aku nggak bakal pernah pergi sekeras apapun kamu menyuruhku untuk tidak menganggu-
-MadnessOfBrothers-
selamat membaca^
Gianina jatuh cinta pada matahari, apalagi saat ketika matahari tenggelam di sore hari. karena pada saat itu ia tidak perlu menutup mata hanya karena silaunya, ia bisa melihat warna orange yang indah dilangit tanpa harus takut karena sinarnya.
Matahari di sini selalu terlihat indah. jadi, ketika Ia baru menginjakan kakinya di tanah indonesia ia langsung meminta pada kakak nya untuk tinggal dirumah ini, saat kunjungan. Dari pada tinggal dirumah yang ditawarkan oleh mereka sebelumnya.
Senyum di bibirnya tidak pernah sirna sampai matahari menghilang kembali keperaduan. Jika bukan karena salah satu kakak nya yang berseru memanggil namanya hanya untuk makan malam, Gianina tidak akan pernah mau turun meninggalkan balkon kamarnya. Ia akan tetap bersandar disana untuk waktu yang lama.
Dengan malas ia akhirnya turun setelah Bastian berteriak memanggil namanya hampir tiga kali. Perutnya tidak benar-benar lapar hingga harus segera di isi.
"Kamu, Susah banget kalo disuruh makan!"
omel Gionino kesal melihat adiknya yang baru turun, yang saat ini sedang berdiri disudut meja. Aldrian menggeser kursi, menyuruh adiknya untuk segera duduk. Gian memutar bola matanya mendengar ocehan kakaknya yang satu itu, lalu duduk tanpa bicara.
"Kak Al masak apa?"
matanya menjelajah satu persatu makanan dimeja. Gion mendengus, karena gadis yang saat ini sedang berbinar menatap makanan diatas meja baru saja mengacuhkan dirinya.
"Banyak." jawabnya singkat.
"Aku boleh makan ayam?"
"Jangan, ada kecapnya. Kamu makan ini aja."
Bastian mengambil sayur lalu meletakannya dipiring adiknya.
"Gian nggak suka kol!" keluhnya, sambil memisahkan potongan kol dipiringnya lalu memindahkan nya kepiring Aldrian, tanpa memperdulikan delikan mata kakaknya itu.
"Itu bagus buat kesehatan." Gionino memberi pengertian.
"Yang penting kamu nggak alergi kol."
"Tetep nggak mau!" ucapnya keras kepala.
Ketiganya akhirnya mengalah, membiarkan gadis itu mengambil apapun diatas meja kecuali Ayam kecap. Itu kenapa setiap pagi ketika Aldrian lagi-lagi memasak nasi goreng gian selalu mengeluh kerena khusus nasi goreng miliknya tanpa ada kecap, meskipun memang rasanya tidak berubah, tetap saja enak. Gian selalu protes menginginkan yang lain selain nasi goreng tanpa kecap. Dan Aldrian menurutinya tanpa mengeluh.
*
"Besok kita lakukan pekerjaan yang tertunda."
kata Gionino menyeringai memikirkan apa yang akan di lakukannya besok nanti.
Bastian mengangguk, mengecap minuman lemon yang di buatnya dengan susah payah, Ia meringis karena rasa asam menyambut lidah, yang sepertinya masih kurang gula.
"Tangan gue udah gatal pengen nonjok tu bocah!"
Aldrian hanya tersenyum miring mendengar perkataan Bastian barusan.
"Bikin babak belur? Atau bikin dikubur?" tawar Gionino. Mereka bertiga berpura-pura tampak berpikir untuk memilih, padahal sudah pasti yang akan melakukan keduanya.
"Keduanya." ucap Bastian dan Gionino bebarengan lalu terkekeh jahat sedangkan Aldrian menyeringai. Tentu saja.
**

KAMU SEDANG MEMBACA
Madness of brothers
Teen Fiction** Gianina menatap beberapa butir obat di tangannya. Kepalanya berkedut nyeri. 'gian nggak boleh deket dengan cowok! Kamu masih kecil! ' 'kenapa?! Kalian bukan papa! ' 'jangan keras kepala! Kamu nggak boleh keluar rumah! ' 'semua barang kamu kakak...