• Chapter Lima

3.7K 154 2
                                    

Selamat membaca🤗

Like dan komennya yaa❤

"Mendingan lo jujur aja deh, Ren!" Rezla berucap setengah berteriak kepada Irren. Untung saja ini jam istirahat, sepi, hanya beberapa orang termaksud Nilla, Debby, Rezla dan dirinya.

"Tau gak sih Rez," Nilla berucap setelah menelan makannya.

Nilla dan Debby pindah tempat duduk sementara, menjadi di depan Rezla dan Irren.

"Kenapa Nill?"

"Irren duduk sendiri udah dari kelas sepuluh tau, gue rasa dia sebenarnya seneng duduk sama lo, mungkin karena gengsi aja bilangnya kali ya, jadi dia gak mau bilang ke lo," Nilla terkekeh disusul Debby.

"Kalian kenapa gak duduk bertiga?" tanya Rezla setelah tertawa pelan.

"Gak dibolehin, kalau boleh sih kita bertiga kan Deb," balas Nilla yang mendapat anggukan dari Debby.

"Iya, gak ada yang mau duduk sama dia, mata tajamnya itu lho, jadi satu sekolah ini kebanyakan pada takut sama dia, ya gue heran aja, harusnya kan mereka takut sama Tuhan. Lah emangnya Irren Tuhan? Sampai ditakutin segala," Debby tertawa. Mereka bertiga tertawa kecuali Irren. Irren menatapnya dengan datar.

"Mau ketawa aja susah banget Ren, gue curiga deh," Debby menelan makanannya yang masih tersisa di dalam mulutnya, setelah meneguk air putih ia melanjutkan ucapannya, "gue curiga, lo itu kalau ngetik 'ngakak' di grup itu, lo gak ngakak beneran di aslinya."

Irren merasa masih bersalah atas meninggalnya Drenan.

Jujur, semenjak kepergiannya, ia merasa sedih, ia merasa sangat kehilangan. Apa selama ini artinya ia cinta Drenan?

Tapi kenapa jika ia melihat bola mata Rezla, membangkitkan kembali ingatannya dengan Drenan?

Sampai saat ini, ia tidak berani menatap Rezla lagi, karena ia pernah menatap bola mata itu saat Taekwondo waktu itu. Saat mereka terjatuh bersama di atas matras. Dan Irren baru menyadari kalau bola mata Drenan dan Rezla itu benar-benar sama.

Ini sebuah kebetulan atau takdir?

"Biasanya orang gitu kan, Deb," Rezla tertawa sehabis menelan sandwich yang ia bawa dari rumah, melihat daritadi Irren sibuk membaca tulisan di handphone, ia merasa kasihan, lalu dengan niat baik hati, ia memberikan sandwich kepada Irren.

"Ambil kalau mau,"

Sebenarnya Irren mau mengambilnya, tapi entahlah. Perutnya lapar, cacing di perutnya sudah konser entahlah berapa album yang sudah di putar.

Irren menggeleng, menolak sandwich yang diberikan Rezla, padahal ia sangat ingin sandwich itu.

"Udah ambil aja, gue tau lo laper,"

Rezla tertawa.

Entah kenapa, Irren merasa Rezla bisa membaca pikirannya.

Karena kesambet setan di tembok, Irren mengambil sandwich itu.

"Thanks."

Rezla mengangguk.

Ia berbisik kepada Nilla dan Debby, "dia kebiasaan ngomong dua bahasa ya?" tanya Rezla agak polos, sebenarnya ia tidak. Ia tidak polos. Dia itu berandalan.

Asal kalian tau aja, kemarin dia itu sebenarnya tidak izin untuk acara keluarga. Melainkan ia bosan dengan hidupnya, jadi ia ke atap sekolah dengan menghisap putung rokok yang diapit antara jari telunjuk dan jari tengah.

Ia ingat kalau nanti ada eskul Taekwondo, akhirnya ya sudah, ia putuskan tidak turun dari atas sekolah setelah suasana sepi dan tidak ada guru.

"Gak tau," jawab Nilla dan Debby secara bersamaan.

Coldgirl And Badboy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang