Mulmed: Gionino dan Bella
"Yang gak mudah itu rasanya. Seperti halnya hati, egois. selalu merasa ingin bahagia padahal faktanya rasa yang sering terasa itu bukan hanya kebahagiaan."
-MadnessOfBrothers-
___________Selamat membaca😍
Tidak salah mengatur hal yang baik. apalagi, pada orang yang kita sebut keluarga. Tapi, tidak bisa kah, mereka membedakan mana arti melindungi, dan mana yang mengekang?
Melindungi tidak harus seperti itu, karena mengekang justru membuatnya lebih berontak. Kebebasan adalah hal yang paling di inginkan semua orang termasuk dirinya. Tapi bebas bukan berarti tidak punya batasan, dan bebas bukan berarti tidak membutukan kasih sayang.
Gian melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan cemas yang kentara. Gian khawatir kakaknya curiga, karena beralasan pergi untuk nongkrong ala cewek di rumah Aulia. Tapi tentu saja, itu hanya alasan bohong.
Gian sudah menebak mereka akan menelpon Aulia hanya untuk memastikan Gian akan baik-baik saja, karena tanpa adanya salah satu dari mereka di dekatnya. Untungnya gian lebih cepat menghubungi Aulia untuk diajak kerja sama.
"Gian!"
Langkah kaki Gian terhenti mendengar seseorang memanggil namanya. Gian terdiam berdiri kaku di tempatnya, dan mencoba setenang mungkin.
Setelah di rasa cukup, gian baru melangkah kan kaki ke arah sumber suara. Di sana Gionino duduk menyandarkan punggungnya di sofa sendirian.
Gian heran kenapa kakaknya sendirian, mana yang lain? Tidak biasanya.
"Ada apa kak?" Tanya Gian setelah sampai di hadapan Gion.
"Kamu kenapa baru pulang jam segini?" Tanya Gion menyelidik.
"Tadi Gian ketiduran di rumah Lia." jawabnya berbohong.
Gion menaikan sebelah alisnya tanda ragu. Dan Gion jelas tidak mudah percaya. Begitu pun sebaliknya gian yang sudah hapal dengan semua kakaknya. Seorang kakak dengan sikap protektiv nya.
"Kenapa nggak hubungi kakak, kalo mau pulang?"
Gian mengerang dalam hati. Perang tanya jawab!
"Ponsel gian mati kak, jadi, gian nggak bisa hubungin kakak."
"Kenapa nggak pinjem sama temen kamu, buat sekedar whatshap kakak buat jemput?"
"Gian nggak kepikiran ke situ, soalnya udah ke sorean, takut di marahin kakak juga kan bikin nanti gian di tuduh macem-macem lagi, kalo pulang telat." gian menjawabnya dengan satu tarikan nafas.
Gionino memincing. Melihat adiknya menjawab tanpa keraguan dengan mata meyakinkan. Membuatnya akhirnya percaya.
"Baiklah.."
Gian bernafas lega..
"Tapi kamu pulang naik apa? Jangan bilang naik ojek online!" Gion menatap tajam.
Sial.
"Gian naik taxi kak. Udah deh, jangan securiga itu sama gian!" ucapnya jadi kesal.
Gion menghela napas.
"Kamu sudah makan?" Gion mengganti pertanyaan. Jelas Gion tidak mau adiknya marah yang pastinya berujung dengan tangisan gadis itu.
Gian memang belum makan apa-apa sejak siang tadi. Ia memang sempat memasak di parteman Bara, tapi Gian tidak makan apapun disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madness of brothers
Teen Fiction** Gianina menatap beberapa butir obat di tangannya. Kepalanya berkedut nyeri. 'gian nggak boleh deket dengan cowok! Kamu masih kecil! ' 'kenapa?! Kalian bukan papa! ' 'jangan keras kepala! Kamu nggak boleh keluar rumah! ' 'semua barang kamu kakak...