Chapter Thirty Eight

44 2 4
                                    

- Lorenzan Barzelius -

Gue menyuruh Nina tidur lagi karena kesal dengan jawabannya tadi. Gue melihat jam tangan gue yang menunjukkan pukul 02.50. Gue memutuskan untuk keluar dari kamar rawat Nina untuk mencari angin.

Samar-samar gue mendengar suara sirine. Sepertinya akan ada pasien yang datang ke ER ( Emergency Room) nanti.

Terkadang gue berpikir, bagaimana sibuknya jadi seorang dokter? Bahkan saat gue berbicara dengan Edward tadi, cewek yang di sukainya bahkan jarang berias. Apa Reve juga dokter seperti itu?

Sampai di lobi rumah sakit, gue melihat beberapa dokter berlari sambil mendorong brangkar pasien. Berlari ke arah tempat gue berdiri.

"Bodoh! Pendarahan dalam lah yang lebih berbahaya!! "Gue mendengar seorang dokter berseru ketus. "Revendish! Kamu tidak perlu ikut operasi. Urus petugas ambulans yang membawa pasien ini kesini! Cepat! "

Napas gue spontan terhenti mendengar nya. Sebuah nama yang membuat gue membalikkan badan ke arah dokter-dokter yang bergegas melewati gue.

Gue mendapati punggung seorang dokter wanita itu tampak terengah karena mungkin dampak berlari tadi.

Dia cukup lama menatap kepergian dokter-dokter lainnya. Tanpa sadar gue berjalan mendekati nya sampai gue berdiri tepat dibelakang nya.

Tiba-tiba karet kuncirnya lepas lalu merosot ke ujung rambutnya.

Gue memberanikan diri untuk mengangkat tangan lalu meraih karet kuncirnya. Gue menariknya sampai lepas dan mulai membenarkan letak rambutnya perlahan.

Rasa hangat menyeruak hebat, membuat gue merasakan sensasi yang tidak pernah gue rasakan pada wanita lainnya. Kecuali Reve.

Dokter wanita itu menghela napas panjang. "Jangan menguncir rambut saya, Dokter Edward.. "Cetusnya tiba-tiba.

Sesuatu menohok hati gue beriringan dengan kalimat wanita itu tadi. Dengan cepat gue menyelesaikan menguncir rambutnya.

"Kenapa anda kembali kesin---"tiba-tiba ia berbalik menghadap gue dan spontan menghentikan kalimatnya.

Gue memaksakan senyum. Entah kenapa masih terasa sakit dampak kalimatnya sebelumnya.

"Apa selama ini cuma Dokter Edward yang selalu menguncir rambut kamu? Sepertinya kamu menghafalnya.. "Ucap gue berusaha tampak tegar.

Entah kenapa jantung gue berdetak cepat sekali melihat Reve yang akhirnya berada dihadapan gue. Saat ini. Berdiri dihadapan gue.

Namun gue menangkap ekspresi lain dari Reve. Bukan ekspresi terkejut karena melihat gue, melainkan terkejut karena melihat bukan Dokter Edward yang menguncir rambutnya.

"Rev...? "Gue memberanikan diri untuk menegurnya.

"Sorry, I have to go.. "Ucap Reve tiba-tiba. Ia menyingkir dari hadapan gue, namun dengan cepat gue menarik tangannya dan menariknya ke pelukan gue.

Gue memeluk Reve.

Sebuah kelegaan menyusuri relung hati gue. Kebahagiaan karena sudah menemukan Reve.

Tunggu dulu, gue merasa ada yang aneh dengan Reve. Gue merasa Reve terdiam kaku dipelukan gue. Dengan dahi mengernyit bingung, gue melepaskan pelukan gue.

Reve menatap gue dengan pandangan heran. Dan itu melukai gue tanpa diketahuinya.

"Who are you? "

Hati gue seakan melesak ke dalam begitu mendengar pertanyaan Reve. Gue meneliti wajah Reve, yang benar-benar tampak bingung.

Gue menarik napas panjang, terasa amat menyesakkan. "Kamu nggak ingat aku? "Tanya gue dalam bahasa Indonesia. Reve mengangkat alis. "Didn't you know me? "

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang