~Lorenzan Barzelius~
Gue membuka kembali lembaran berkas yang Daniel berikan pada gue. Setengah hari gue berada digedung The Bliss sudah cukup untuk mengetahui seluk beluk ruangan yang ada.Gedung itu bahkan memiliki banyak ruang studio untuk pemotretan, kafe, karaoke, foodcourt, dan bahkan pub juga ada disana.
Senior model juga menyambut kedatangan gue disana dengan baik. Menurut perkiraan gue, semua orang disini baik dan ramah, tapi belum tau hal-nya dengan kelompok gue.
Kelompok remaja A. Kalau kelompok remaja B, biasanya yang mereka pakai buat pemotretan dari designer islam, pakaian remaja muslim.
Gue melirik jam weker di atas nakas yang menunjukkan pukul 22.00 tepat. Seminggu ini gue harus mempelajari semua yang sudah ditentukan untuk gue. Setidaknya gue bisa tau seluk beluk prestasi yang pernah The Bliss capai.
Sebuah hal yang bikin gue lebih kagum lagi adalah kenyataan bahwa seluruh designer yang bekerja sama dengan The Bliss adalah perancang mode di Prancis.
Itu sebuah kenyataan yang keren banget dan juga juga mereka adalah designer kelas atas yang turut bekerja sama dengan The Bliss.
Gue mengerjapkan mata yang mulai berair karena lelah. Dengan menghela napas, gue tutup lembaran berkas dihadapan gue lalu mematikan lampu baca di meja belajar.
Sekilas gue melihat foto Reve yang di ambil waktu kami ke Dufan. Foto disaat kami berdua tertawa dan menatap lensa kamera gue.
Sebuah senyum terlintas dibibir gue melihat Reve yang tampak sangat bahagia, "good night, rev.." gumam gue pelan lalu beranjak menuju tempat tidur.
* * *
~Lorenzan Barzelius~
Berhari-hari gue lewati setelah kunjungan pertama ke agensi gue. Dan selama itu juga, gue tekun mempelajari berkas yang dikasih Daniel pada gue.Berita tentang pekerjaan baru gue yang akan gue mulai dua hari lagi ternyata udah menyebar luas, membuat seluruh penggemar gue makin sering ngirimin gue bingkisan ataupun ucapan selamat.
Sejenak gue berpikir bahwa kemungkinan Reve memberitahu hal ini pada orang lain. Kemungkinannya kecil.
Tapi akhir-akhir ini Reve emang sedikit berubah. Dia berubah jadi sedikit lebih riang dan banyak ngomong. Gue menyambut baik perubahan ini, tapi gue takut ada sesuatu dibalik perubahan itu.
Dibalik berubahnya Reve jadi lebih riang, gue takut ada sesuatu. Sebenernya cuma ketakutan yang nggak beralesan. Gue nggak pernah bisa menemukan alesan yang tepat untuk ketakutan dan kekhawatiran gue. Padahal udaj banyak yang gue lakuin, termasuk menanyakan hal ini pada Aurel dan Alvin.
Seperti saat ini. Nggak tau apa penyebabnya, tiba-tiba Reve menggandeng tangan gue saat melewati lapangan baskets sekolah.
Spontan tangan kanan gue yang bebas langsung menyentuh kening Reve. Memastikan apa saat ini dia lagi sakit. "Kamu nggak kenapa-napa, kan?" Tanya gue akhirnya. Gue denger dengan jelas nada bicara gue khawatir banget.
Alis Reve bertaut, gue jadi merasa bersalah karena udah melontarkan pertanyaan itu pada Reve.
"Emangnya nggak boleh?" Tanya Reve sambil melepaskan tangannya dari tangan gue.
Aduh. Rutuk gue dalam hati. Gue langsung meraih tangannya dan langsung menggenggamnya. "Bukan begitu, biasanya kamu nggak begini.." jawab gue hati-hati, gue takut menyinggung perasaannya.
Reve tersenyum, "aku kan mau berubah. Menurut kamu gimana?"
Gue mempertimbangkannya sejenak, "aku seneng, cuma, aku aneh aja. Biasanya kamu nggak pernah begini.." jawab gue jujur. Sejujur-jujurnya dari dalam hati gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionSeorang cowo yang sangat populer dikalangan cewe ini memiliki banyak masalah dalam kisah cintanya. Lorenzan Barzelius namanya. Namun saat ia duduk dibangku SMA, seorang cewe berparas cantik nan cuek yang bernama Revendish Avogadro berhasil memikat h...