Chapter 4

6.7K 291 11
                                    

aku nggak mau kamu atur, jika memang iya ada aturan. tolong, seenggaknya kamu tau batasan.

-Madness of brothers-


Gian dengan tampang polosnya duduk manis di ruang keluarga di kelilingi ketiga kakaknya. 'Introgasi, adalah sebutan yang tepat untuk keadaan saat ini. apalagi sekarang, tanpa di duga cewek itu, kakak sepupunya, ikut setelah pulang sekolah. Gian pikir sepupunya masih ada di paris bersama kedua orang tuanya. menurut Gian cowok menyebalkan itu hanya beralasan saja untuk mengganggunya.

dan ayolah! apa apaan ini? Masa, hanya karena gian pergi keluar rumah mesti kayak gini sih? oke, mungkin bukan itu penyebab utama mereka marah, dia akuin kalo kali ini dirinya salah, karena mewarnai rambut dan sejujurnya gadis di keluarganya memang tidak ada yang boleh mewarnai rambut, bisa di bilang ini adalah semacam tradisi di keluarganya. dan baru saja dirinya melanggar hal itu, yang membuat mereka sangat marah.

tapi, lagi pula ia cuma merubah rambutnya dengan gaya peacock dan mencat kukunya hitam.

"kakak, ih.. ini tuh, nggak berlebihan!" Gianina merenggut kesal.

ketiga kakaknya menatap tidak percaya, dengan perkataan Gianina yang seakan ini bukan masalah besar. Mereka begitu kaget saat pertama kali melihat penampilan adik perempuannya ini.

"gian, kamu tau ini melanggar tradisi di keluarga kita." Bastian menatap lurus pada adiknya. segera, gadis itu memalingkan muka.

"Gian, nggak tau.. kalo ada tradisi semacam ini di keluarga kita." kali ini, dia memelankan
suaranya.

"iya, apa sih yang lo tau?" celetuk sebuah suara, "tau lo kan ileran doang." kekehnya, tampang tengilnya tidak pernah lepas dari wajah tampannya.

semua mata mendelik ke arahnya. bodoh banget sih Sam. dia nggak tau apa, ada yang lagi bersiasat untuk mengembalikan situasi? Giani menggeram dengan kesal dalam hati. kalo bukan dalam keadaan mendesak begini cewek itu pasti akan dengan senang hati menendang wajah tengilnya itu.

"tapi bagus sih, cocok buat lo. tambah childish jadinya." dia terkekeh yang menurut cewek itu begitu menyebalkan. menekan kuat-kuat rasa kesalnya, ia mengabaikan sepupunya itu, dan lebih memilih meneruskan siasatnya.

ia memandang Bastian. "kakak.. " rengeknya. cowok itu mendengus melihat adiknya lagi-lagi merengek padanya.

"kamu ngapain ini beli barang sampah kayak gini?" Gionino mengeluarkan barang belanjaan adiknya. ada rok pendek di atas lutut, gelang, baju ketat, apapun itu di keluarkan sampai berserakan di lantai.

"kakak! jangan di berantakin ih! ini, itu yang lagi tren tau!" sungutnya kesal.

Gionino mengabaikannya. cowok itu melirik Aldrian. "lo kenapa nggak cegah Gianina?"

"Lo pikir begitu!" Jawab Aldrian ketus.

Terdengar helaan nafas kasar Bastian. "Gian besok kita pergi ke salon dan semua barang yang tidak layak pakai bakal di sumbangkan atau di buang saja." Putus Bastian.

"Menurut kakak begitu? nggak bisa! Gian nggak akan biarin kakak buang barang-barang yang baru Gian beli!" Protesnya.

"Tidak ada bantahan untuk itu. dan kamu harus ikut kakak besok." Bastian pergi ke atas. Mungkin masuk ke kamarnya untuk mandi.

Dan, artinya masuk sekolahnya di tunda lagi? Tidak! Sudah cukup dirinya terkurung di rumah menjalani homeschooling.

"Kakak.. " rengeknya manja biasanya berhasil membuat mereka luluh apa lagi saat memasang puppy eyes nya.

Aldrian mendengus mencoba tetap fokus pada psnya sedangkan Gionino mengacuhkannya dengan bermain game online di ponselnya.

Tapi Giani tetep tidak akan nyerah.

Madness of brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang