Chapter Thirty Nine

38 3 1
                                    

- Revendish Avogadro -

Gue mengatur napas yang terengah-engah karena berjalan cepat melarikan diri tadi. Gue bersandar di dinding lorong menuju gudang alat kebersihan.

Ponsel gue tiba-tiba bergetar dan gue melihat balasan pesan singkat dari dokter residen yang gue mintai tolong untuk menggantikan tugas gue mengurus petugas ambulans.

Bagaimana bisa Renzan berada disini? Di London? Dan bagaimana bisa dia berhasil menemukan gue? Seketika gue menggeleng, tidak mungkin Renzan mencari gue. Dia pasti hanya datang berlibur bersama keluarganya dan kebetulan berada disini.

Lalu, apakah dia datang kesini karena sakit? Ah, tidak. Dia terlihat sehat tadi. Saat dia memeluk--- gue tadi. Memikirkan kata itu, mendadak wajah gue memanas.

Tunggu, mengapa gue mendengar sesuatu tadi dari pikiran Renzan?

'Ya Tuhan! Setelah semua yang gue lakukan, apakah ini balasannya? '

Apa yang sudah Renzan lakukan memangnya? Apa maksudnya?

Gue mengerang kesal dan berjongkok, masih dengan punggung bersandar di dinding. Terlalu banyak pertanyaan yang bermunculan di pikiran, dan gue tidak mengetahui jawabannya. Terlalu banyak pertanyaan yang ingin gue tanyakan pada Renzan. Tapi, mengapa rasa sesak ini juga terlalu besar?

Gue menghela napas panjang dan berat.

Beruntungnya, gue berhasil menipu Renzan tadi. Gue berhasil menguasai ekspresi dan berbohong seolah tidak mengenal Renzan. Gue mengerti, dia pasti terluka melihat ekspresi seperti itu. Tapi, gue tidak memiliki pilihan lain selain melakukannya.

Gue pun tersakiti. Bukan hanya Renzan yang gue bohongi, tapi diri sendiri pun gue bohongi.

Gue meringis, lalu tertawa getir. Mengapa gue menyedihkan seperti ini? Bahkan untuk melupakannya saja sulit sekali. Perasaan gue pada Renzan benar-benar sangat menyiksa gue selama ini. Kenangan lama itu pun tidak kunjung hilang dari ingatan. Gue mengerti, meskipun kenangan bukanlah sebuah hal untuk dihilangkan. Tapi gue harus berdamai dengan masa lalu, menerimanya dengan berbesar hati.

Gue menelungkupkan kepala di sela kedua lutut gue. Tidak terasa, bulir bening mengalir, mewakili perasaan gue. Dengan cepat, gue terisak karena perasaan sesak menguasai gue.

Mengapa gue harus bertemu Renzan lagi? Kenapa setelah delapan tahun, susah payah menyendiri, gue justru bertemu dengan orang yang gue hindari?

Bukankah tidak ada hubungan lagi di antara kami? Bukankah gue sudah memutuskan hubungan? Bukankah Renzan tidak lagi peduli? Bukankah semua keputusan gue selama ini adalah keputusan yang tepat? Lalu apa yang dimaksud kata hati Renzan tadi? Memangnya apa yang dia lakukan?

Terlalu banyak pertanyaan yang berkelebat di pikiran gue. Tanpa sadar, gue terduduk di lantai, masih dengan posisi menelungkupkan kepala dan terus menangis meluapkan kesedihan gue.

                                            * * *

Ternyata Reve bohong sama Renzan? Lalu gimana kelanjutan mereka berdua ya?

Stay tune.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang