Chapter 2

12.8K 512 3
                                    

"Itu memang tentang masa lalu yang seharusnya di lupakan, karena rasanya memang tidak layak di kenang. tetapi masa lalu terkadang bisa menjadi jawaban untuk sesuatu yang sekarang terulang."

-MadnessOfBrothers-

Peringatan! Awal baca kalian akan merasa bosan!

Selamat membaca😚😍

Mata beningnya terbuka seketika.

Nafasnya tercekat. Tidak ada teriakan yang terdengar. hanya suara deru napasnya yang cepat. mata bening berwarna coklat madu itu terlihat basah oleh air mata namun tak ada isakan yang terdengar dari bibirnya yang terkunci rapat.

kedua bola mata beningnya berputar tak tentu arah dan kedua tangannya mengepal gemetar. ia menatap ke arah samping ranjang, letak jam weker berada di nakas.

pukul lima pagi.

Gadis itu menahan napas.

Dengan secepat kilat ia turun dengan meloncat dari ranjang, matanya beriak menyusuri kamar luas ini. mulutnya bergumam tidak jelas. dengan tubuhnya yang semakin gemetar.

Seperti orang gila ia mulai merapihkan tempat tidur, meja belajar, atau apapun yang terlihat berantakan di matanya, cewek itu akan merapihkannya. tangan yang di penuhi lilitan perban terus saja gemetar. tidak peduli, tangan itu meraih benda apapun. sampai mata coklat madunya terpaku pada salah satu laci di samping tempat tidur. ia menemukan obat-obatan yang tak asing. Ia sedikit terhuyung dengan kepala berdenyut sakit.

Sekali lagi mata coklat madunya beriak mengedarkan pandangan ke seluruh kamar yang terlihat begitu rapih--sekarang. Ia seakan mengingat di mana ia berada, dan saat itulah ia tersadar.

Ia histeris. mengambil beberapa butir obat, menelannya dengan terburu-buru hingga tanpa sadar ia tersedak. tangannya terulur mengambil gelas yang ada di nakas.

pyarrrr...

ia tersentak oleh suara gelas yang membentur lantai keramik. ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu karena tangan kirinya yang terus saja gemetaran membuat gelas yang ada di genggamannya meluncur begitu saja. air matanya jatuh begitu deras, ia berjongkok memungut pecahan gelas di lantai sambil bergumam kata maaf berkali-kali. entah kepada siapa kata maaf itu di tunjukan.

seseorang datang, matanya melotot panik melihat keadaan gadis yang selama ini diam-diam terluka sendirian sedang berjongkok di sisi ranjang memungut pecahan gelas.

"apa yang kau lakukan!"

"maaf.. maaf.."

"hentikan! tangan lo berdarah lagi." ia meraih telapak tangan kirinya yang gemetar di lihatnya tangan itu. terdapat beberapa goresan terkena pecahan beling.

Telapak tangan kanan Gianina yang sudah di perban karena luka kemarin kini basah terkena air. Dan sekarang, giliran telapak tangan kirinya yang terluka.

"maaf.. maaf.."

"berhenti meminta maaf! tenang oke? ini hanya gelas. gua panggil dokter Ryan."

"maaf.. tolong maafkan aku.. maaf.."

"Gian tenang! lihat gue!" Sam menangkup pipinya. "lo akan baik-baik aja. mengerti?!"

dia menuntun Gianina yang terlihat ketakutan itu menjauh dari pecahan beling yang berserakan.

hampir satu jam lebih dokter Ryan memeriksanya sebelum akhirnya keluar dan menemui cowok dengan rambut berantakan, terlihat begitu khawatir di depan pintu kamar.

Madness of brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang