Chapter Twenty Seven

39 3 0
                                    

-Lorenzan Barzelius-

Gue tidak henti-hentinya tersenyum sepanjang perjalanan pulang menuju Hotel Indonesia. Tempat gue tinggal sekarang. Bahkan gue sampai lupa dengan kenyataan bahwa pakaian gue basah karena hujan deras tadi.

Begitu sampai di Hotel Indonesia, gue segera memasuki lift dan pergi menuju lantai teratas, tempat penthouse gue berada. Dengan cepat, gue membersihkan diri dan mengganti baju dengan baju hangat. Gue berjalan menuju ruang kerja gue dan membuka macbook untuk mencari sesuatu.

Dikediaman gue, gue memang hanya tinggal sendiri. Ayah dan Ibu gue sudah berpulang, Kak Nella sudah menikah, sementara Randall dan Laurent masih sekolah. Gue memutuskan untuk tinggal sendiri bersama kesibukan gue.

Didalam kesendirian, gue bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengevaluasi keuangan perusahaan gue. Gue memberi nama perusahaan gue 'Lorenzo Enterprise' dengan lambang huruf L besar yang menggambarkan bahwa usaha itu milik gue.

Gue merintis usaha ini dari tahap kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue merintis usaha ini dari tahap kecil. Setelah kepergian Reve delapan tahun lalu, gue memutuskan untuk pindah jurusan dari IPA ke IPS. Entah kenapa gue jadi gila belajar dan gila kerja semenjak saat itu. Gue bertekad dalam diri gue, untuk tidak berputus asa mencari keberadaannya.

Selama masa SMA--terlebih setelah kepergian Reve-- gue mulai menata diri dan kepribadian gue. Gue mulai lebih serius dalam melakukan sesuatu. Gue mulai menyusun rencana kehidupan gue kedepannya dan akhirnya gue menemukan kegunaan hasil kerja gue sebagai seorang model.

Setelah menyelasaikan studi gue di Jerman, gue kembali ke Indonesia untuk memulai bisnis. Gue belajar dari ayah gue cara berbisnis yang baik dan benar karena sekali saja memulai bisnis dengan pondasi yang kotor, suatu saat pondasi itu akan runtuh dengan sendirinya.

Awalnya ayah gue menawarkan diri untuk membantu usaha gue yang hanya membuka majalah fashion, tapi gue menolaknya. Gue memang sedikit meniru usaha majalah The Bliss, tapi apa salahnya mencoba?

Percobaan pertama gue gagal, modal gue membuat usaha majalah tidak kembali dan gue kehilangan modal untuk berbisnis.

Gue pun mencoba ke bisnis lain. Gue membuka usaha rumah makan. Namun setelah beberapa bulan berhasil, usaha gue kembali gagal. Gue pun melakukan percobaan ketiga, gue membuka butik dan mengelola sebuah villa penginapan.

Dipercobaan ketiga ini akhirnya gue berhasil. Gue menggarisbawahi kata akhirnya pada cerita ini.

Butik yang gue buka memgalami ledakan permintaan agar gue membuka cabang lain. Gue pun membuka dua cabang di tempat lain selain Jakarta Pusat dan menambahkan model pakaian yang sedang marak diluar negri namun gue mencampurkannya dengan adab berpakaian di Indonesia yang sopan.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang