamping puteri tertitdur. Kulihat wajahnya yang polos dan cantik membuat aku semakin kasihan sekaligus cinta kepadanya. Tapi apa dayanya jika mamahku sudah berkehendak maka semuanya pasti bakalan berubah dengan apa yang ia inginkan.

Teleponku berdering dan kulihat id caller itu adalah mama. Dengan cepat aku mengangkatnya namun bukan membicarakan perjodohan mamah. Tapi karena aku ingin emosi dan marah kepadanya.

"Hallo mah ada apa?".

"Mamah ingin kamu pulang segera!".

"Ngapain? Mau membahas perjodohan roy, atau mamah udah ada wanita yang ingin berjodoh dengan roy? Enggak, roy tidak akan mau dijodohkan!".

Dengan rasa kesal, aku menutup telepon karena aku semakin kesal dan tidak kuat lagi dengan semua ini.

Kulihat puteri terbangun pasti karena Suaraku tadi yant terlalu kencang atau aku saja yang terbawa emosi.

"Telpon dari siapa?". Tanya puteri.

"Mamah aku".

Kulihat wajah datar puteri. Dan aku pastikan dia pasti terluka dengan semua itu. Dan aku tau jika hal ini semakin saja mempersulit.

*****

"Walau banyak rintangan dan cobaan, aku dan kamu pasti bisa melewatinya dengan senyuman dan cinta adalah sumber warna dalam hidupku".
-Puteri.

Last but nothing LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang