~Alvin El Anfa~
Renzan menjentikkan jarinya, "nah itu dia.." ucapnya. "Gue nggak tahu harus gimana.." ucapnya sambil mengacak-acak rambutnya jengkel.
Gue menggeleng-geleng takjub dengan teman gue yang satu ini.
Pertama kalinya bagi gue liat Renzan frustasi karena cewek, pertama kalinya dia nyesel karena udah nyakitin cewek, dan pertama kalinya dia cerita serius tentang cewek.
"Disini lo yang salah, Jan.. kenapa lo nggak nelfon dia? Atau se-seru apapun pembahasan klien lo itu, pacar jangan dinomor duakan.." ujar gue menasehatinya. "Gue yakin Reve sakit hati banget sekarang.."
"Gue tahu, Vin.." sahut Renzan frustasi.
Gue mengangguk mengerti. "Berarti lebih baik gue daripada lo.." cetus gue bangga.
Renzan mencibir pada gue.
"Heh, lebih baik mutusin langsung daripada nyakitin mulu. Tahu nggak lo itu kayak apa? Mati enggan hidup tak mau.." ujar gue.
"Tua lo.." cetus Renzan malas.
"Oke. Gue yakin lo nggak punya muka lagi buat ketemu Reve. Dari cerita lo tadi, kayaknya untuk minta maaf, lo nggak bisa karena malu dan... gengsi.." ujar gue memberi pendapat.
Renzan mengangguk, "kalo gengsi, bisa gue turunin. Tapi, gue malu banget.."
"Iya.. gue ngerti.." cetus gue. "Jadi, saran yang bisa gue kasih cuma mengutip saran dari Reve 'ikuti kata hati lo'. Itu saran terbaik yang pernah gue denger dari semua orang yang gue mintain saran.." ujar gue santai.
Tapi Renzan tetap menyimpan kemurungan diwajahnya.
"Kalo hati lo nggak bisa nentuin, berarti hati lo pun udah tertutup dari pencerahan Tuhan.." timpal gue.
Renzan berdecak, "sialan lo.."
Gue tertawa pelan, "gue serius, Jan.. lo bisa pake saran Reve yang dikasih lewat gue, dan gue mau nunggu jawabannya dari lo.."
"Gue masih bingung.." tandas Renzan.
Gue memutar bola mata karena tingkahnya yang nggak pernah gue liat.
"Lo pikirin baik-baik, Jan.. gue yakin Tuhan juga bakal ngasih lo saran. Kata guru gue, Tuhan akan mempersulit hambanya yang mempersulit dirinya sendiri. Jadi, lo jangan mempersulit diri sendiri dengan kejadian ini.." ujar gue panjang.
"Guru lo itu, guru gue juga, Vin.." tanggap Renzan malas. "Oke. Nanti gue pikirin lagi pencerahan dari lo. Oh ya, dan satu hal. Gue baru tahu, lo tambah tua setelah putus dari Aurel.."
Gue menyengir. "Lo tahu aja.." tanggap gue asal.
* * *
~Jerry Fazra~
Gue meringis saat cairan antiseptik menyentuh luka disudut bibir gue. Perih. Tapi gue yakin nggak se-perih yang Reve rasakan setelah dua kali Renzan menyakitinya.
Gue baru pulang dari mengantar Reve pulang kerumahnya. Dan beruntungnya, keluarga gue lagi nggak ada dirumah. Kakak gue dan keluarga kecilnya pergi ke puncak. Gue sendiri, karena nggak mau ikut dan gue emang butuh waktu sendiri.
Jam weker gue menunjukkan pukul tiga tepat dini hari. Keputusan gue udah bulat kali ini. Gue akan menyatakan perasaan yang udah berbulan-bulan gue pendam untuknya. Untuknya yang sudah dimiliki orang lain. Gue bener-bener nggak bisa menyembunyikan perasaan gue untuk waktu yang lebih lama.
Gue tunggu saat Tuhan memberikan waktu kebetulan antara gue dan dia suatu hari nanti.
Siap nggak siap, begitu kebetulan itu datang, gue akan menyatakannya.
Gue menghela napas karena gue merasakan penuh sesak dihati gue, menarik napas perlahan lalu mengehembuskannya.
Setelah ketenangan meliputi keseluruhan diri gue. Gue memutuskan untuk beristirahat karena gue membutuhkannya atas apa yang telah gue lalui hari ini.
* * *
NB: Happy Reading and please give me many vote..
Thank for your attention.. 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionSeorang cowo yang sangat populer dikalangan cewe ini memiliki banyak masalah dalam kisah cintanya. Lorenzan Barzelius namanya. Namun saat ia duduk dibangku SMA, seorang cewe berparas cantik nan cuek yang bernama Revendish Avogadro berhasil memikat h...