chapter 41

1.7K 114 14
                                        

Aku tidak melawan takdir
aku hanya mencoba bertahan
Dengan takdir yang begitu menyakitkan

Madness of brothers

Selamat membaca^

"apa sih mau kamu! Jangan paksa aku! Jangan pedulikan aku!" Gian berteriak marah.

"siapa yang bilang aku peduli." Bara berdecak.

Gian mendelik, dia tahu Bara hanya menyangkal. Gian tidak suka di kasihani. Dan dia benci orang-orang yang so peduli padahal hanya omong kosong.

Dalam hati Bara berpikir keras. Gimana pun caranya dia harus bisa membuat Gian makan sesuatu. Dan Bara juga tau Gian belum percaya sepenuhnya.

"kalo gitu, pergi!" teriakannya melengking, suaranya bahkan sampai memenuhi ruangan inap yang saat ini di tempati gadis itu.

Kondisi Gian sedang tidak baik. Emosinya bahkan tidak stabil sehingga siapapun tidak bisa mendekatinya.

"oke. Tapi sebelum itu gue mau makan dulu." Bara mengangkat kantong plastik di tangannya.

Cowok itu tidak menjauh. Dia malah menggeser kursi di dekat ranjang rumah sakit.

Selama beberapa menit ke depan tidak ada yang membuka suara, kecuali suara decakan nikmat Bara yang lahap makan di hadapan Gian dengan sengaja, Gian sedari tadi menahan matanya untuk tidak memperhatikan cowok itu.

Gian hampir tergoda saat sekilas matanya melihat Bara. Nasi goreng sefood adalah favoritenya. Dan, cowok itu berhasil mengusiknya.

Gian tersentak, ketika sebuah sendok menyentuh bibirnya. Karena melamun Gian tidak sadar. Cewek itu melirik Bara, dan cowok itu balik menatapnya.

Buka mulutmu.

Akhirnya, mau tidak mau dengan ragu, Gian membuka mulutnya. Melahap nasi goreng yang di sodorkan Bara. Diam-diam Bara tersenyum. Dari tadi cowok itu mati matian membujuk Gian untuk makan yang malah di anggap cewek itu mengaturnya.

Bara membereskan bekas makan mereka berdua, dan hendak pergi keluar kamar.

"kenapa harus kamu yang peduli padaku?" Gian menatap Bara dengan sorot hampa.

Bara sempat melihat kernyitan di dahi Gianina, namun hanya sekilas karena cewek itu segera menetralkan mimik mukanya.

"lo tanya 'kenapa?"

Gian menganguk sekali dengan pelan.

"karena aku memang seperti itu. Peduliku dari dulu hanya pada satu orang." ada jeda sesaat. Bara menatap lekat Gianina. "kamu punya janji dan aku juga punya janji."

Kali ini Gian menyerngit bingung. Cewek itu memejamkan mata. Lalu berubah dingin lagi.

"lupakan janji itu." ucapnya tidak peduli.

Bara tersenyum miring. "memang kau tau janji itu?"

Gian tidak menyahut.

Bara berbalik, meraih knop pintu bersiap untuk pergi, tapi ia teringat sesuatu membuatnya berhenti di ambang pintu.

"takdir memang tidak bisa di ubah tapi takdir itu bisa di rencanakan. Kita yang pegang kendali bukan orang lain."

"jangan pedulikan orang yang mengabaikan kamu Gian. Kerena kamu sendiri bahkan mampu untuk membalas lebih dari sekedar mengabaikan mereka."

Madness of brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang