• Chapter Dua Puluh Dua

1.7K 57 0
                                    

Selamat membaca🤗

Like dan komennya yaa❤

Irren kaget saat mendengar dering dari handphonenya sepagi ini. Tidak hanya Irren, Nilla, Debby dan Livia juga kaget.

"Maaf ya, kegedean volumenya." Irren tertawa kecil saat ia menggenggam handphonenya yang masih berbunyi. "Kalian tidur lagi aja, gue usahain akan ngangkat telepon pake nada suara yang tenang."

Akhirnya Livia dan Debby tidur, tidak dengan Nilla. Dia melamun.

Irren mengangkat teleponnya, ternyata itu dari mamanya.

"Halo Ma, kenapa?" tanya Irren.

"Mama mau nitip tolong beliin oleh-oleh ya buat Mama, Papa sama Arish." jawab Maura di seberang sana.

"Aku gak lupa Ma sama kalian, aku masih ingat apa yang kalian minta." Irren melihat Nilla yang sedang murung dan kesedihan terlihat dari wajahnya.

"Makasih sayang, have fun yaa!" kata Maura yang hampir setengah berteriak.

"Oke Ma."

"Yaudah, Mama mau ngelanjutin tugas Mama dulu ya. Sebagai istri yang perhatian kepada Papa kamu. Bye sayang."

"Mama bisa aja." Irren tertawa kecil lalu memutuskan sambungan teleponnya.

Wajah Irren yang tadi berseri-seri, kini berubah seketika, saat melihat wajah murung Nilla.

"Nill, lo kenapa?" tanya Irren setelah mendekati Nilla.

"Gak Ren, gak apa-apa kok." jawaban sederhana hanyalah itu. Padahal Irren melihat wajahnya penuh apa-apa.

"Gak usah bohong, cerita aja sama gue,"

Nilla langsung memeluk Irren dan ia menangis dipelukan sahabatnya itu.

"Ren, gue cemburu liat kedekatan Arrel sama Leyla. Mereka makin deket. Gue gak suka. Arrel padahal tau kalau gua itu orang yang cemburuan banget."

Irren tersenyum puas.

"Tumpahin semua kekesalan lo, nangis semampu lo. Keluarin air mata lo, jangan dipendam lagi." kata Irren yang membuat Nilla merasa nyaman ketika ia bersahabat dengan Irren.

Irren menenangkan Nilla dengan mengusap punggungnya beberapa kali.

"Udah?" ucapnya setelah Nilla merasa lega.

"Makasih Ren, lo selalu ada disaat gue sedih banget, seneng banget."

"Sama-sama," Irren mengambil segelas air putih di nakasnya, "nih minum, biar lo tenang, airnya sama sekali belum gue minum kok."

Nilla menerimanya, lalu tersenyum "makasih Ren."

Irren menaruh kembali gelas itu di nakas.

"Jadi hubungan lo sama Arrel itu renggang?" tanya Irren dengan nada pelan.

"Ya gitu," Nilla menghela napasnya lalu menceritakan semuanya kepada Irren, "gue sering lihat mereka berdua bareng terus gitu, selama di Bali ini gue sering lihat mereka berdua nikmatin sunset. Terus gue liat, Arrel sering banget potoin Leyla. Baru pertama kali ngerasain gimana rasanya cemburu."

Nilla berhenti sebentar, lalu melanjutkan lagi, "apa gue putusin dia aja ya Ren?"

Irren sontak terkejut, segera ia menolak keputusan Nilla itu, "lo jangan kayak gitu Nill, Arrel orangnya ga kayak gitu. Dia setia, dia deket sama Leyla mungkin karena ada sesuatu yang mengganjal yang mengharuskan dia deket sama Leyla."

"Ya sesuatu apaan Ren."

"Kalau lo gak kuat dengan semuanya, lo boleh putusin dia." kata-kata Irren membuatnya tertegun.

Coldgirl And Badboy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang