~Jerry Fazra~
Gue menatap tempat duduk disebelah gue. Kosong. Reve nggak masuk dan dia mengirimkan pesan pada Zakki untuk mengizinkannya pada guru piket nanti.Sejujurnya gue lega banget dia nggak masuk sekolah karena gue nggak punya muka untuk ketemu dia. Jantung ini terlalu berdebar karena rasa suka gue ke Reve semakin menjadi.
Gue sadar bahwa ini sebuah hal yang menyedihkan, saat gue suka sama cewek dan perasaan gue itu bertepuk sebelah tangan.
Senyuman getir selalu menghiasi bibir gue saat gue mengingat kenyataan menyedihkan itu. Tapi, nggak ada yang salah dengan perasaan ini, kan? Nggak salah kalo gue tetep nunggu, kan? Nggak ada yang bisa nyalahin perasaan yang udah dikaruniain Tuhan, mau itu jatuh pada orang yang nggak tepat atau pada waktu yang nggak tepat. Tuhan nggak pantes disalahin karena ngasih perasaan ini ke gue.
Pak Adnan masih sibuk menjelaskan pelajaran Fisika sejak tadi. Gue menatap papan tulis tanpa minat. Kemarin Renzan memberikan gue sweater berwarna hitam, katanya buat berterimakasih.
Tapi sampe sekarang gue belum minat make sweater itu, justru sweater itu gue kasih ke Excel~keponakan gue.
Tangan gue merogoh kolong meja dan mengenai sebuah kotak disana. Gue mengambilnya lalu membukanya.
Tampaklah sebuah sapu tangan berwarna biru muda polos milik Reve disana. Sapu tangan yang diikatnya di tangan gue yang terluka karena ngelindungin kepalanya.
Gue tersenyum mengingat kejadian itu, nggak ada Renzan dan gue-lah yang ngejaga Reve. Punggung tangan gue kini mendapat plester luka dipermukaannya.
Ada satu hal yang gue pertanyakan. Apa Reve menceritakan kronologi kejadian itu pada Renzan? Kemungkinan besar iya, karena mengingat Renzan yang selalu pengin tau apa yang dilakukan pacarnya dengan gue.
Apa ada alesan yang ngebuat Reve nggak cerita sama Renzan?
"Jer... jer.. ry... Fazra?" Gue mengangkat kepala begitu Pak Adnan memanggil gue susah payah. "Susah banget namanya.." komentarnya terhadap nama gue.
Gue mengangkat tangan, "ada apa, Pak?"
"Maju dan kerjain soal didepan! Dari tadi kamu melamun sajha..!" Tukas Pak Adnan dengan logat jawanya.
Gue menghela napas malas namun gue tetep berdiri, maju ke depan kelas dan ngerjain soal yang sebenernya udah gue kuasai diluar kepala.
"Bagus.. tapi jangan kebanyakan bengong, engko kesambet memedi lhoo.." ucap Pak Adnan setelah gue ngerjain soalnya.
Seisi kelas pun tertawa karena lawakan yang menurut gue garing dari Pak Adnan.
Gue kembali duduk, kembali merenung, kembali terdiam. Gue sadar akan perasaan gue ini yang menyedihkan, menunggu yang nggak pasti. Tapi kalau didalam kesedihan itu gue bisa merasakan secercah kebahagiaan, apa salahnya?
* * *
Nb : thank you for your time..
Please give me many votes. And give me many comments for my evaluation..
Happy Reading.... 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionSeorang cowo yang sangat populer dikalangan cewe ini memiliki banyak masalah dalam kisah cintanya. Lorenzan Barzelius namanya. Namun saat ia duduk dibangku SMA, seorang cewe berparas cantik nan cuek yang bernama Revendish Avogadro berhasil memikat h...