chapter 28

2.8K 186 10
                                        

Mulmed: Aldrian

Perasaan aku udah dari dulu hanya saja aku lagi nunggu kamu peka-

-MadnessOfBrothers-

Selamat membaca^

Dengan terburu-buru Bastian membuka pintu kamar adiknya. Matanya menangkap orang yang setengah mati Ia cemaskan, sedang meringkuk dengan mata terpejam. Seketika rasa legah begitu membuncah dalam hatinya mengetahui dia baik-baik saja. sebelum ia menyeret kakinya mengampiri sisi ranjang di sebelah adiknya, Bastian berkali-kali menghembuskan napas untuk meredakan rasa sesak akibat berlari dan menetralisir degup jantungnya.

Bastian tersenyum sendu. cowok itu berjongkok mencium kening adiknya. Ia meraih selimut di dekat kaki gianina, lalu menyelimuti tubuh kecil adiknya sampai sebatas leher. Untuk beberapa menit seterusnya Bastian tetap di sana mengamati wajah damai gianina yang terlelap.

Tiba-tiba hatinya berdenyut nyeri. Lihat lah, dalam tidur pun Gian masih terlihat menahan sakitnya. Dengan lembut tangan Bastian menyentuh kening adiknya yang berkerut.

Seharusnya Ia mencegah Gianina ikut bersama papa dan mama. Harusnya ia lebih keras mencari keberadaan gianina, harusnya ia sebagai kakak melindungi semua adiknya. Seharusnya.. Seharusnya.. Iya tau.

Menarik napas dalam, Bastian mengusap wajahnya yang terasa kebas, dadanya terasa di remas. Bahkan kedua bola mata cowok itu memerah, tapi tidak ada air mata di situ, yang membuatnya basah.

Aldrian dan Gionino muncul di ambang pintu hampir bersamaan, dengan cara yang sama ketika Bastian datang. Saat keduanya melihat Gianina yang tertidur dan Bastian di samping gadis itu mereka bernapas lega.

Gionino berjalan menggampiri Bastian yang duduk termenung di sisi ranjang, menatap adik mereka. Bastian tidak menoleh hanya untuk melihat Gionino.

Dari ambang pintu Aldrian melihat keduanya. tubuh tegapnya Ia senderkan ke pintu dengan tangan yang ia masukan ke dalam saku celana panjang yang saat ini ia kenakan.

Ketiganya hanyut dalam keheningan malam. terdiam cukup lama dengan pikiran melayang. Dia tidak pernah merasa setakut ini kehilangan. Tidak pernah terbayang kejadian dua tahun lalu membuat semua keluarga panik setengah mati mengetahui putri bungsu keluarga besar mereka di temukan dengan keadaan memprihatinkan. Bukan hanya luka fisik yang hampir membuatnya kehilangan adik bungsu mereka, tapi Gian juga hampir gila karena traumanya.

Untuk kesekian kalinya, Bastian menghela napas. Kali ini Ia beranjak dari duduknya, lantas tidak sengaja matanya beradu pandang dengan Gionino untuk waktu beberapa detik. Tanpa kata Bastian keluar kamar dengan lelah, ia butuh istirahat. Begitu Bastian keluar, Aldrian yang saat itu berada di ambang pintu, mengikuti langkah kakak nya, ia juga butuh istirahat terutama hatinya.

setelah kepergian kedua saudaranya, Gion melangkah mendekati Gian mencium keningnya sambil berbisik kata maaf dengan penuh sesal. Malam itu Gionino tidak kembali ke kamarnya, ia tidur di samping adiknya.

**

"KAKAK ! AKU KESIANGAN KENAPA NGGAK BANGUNIN!!"

Gian berteriak, sambil menuruni anak tangga dengan terburu-buru. Napasnya sedikit tersenggal.

"Gian jangan lari saat turun tangga!"

tegur Bastian melotot melihat tingkah adiknya. Gian tidak menggubris Bastian, ia justru bertanya dengan panik saat melihat ketiga kakaknya sedang duduk di meja makan, menyantap sarapan pagi, begitu santai.

"Kenapa nggak bangunin?!"

"Kamu tidur nyenyak banget kakak nggak tega buat bangunin."

"alasan apa itu? nggak masuk akal! Gian kan harus masuk sekolah."

Madness of brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang