Chapter Thirty

35 2 0
                                    

Suara sirine ambulans memecah jalan. Meraung bak harimau yang akan memangsa siapa saja yang mengganggu jalannya.

Beberapa petugas polisi pun mengawal mobil ambulans yang didalamnya terkapar Renzan dengan darah yang terus-menerus keluar.

Alat bantu pernapasan terpasang disekitar hidung dan mulut Renzan. Seorang petugas ambulans berusaha melakukan pertolongan pertama untuk menghambat pendarahan Renzan.

Ambulans menuju Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto. Setibanya disana, beberapa dokter ahli bedah menyambut kedatangan ambulans. Mereka membuka pintu ambulans dan mendorong brankar dengan cepat memasuki Unit Gawat Darurat.

"Siapkan ruang operasi! Dan juga seluruh persediaan kantong darah golongan O! " suara instruksi terdengar keras.

"Denyut nadinya lemah. Kami harus melakukan CPR! "

Brankar Renzan dihentikan disalah satu sekat ruang diagnosis utama. Berbagai kabel disambungkan ke tubuh Renzan yang terhubung dengan alat detektor jantung dan tekanan darah.

"Denyut jantung melemah! "

TIIITTT

Alat detektor jantung berbunyi nyaring saat denyut jantung Renzan tidak dapat terdeteksi. "Pengejut jantung! " salah satu dokter mengambil alih.

Dengan cekatan ia menggunting kaus Renzan dan meraih dua alat kejut jantung. "Seratus! Clear! Shoot! " Ucapnya sambil menempelkan alat bertegangan listrik tinggi ke tubuh Renzan yang langsung terangkat.

"Denyut jantung belum terdeteksi.. "

"Seratus lima puluh! Clear! Shoot! " Dokter itu menambahkan tegangan listrik dan kembali mengejutkan jantung  Renzan yang masih tidak terdeteksi. Tubuh Renzan kembali terangkat.

"Masih sama.. "

Dokter itu meletakkan kedua tangannya di atas dada bagian tengah setelah memeriksa seluruh bagian vital. Ia melakukan kompresi dada dengan laju sekitar 100 kompresi per satu menit.

TIT.. TIT.. TIT

"Denyut jantung kembali! Bergegas! "

Brankar Renzan kembali didorong menuju ruang operasi. Semua dokter tampak berpacu oleh waktu.

Enam jam kemudian, beberapa perawat mendorong brankar Renzan keluar dari ruang operasi.

Nina berdiri dari kursi tunggunya. Ia menghampiri ahli bedah pemimpin tim operasi Renzan. "Bagaimana keadaannya?? "Tanyanya cemas.

"Peluru kaliber hampir sekali mengenai organ vitalnya. Sedikit lagi saja ke kiri,  ventrikel atas akan pecah dan mungkin akan mengalami gagal jantung karena pendarahan yang banyak. Namun, jauh dari itu, kami juga kesulitan mengangkat proyektil peluru yang nyaris mengenai jantungnya.. "

Nina menghela napas lega, "lalu kondisinya? "

"Tuan Lorenzan masih dalam keadaan kritis. Setelah melewati masa kritis dan anastesi habis, dia akan segera sadar.."

Nina mengangguk mengerti, "baiklah.. Terimakasih, dok.. "

"Anda walinya atau keluarga? "Tanya dokter itu.

"Saya sekretaris nya.. Keluarganya sedang dalam perjalanan.. "Jawab Nina cepat.

Dokter itu mengangguk, "kami sudah berusaha sebaik kami. Semuanya bergantung pada Tuhan. Saya harap, orang sebaik Tuan Lorenzan tidak cepat dipanggil penciptanya.. "

"Amiin.. "Ucap Nina langsung. "Saya permisi, dok.. "

Kabar insiden penembakan Renzan ditempat parkir basement hotel  tersebar cepat. Aparat keamanan mulai meneliti TKP dan barang bukti yang telah ditemukan yaitu berupa sebuah pistol makarov yang ditinggalkan pelaku penembakan tanpa sidik jari.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang