Chapter Twenty Four

49 2 0
                                    

Setelah malam ulang tahun Renzan, Reve memutuskan untuk merapihkan seluruh benda kebutuhannya yang tidak bersifat pribadi.

Reve memasukkan semua koleksi novel yang ia miliki kedalam kardus-kardus. Ia benar-benar merapihkan semua benda yang dapat ia bawa.

Keputusan yang sebelumnya dilimpahkan pada Reve pun akhirnya mendapat kepastian. Ia memutuskan untuk pindah rumah seperti yang dikatakan ayahnya.

Reve memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Renzan bagaimanapun caranya, entah itu dengan cara baik ataupun buruk, menurutnya sama saja.

Meskipun sebenarnya jika ingin menuruti kata hati, Reve tidak bisa memutuskan hubungan seperti ini. Namun ia harus melakukannya.

                        * * *

~Revendish Avogadro~

Dua hari lagi gue pindah rumah. Sebenarnya bukan sekadar pindah rumah melainkan pindah besar-besaran keluar negri.

Tepatnya gue pindah ke London, Inggris. Sebenarnya gue nggak paham kenapa tiba-tiba ayah ngajak gue pindah rumah. Tapi akhirnya gue setuju juga.

Sisa waktu gue bersekolah gue gunakan untuk mengurus berkas kepindahan gue yang gue mau nggak diketahui orang lain.

Gue melibatkan seluruh guru yang mengetahui kepindahan gue untuk tutup mulut dan menjaga rahasia. Gue juga melibatkan seluruh pekerja dirumah gue untuk tutup mulut soal kepindahan gue.

Gue menghabiskan waktu disekolah seperti biasa dan yang pasti tidak melakukan hal yang mencurigakan. Gue juga tidak habis pikir dengan kemauan gue ini, tapi anehnya gue tetap menjalaninya.

Saat ini hari terakhir gue. Andri sejak tadi tidak bisa menutup mulutnya bahkan untuk satu detik. Ia sibuk berceloteh mengomentari ini itu.

Menurut gue dia cocok jadi pelawak, terkadang gue tertawa juga melihatnya.

"Tumben lo ketawa.." komentar Andri tiba-tiba.

"Emang gue nggak boleh ketawa?!" Balas gue jengkel.

Andri mengangkat alis, "siapa bilang? Lo boleh ketawa kapan aja selagi gue masih ada disini, daripada lo kangen sama gue waktu gue nggak ada.." ujarnya percaya diri.

Gue tertawa ringan, "ya. Gue bakal kangen sama lo nanti.."

Andri tertawa, "gue terharu..." ucapnya dramatis.

"Dasar.." tanggap gue malas.

Bel istirahat berbunyi, gue langsung melesat menuju meja Aurel untuk mengajaknya pergi kekantin.

"Rel.. ke kantin, yuk!" Ajak gue.

"Gue males, rev..." tandas Aurel enggan.

Gue menarik lengannya. "Ayo.. gue traktir deh.." gue kembali membujuknya. Dan gue beruntung karena tidak membutuhkan waktu lama, Aurel bersedia untuk ikut.

"Oh iya. Jerry!" Panggil gue pada Jerry yang berjalan melewati gue.

"Kenapa?" Sahut Jerry.

"Makan siang nanti sama gue, ya?" Ucap gue riang. "Lo masih punya janji sama gue, kan? Gimana kalo nanti?"

Jerry mengangguk menyetujui, "oke. Nanti siang.."

"Oke!" Sambut gue antusias sambil meneruskan langkah bersama Aurel yang menatap gue aneh.

"Lo sakit ya, Rev? Atau lo suka sama Jerry? Atau Renzan udah mutusin lo? Atau lo disakitin lagi??" Aurel membombardir gue dengan pertanyaannya.

Gue tersenyum, hanya Aurel yang menyadari keanehan gue. "Gue nggak kenapa-napa.." jawab gue berbohong.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang