Kabar Ayana

215 27 0
                                    

Rangga duduk sambil menautkan tangannya diatas paha. Lalu menundukkan kepalanya sambil sesekali mengacak - acak rambutnya.

Kini kakaknya terbaring lemah diatas kasur rumah sakit. Dengan selang infus yang menempel ditangan kirinya.

"Kerabat dari nona Tavisha bisa bantu saya sebentar?" Tanya seorang perawat yang berjalan kearah bilik yang ada dipojok ruang UGD.

"Saya adiknya." Jawab Rangga sambil bangkit dari duduknya. Lalu berjalan mengikuti perawat itu menuju meja administrasi. Perawat itu menyerahkan beberapa kertas untuk diisi dan bill untuk dibayar. Sesekali Rangga memijit pelipisnya yang mulai terasa pening.

Setelah selesai, Rangga berjalan kembali menemui kakaknya yang masih terbaring lemah. Syukurlah sepasang mata milik kakaknya sudah terbuka.

"Makasih dek." Gumamnya pelan. Rangga cuma kembali terduduk di samping kasur.

"Udah, ini bakal jadi yang terakhir buat kita semua. It's over, Cha. Gaada acara keluar seneng - seneng sampe malem!" Tangannya tergenggam rapat, diliriknya sepasang mata milik kakaknya yang masih terbaring itu.

"Iya.." perlahan Icha bangkit dari tidurnya, lalu membenarkan posisi duduknya dan menarik tangan Rangga untuk mendekat. "Janji."

"Gue udah telfon bunda. Katanya dia lagi di jalan sama ayah." Dengan cepat Icha melepas genggaman tangannya lalu meraih tas yang ada diatas meja disebelah kasur. Lalu mulai mengubrak-abrik isinya.

"There's no turning back now, hp sama kunci lo udah gue buang jauh - jauh. Udah lah, Cha. Temuin ayah sekali ini aja."

"G-g-gue gasiap."

"Dan ga akan pernah siap." Lanjut Rangga. Tiba - tiba tirai tipis yang mengitari bilik itu terbuka.

"Kamu kenapa kak?" Jerit sosok bunda yang muncul dari balik tirai. Diikuti dengan sosok ayah yang berjalan pelan dibelakangnya.

"Kenapa kamu, Cha?" Mulutnya terbuka, memanggil lagi nama putri sulungnya yang sudah lama tidak ia temui. Tapi Icha masih tetap tertunduk ditempat.

"Icha pingsan begitu sampe di apartemen. Untung disana ada temennya." Terang Rangga. Ayah mengambil langkah mendekati anaknya, Rangga bangkit dari duduknya dan mempersilahkan ayahnya duduk.

"Maafin ayah ya, Cha. Kamu boleh salahin ayah selama apapun kamu mau." Diraihnya kedua tangan Icha lalu menggenggamnya pelan.

"Icha sakit karena ayah." Balasnya pelan. "Ini semua ga akan terjadi kalo bukan karena ayah."

"Ayah boleh minta satu hal sama kamu?" Icha mengangkat wajahnya untuk menatap wajah ayahnya. Saat itu, wajahnya tampak kusut dan muram. Lalu perlahan lengannya terbentang. "Boleh ayah peluk Icha?"

Matanya terasa berat, ingin rasanya menangis sekeras - kerasnya. Tangannya lalu mengadah terbuka kearah ayahnya.

Rangga menggenggam tangan bunda selagi melihat pemandangan yang ada didepannya. "Seandainya waktu bisa kita putar ya bun." Lanjutnya.

Sorenya Rangga kembali pulang ke kos - kosan. Berbeda dari biasanya, sekarang semua terlihat sepi. Sampai akhirnya Rangga menemukan sosok Kaivan dan Bian diruang tengah.

"Yang lain kemana bang?" Tanya Rangga sambil duduk diujung sofa.

"Eh Rangga, itu pada dikamar. Reno sama Nata keluar ke dokter buat periksain tangan Reno." Jawab Bian sambil mengunyah kerupuk yang baru saja ia gigit.

"Kayanya itu perban udah bisa dicopot hari ini deh, bang. Aduh, masih setengah ikhlas gue ke Reno. Itu gelas yang dipecahin.."

"Kenapa bang?" Tanya Rangga. Kaivan menoleh kearah Rangga.

Dear name | 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang