"Heh! Lo apa-apaan, sih?! "
"Kenyataannya begitu, kan? Gue sendiri yang denger langsung dari Reve, Rel! " tukas Renzan tajam. "Maksud lo apa nyebut nama Nina? Lo kan tahu gue nggak ada hubungan apa-apa sama dia.." ia mengatur napasnya karena emosi. Ia tidak percaya pada Aurel mengatakan sebuah hal yang membuat Reve salah paham.
Aurel terdengar menghela napas. "Terserah lo, mau percaya atau nggak. Satu hal yang pasti, gue nggak ngomong apapun mengenai Nina.. " tegasnya. "Justru gue ngomongin tentang lo, panjang lebar kayak lagi promosi, kayak sales yang lagi jual barangnya, kayak SPG di mall yang ngoceh, nyebutin keunggulan lo. Seharusnya lo berterimakasih sama gue! Bukannya marah nggak jelas! "
Renzan mengacak rambutnya frustasi. "Jadi, Reve bohong? Kenapa dia harus bohong? "
Aurel berdecak. "Reve itu bohong pasti ada penyebabnya. Kenapa lo nggak pernah pake otak lo yang pinter itu buat mikir, sih? Ck! Gue jadi kesel! "
"Terus gue harus apa? Dua hari ini setiap gue mau ketemu dia, selalu aja ada alesan buat menghindar. Dan juga, siapa sih Edward itu?! Gantengan juga gue daripada dia! " tukasnya membuat Aurel tertawa mengejek. "Reve itu sibuk banget, Rel!"
Aurel berdecak lagi. "Lo nggak punya cara lain, hah?! Kalau Reve nggak bisa ditemui baik-baik, lo paksa dia! Lo minta waktu dia untuk dengerin permintaan maaf lo yang belum tersampaikan. Kalau cara itu nggak bisa juga, terpaksa, lo harus menyerah, " ujarnya pelan. "Semua keputusan kembali ke Reve, lo nggak bisa maksa dia.. "
Renzan menghela napas panjang. "Oke. Gue coba saran lo.. "
* * *
--- Lorenzan Barzelius ---
Gue menggerakkan kaki kiri gue dengan canggung. Saat ini gue tengah duduk di sofa tunggu lobi rumah sakit. Gue baru saja meminta seorang petugas di meja informasi untuk mengabarkan kedatangan gue pada Reve.
"Maaf, Dokter Reve sedang tidak ada di ruangan. Beliau ada jadwal operasi.. " ucap petugas itu pada gue.
Gue menghela napas lalu mengulas senyum. "Kalau begitu, saya akan menunggu.. Terimakasih.. "
Petugas itu mengangguk mengerti dan kembali ke meja jaganya.
Orang-orang berlalu-lalang di sekitar gue. Ada yang berjalan santai, terburu-buru, bahkan ada yang berlari. Ada yang sendiri, berpasangan, atau beramai-ramai.
Jika hanya dengan syarat menunggu waktu operasinya, gue siap menunggu. Akhir-akhir ini, gue sudah ahli menunggu.
"Ck. Menyedihkan.. " rutuk gue pelan.
Namun, berjam-jam gue menunggu, Reve tidak tampak juga di pandangan gue. Dari Matahari bersinar terang sampai bulan menyembul di balik awan mendung, Reve tidak terlihat. Gue menghela napas panjang. Apa Reve nggak akan nemuin gue? Gue menundukkan kepala dan memaki diri dalam hati.
"Nggak nyangka, lo masih nunggu gue.. " tegur sebuah suara yang spontan membuat gue mengangkat kepala.
Reve disana, dengan jas putih sebatas paha, Reve memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas lab-nya.
Gue spontan berdiri. "Akhirnya kamu dateng.. " ucap gue lega. "Bisa minta waktunya? "
Reve melihat jam tangannya. "Udah malam. Tapi, gue dapet tugas shift malam, mungkin gue punya waktu.. "
"Aku, minta maaf, Rev.. "
Reve berdecak. "Nggak perlu pake aku-kamu. Gue udah lama nggak pake panggilan itu sama orang lain.. " selanya ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionSeorang cowo yang sangat populer dikalangan cewe ini memiliki banyak masalah dalam kisah cintanya. Lorenzan Barzelius namanya. Namun saat ia duduk dibangku SMA, seorang cewe berparas cantik nan cuek yang bernama Revendish Avogadro berhasil memikat h...