• Chapter Delapan

3K 120 0
                                    

Selamat membaca🤗

Like dan komennya yaa❤

Rezla sedang makan di restaurant bersama seorang perempuan yang terlihat sangat sempurna di matanya.

Akhir-akhir ini ia memang dekat dengan perempuan itu.

"Kamu gak mau nambah Rez?"

Perempuan itu yang mengajaknya, ia sangat tertarik dengan perempuan itu. Sangat.

Tertarik bukan karena cinta, tetapi tertarik karena lekukan tubuhnya.

"Gak Vi, kamu mau?"

Perempuan yang dipanggil dengan nama Livia itu menggeleng, "enggak,"

Rezla akhir-akhir ini memang dekat dengan Livia, tapi dekat bukan dalam berarti ia cinta, tapi ia dekat karena ke-elokan dan kecantikan tubuh Livia.

Rezla tidak tau ia cinta dengan siapa, ia cinta dengan ibunya. Ibu kandung dan ibu tirinya, ya walaupun ia benci dengan ibu kandungnya karena telah menitipkannya di panti asuhan, tapi ia sayang karena ibunya ia telah lahir ke alam ini.

"Yaudah, yuk pulang,"

Rezla menarik pergelangan tangan Livia.

Mereka tidak sengaja bertemu saat di ruang BK.

Livia sedang dihukum karena memakai baju yang tidak sesuai dengan peraturan, sedangkan Rezla, ia ketahuan merokok di atas atap sekolah. Entahlah siapa yang cepu.

Dan setelah itu mereka dekat, seperti saat ini. Sepertinya Livia telah jatuh cinta dengan Rezla, tapi, Rezla tidak. Ia jatuh cinta karena untuk memuaskan nafsunya saja, karena kecantikan tubuh Livia.

Sedangkan Irren, Rezla hanya teman Irren. Hanya teman. Dan Irren juga ia anggap sebagai guru privatnya saat mengajarkannya gerakan Taekwondo.

°•°•°•°•°•°•°

Irren membuka laptopnya seraya mengetik lalu bertanya kepada mbahnya 'google' mbah yang selalu tau jawaban dari semua tugas-tugasnya.

Ia menulis dengan rapi.

Ia sedang ada di kamarnya, tetapi ia merasa pikirannya bertebaran kemana-mana.

"Aaaarrrghhh," dan Irren mengamuk sendiri, akhirnya menenggelamkan kepalanya di kedua tangan yang ia lipat di atas meja belajar.

Ia stres. Tidak tau kenapa.

Apa gara-gara kemarin ia lihat teman sebangkunya itu sedang bersama orang lain yang ternyata musuh terbesarnya di sekolah dari SMP.

Irren mengangkat wajahnya dan menumpu kepalanya dengan kedua tangan diletakkan dan diletakkan di dagunya.

"Rezla, Livia? Sejak kapan mereka dekat?"

Irren diam, ia tidak menjawab pertanyaannya sendiri.

"Alah, masa bodo, peduli apa gue sama dia."

Irren mendongakkan kepalanya lalu menengok kebelakang, jam setengah satu malam, untung besok hari minggu, ia bisa bebas bangun kapan saja.

Ia membuka hordeng penutup pintu balkon di kamarnya, ia melihat langit dengan kelap-kelip bintang disana dengan cahaya bulan sebagai penambah cahaya diantara bintang-bintang yang bertaburan.

Ia membuka kenop pintu balkon, dan sekarang ia merasakan semilir hembusan angin malam yang membuatnya ingin terjaga 24-jam, ia tidak ingin tidur. Matanya seakan tidak ingin menutupnya.

Tenggorokannya kering, segera ia menutup pintu balkon tanpa menutup hordengnya.

Lalu ia ke lantai bawah untuk mengambil segelas air putih, ia yakin Papa, Mama, Arrel dan Arish pasti sudah itu. Eh, iya tidak yakin Arish sudah tidur karena kebiasaannya pulang tengah malam. Padahal ia masih duduk di kelas sepuluh, tidak mungkin sekali ada jadwal belajar seperti jam belajar anak kampus.

Coldgirl And Badboy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang