• Chapter Enam

3.4K 128 0
                                    

Selamat membaca🤗

Like dan komennya yaa❤

"Ini gimana caranya Ren?" Rezla menunjukkan buku paketnya dan bertanya kepada Irren bagaimana caranya.

Irren mengedikkan bahunya seraya fokus mengerjakan tugasnya lagi.

"Ren bantuin," Rezla menghela napasnya dengan kasar, seraya memasang puppy eyesnya, "Airren, bantuin dong." Rezla mencoba menggoyang-goyangkan lengan Irren. Namun hasilnya nihil, Irren malah menepisnya.

"Lepasin."

Rezla tetap bergelayutan di lengan Irren.

Dan sekarang mereka berdua ditatap banyak bola mata.

"Cieee Rezla baru beberapa hari sekolah disini udah ngejalanin pedekate aja lo, Za."

"Cieee coming soon, kalian pacaran yaa?"

Irren mengeluarkan buku dari dalam tasnya, lalu ia melempar bukunya seenaknya di atas meja membuat semua orang terdiam.

"Ah, Irren mah gak bisa diajak bercandaan, orang cuma bercanda doang juga"

Disaat itu Irren langsung pergi meninggalkan kelas tanpa izin ketua kelas.

Rezla ingin mengejarnya, tapi langsung ditahan kedua teman Irren.

"Dia banyak masalah kali, makanya dia butuh nenangin diri," ucap Debby mendapat anggukan kepada Nilla.

"Dia emang gitu, kalau punya masalah di pendam, gak suka cerita ke kita-kita" ucap Nilla ikut-ikutan.

Rezla ber 'oh' ria lalu duduk di bangkunya lagi.

°•°•°•°•°•°•°

Irren menatap dirinya di cermin.

Rasanya gue ga kuat, bola matanya benar-benar mirip Drenan. Ini takdir atau emang cuma kebetulan?

"Hey Elang, how are you? I hope you always fine oke."

Irren tau orang itu, orang yang selalu memanggilnya dengan sebutan Elang dan terlalu nge-fans dengan kembarannya.

Livia terus memegangi rambut Irren.

Entahlah kenapa orang itu sangat benci dengan Irren.

"What are you doing?"

"Mau jambak kamu." Livia licik. Ia selalu saja begitu.

Livia menjambaknya dengan kasar, "bisa gak lo jauh dari saudara kembar lo itu,"

Irren tidak membalas jambakan rambutnya itu, ia hanya membalas ucapannya, "kita kembar, lo bego apa tolol sih? Anak kembar selalu bersama, gak mungkin gue jauh dari dia." Irren terus merasakan sakitnya jambakan Livia.

Tak hanya itu, Livia juga menabok pipi Irren. Untung tidak kelihatan terlalu merah.

"Heh kalian ngapain?"

Arrel datang, ia orang yang selalu datang tepat waktu.

Pasti Arrel merasakan dadanya sakit saat ia dijambak Livia.

"Eh Arrel sayang," bukannya meminta maaf, tangan Livia malah gelayutan si lengan Arrel dengan gaya manjanya.

"Pergi gak lo, jauhin Irren!"

Bukannya pergi, Livia malah menarik tangan Arrel untuk pergi, "GUE NYURUH LO PERGI, BUKAN KITA YANG PERGI!" Arrel menepisnya, seraya menekankan kata lo dan kita.

Livia langsung meninggalkan kamar mandi itu dengan beribu pertanyaan.

'Kenapa disaat ia menjambak rambut atau melukai Irren, Arrel selalu datang?'

Coldgirl And Badboy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang