Renzan mengerjapkan matanya karena suara intercom mengusik tidurnya. Ia mengerang karena lehernya terasa sakit, ia baru menyadari bahwa lagi-lagi ia tertidur di atas meja kerja. "Siapa sih, pagi-pagi... "Rutuknya jengkel sambil mengacak rambutnya dan menguap malas.
Ia beejalan gontai menuju pintu kamar hotelnya, melihat wajah sang tamu lewat layar intercom. "Ninaa... Masih pagi, tau.... "Gerutunya sambil membuka pintu dengan jengkel.
"Good morning, presdir.. "Sapa Nina antusias. "Karena cuma kita berdua disini, gue boleh ngomong informal sama elo, yaa.. "
Renzan menguap. "Terserah lo.. "
"Lagipula lo nyuruh gue bersikap formal kalo lagi kerja, masa kalo lagi nggak kerja, gue nggak boleh informal? "Protes Nina sambil mengempaskan diri disalah satu sofa ruang tamu penthouse Renzan. "Gue tebak, lo pasti nggak tidur dikasur lagi.. "Tukasnya penuh selidik.
Renzan menuang air untuk dirinya sendiri dan meneguknya sampai habis. "Iya.. "Jawabnya kemudian.
"Kalo gitu, lebih baik gue yang tidur diatas kasur lo.. "Timpal Nina serius. "Lo sering banget ketiduran di meja kerja. Nanti sakit, aja... "Ucapnya ketus, berusaha tidak menampakkan perhatiannya pada Renzan.
"Kalo lo mau tidur disana, harus jadi istri gue dulu.. "Tanggap Renzan asal.
Nina tersentak, "lo mau nikah sama gue?! " tanyanya tidak percaya, meskipun dalam hati kecilnya bersorak senang demi mendengar Renzan berucap seperti tadi.
"Nggak.. "Jawab Renzan singkat. "Yaudah, lo mau ngapain kesini? Lo kan baru balik dari New York. Nggak capek apa??" tanyanya jengkel, bahkan ia bertolak pinggang.
Namun pertanyaan itu berbeda interpretasi dengan pikiran Nina. Renzan memperhatikannya. Begitulah pikirannya.
Nina menyembunyikan rona wajahnya, "gue mau ngasih tau jadwal lo hari ini. Sekaligus jenguk lo yang lagi workaholic akhir-akhir ini. Setelah kejadian 'informasi itu dateng'---"
"Kenapa lo nyebut hal itu kejadian 'infomasi itu dateng'? "Tanggap Renzan santai. Bahkan ia hampir tertawa mendengar Nina menyebutnya.
Nina menggendikkan bahu mencoba acuh tak acuh. "Terus, harus gue sebut apalagi? Kan cuma gue yang nggak tau maksud lo apa disitu.. "Tukasnya mencoba tidak peduli meskipun hati kecilnya ingin sekali mengetahui maksud kalimat Renzan saat itu.
"Semenjak itu, lo bener-bener kerja mulu. Begadang. Sampe ketiduran di meja kerja dan disebelah lo banyak kertas, laptop masih nyala, tab masih nyala, pulpen jatuh.. Ada apa sih?? Pasti lo merahasiakannya dari gue" Imbuh Nina tidak sabar.
Renzan tersenyum, "lo emang cocok jadi---" ucapannya terputus karena tiba-tiba ia terbatuk. Sementara Nina mulai menahan napas cemas akan kelanjutan kalimat Renzan yang meggantung itu. "Sekretaris gue...." Lanjutnya.
Nina merasakan laju napasnya spontan terhenti. "Gue cuma cocok jadi sekretaris lo??? ”tanyanya tak percaya. Hatinya mencelus sakit ke paling dasar bagian dirinya.
Renzan mengangguk menjawabnya dengan wajah tanpa dosa. "Iya, apa lagi? "Tanyanya untuk menjawab pertanyaan Nina.
Nina mengempaskan napas kesal. "Ojan... "Panggilnya serius.
"Gue udah bilang sama lo untuk nggak nyebut nama kecil gue.. "Tegas Renzan pada Nina. Ia memang tidak menyukai sembarang orang memanggilnya akrab.
Nina menggendikkan bahu acuh, "emang kenapa? Lo juga manggil gue dengan nama akrab. Masa gue nggak boleh? "Protesnya kesal.
"Sabrina.. "Renzan memperingatkan.
Nina berdecak. "Emang selama gue deket sama lo nggak ada artinya? Gue bahkan nggak dibolehin manggil nama akrab lo! Selama ini cewek yang berinteraksi sama lo cuma gue doang! Gue!" tegasnya. "Selama di Jerman juga cewek yang deket sama lo cuma gue doang. Gue nggak pernah liat lo berinteraksi sama cewek lain..!! "
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
أدب المراهقينSeorang cowo yang sangat populer dikalangan cewe ini memiliki banyak masalah dalam kisah cintanya. Lorenzan Barzelius namanya. Namun saat ia duduk dibangku SMA, seorang cewe berparas cantik nan cuek yang bernama Revendish Avogadro berhasil memikat h...