Chapter Nineteen

20 4 0
                                    

Reve membuka matanya perlahan. Sebelum tidur tadi malam ia mencoba menghibur diri dengan film komedi yang ia lihat di home teater kamarnya.

Meskipun tidak membawa pengaruh banyak pada hatinya yang masih sakit, setidaknya bekas tangis diwajahnya mulai memudar karena sedikit terhibur.

Hari ini Reve harus pergi menuju Bandara Halim Perdana Kusuma untuk menjemput ayahnya yang datang dari Kalimantan.

Dalam hati ia bersyukur karena wajahnya tidak terlalu kusut untuk pertemuan menyenangkan hari ini.

Seperti biasa, Reve berpenampilan kasual dengan warna biru muda yang mendominasinya. Ia hanya memakai lip balm dan bedak-itu pun sudah ada perkembangan. Ia mematut diri dicermin sambil menyematkan bandana berwarna putih di atas rambutnya. Ia tersenyum penuh percaya diri lalu meraih tas fusae putih dan menyampirkan talinya dipundaknya.

Tidak menunggu waktu lama, satu tangkup roti berselai cokelat sudah berada digenggamannya yang tengah berjalan menuju mobil pribadinya.

Supir pribadi Reve menjalankan mobil dengan lembut begitu tuannya memasuki mobilnya. Ia mengerti suasana hati anak majikannya yang tampak kurang baik.

Semenjak Jerry mengantarkannya pulang tadi malam, Reve memutuskan untuk melupakan sakit hatinya pada Renzan. Melupakan semua hal yang terjadi tadi malam antaranya dengan Renzan.

Untuk apa mengingatnya kalau semakin di ingat semakin merasakan sakit yang teramat sangat?

Jalan Jakarta hari ini tidak begitu ramai karena tahun ini banyak keluarga yang keluar kota Jakarta.

Satu jam perjalanan pun terlewati. Reve langsung turun dari mobilnya dan berjalan menuju lobi bandara. Penerbangan ayahnya memang berjadwal di pagi hari, tidak heran saat menemui lobi bandara yang sepi dari pengguna jasa penerbangan.

Reve mengambil ponsel di dalam sakunya karena sebuah getaran singkat dirasakannya. Sebuah pesan singkat memasuki ponselnya. Lo baik-baik aja, kan, Rev?

Reve menarik senyum simpul melihat pesan dari Jerry untuknya. Gue baik, lo tenang aja. Balas Reve cepat.

Sebuah pengumuman jadwal kedatangan pesawat membuat konsentrasi Reve teralihkan. Kedatangan pesawat dari Bandara Tarakan, Kalimantan Timur membuat Reve pergi menuju ruang tunggu penjemputan penumpang.

Sepuluh menit Reve menunggu, seorang pria paruh baya melambaikan tangan ke arahnya.

"Ayah!!" Seru Reve antusias. Ia berjalan cepat menuju sang ayah lalu memeluknya dengan erat. "Selamat natal dan tahun baru, ayah..." ucapnya riang.

Ayah Reve tersenyum hangat, "kamu udah bilang begitu dari kemarin.."

Reve melepaskan pelukannya, "ya emang kenapa?" Tanyanya asal. "Kita langsung pulang?"

"Ayah mau ngajak kamu makan dulu.." jawab ayah Reve sambil berjalan keluar dari gedung bandara.

Reve menautkan alisnya, "emang pagi ini udah ada yang buka?"

Ayah Reve tertawa pelan, "udahlah. Kan ayah yang nyuruh buka pagi buat menyambut kedatengan ayah. Kamu sih, nggak mau ngurus restorannya.." ujarnya santai.

Reve menyengir, "bener juga, ya.."

Sedan BMW berwarna putih berhenti tepat didepan Reve dan ayahnya. Tidak perlu waktu lama, supir pribadi Reve dengan tangkas membukakan pintu untuk majikannya dan anaknya.

"Rev, kamu suka gaya rumah yang gimana?" Tanya ayah Reve antusias. Reve mengerutkan kening. "Hmm.. mungkin kamu suka gaya rumah yang modern, retro, minimalis, atau elegan.."

Reve mempertimbangkan sejenak. "Modern.." jawabnya akhirnya. "Kenapa, yah? Mau pindah rumah?" Tiba-tiba sebuah ide terlintas dipikirannya.

Ayah Reve mengangguk antusias. Ia mengembangkan senyumnya. "Ayah punya tanah di Kalimantan. Ayah mau bangun rumah disana sekalian ngajak kamu pindah.." jelasnya.

"Pindah ke Kalimantan?" Tanya Reve.

"Iya. Kamu nggak mau, ya?" Jawab ayah Reve.

"Bukan gitu, kalo mau pindah, kenapa nggak sekalian ke Inggris? Biar kita bisa bareng Kak Johann.." ujar Reve setelah berpikir-pikir. "Lagipula, dua tahun nunggu Kak Johann lulus juga masih lama.."

Ayah Reve terdiam untuk mencerna kalimat anaknya. "Ada benernya juga.."

"Emang kerjaan ayah di Kalimantan belum selesai?" Sela Reve.

Ayah Reve menggeleng. "Bulan depan selesai dan ayah balik lagi ke Jakarta. Tapi rasanya ayah udah pusing sama Jakarta. Ayah mau coba kota baru.." ujarnya panjang, "kalo kamu mau pindah ke Inggris, kita bikin visa dari sekarang.."

Mata Reve mengerjap, "ayah beneran??"

Ayah Reve menggendikkan bahu, "kenapa hatus bohongan?"

"Sekolah aku?" Tanya Reve langsung.

"Bukan hal yang sulit buat pindah sekolah juga. Kamu juga bakal sekolah di International School.." ujarnya. "Setuju?"

Reve berpikir sejenak. Ia tidak yakin dengan ide ini. Tepatnya ia belum siap untuk meninggalkan Renzan tanpa penyelesaian yang jelas. "Aku butuh waktu, yah.."

Ayah Reve mengangguk mengerti. "Oke. Tapi ayah bakal mempersiapkan semuanya. Kalo kamu setuju, kita pindah. Kalo nggak.." ia menahan ucapannya. "Kita nggak pindah. Semua tergantung kamu.."

Reve menghela napas panjang. Keputusan besar tergantung padanya dan itu membuatnya sedikit.. bimbang.
   
                       * * *

Nb: Happy Reading and please give me many vote..

Thank for your attention.. 😉

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang