Fabian

188 13 2
                                    

Siang itu, Wanda duduk diluar pantry dengan segelas iced latte sambil menemani Tasya yang asik mengoceh tentang drama series yang dia tonton semalam.

"Fix gue bucin fix lah! Fix!" Ujar Tasya seketika dia mulai meminum kopi digelas hijau kesayangannya.

"Idih udah gede masih aja ya lo betah sama khayalan! Dia tuh fiksi, Sya. Gue juga mau kali dapet pacar macem Rangga yang ada di AADC!" Sahut Wanda.

"Dih lo tuh cocoknya sama manusia macem si Bian! Secara tuh ya dia selalu keliatan jinak kalo lo ada disekitarnya. Kalo nggak? Hadeh merinding gue mikirnya."

"Mulai deh lo, ya!"

Iya, sejak kejadian setelah pesta penyambutan. Tasya jadi sering menggoda Wanda setiap kali ada kesempatan. Tapi sejak kejadian itu juga, Bian atau yang biasa Wanda panggil pak Fabian itu jadi berubah setiap kali mereka berpapasan. Tak jarang Wanda menemui Bian yang sengaja menghindar atau bertingkah dingin disetiap ada kesempatan.

Setelah menghabiskan sesi ngopinya bersama Tasya. Wanda memutuskan untuk mengajak Tasya kembali ke ruangannya. Tak disangka, mereka disambut oleh sosok Javas saat memasuki lift.

"Siang pak." Sapa Tasya dengan riang seperti biasa.

"Siang Tasya, Wanda." Jawab Javas dengan nada yang hampir sama. "Tumben makan siang sampe jam segini?"

"Saya nemenin Wanda nunggu menu dietnya jadi pak!" Sahut Tasya tanpa basa - basi. Wanda cuman bisa membuka mata lebar - lebar dan menggeleng cepat begitu Javas memandanginya dengan senyum di wajahnya.

"Loh Wanda lagi diet? Sama, saya juga hahaha." Timpal Javas sambil memberikan senyum di wajahnya. Heran, Javas itu bisa dibilang good looking plus well mannered tapi gatau kenapa, jabatan yang ia miliki sekarang selalu membuat wanita disekitarnya melangkah mundur seketika.

"Iya pak! Mangkannya bilang tuh ke pak Bian jangan suka ngasih coklat ke Wanda!" Javas mengerutkan dahinya begitu mendengar jawaban Tasya.

"Loh Pak Fabian ngasih kamu coklat, Wan?" tanya Javas sambil melirik ke arah Wanda yang kebingungan disebelah Tasya.

"Apaansih lo, Tas?!"

"Ih pak Javas kok gitu sih? Kasian pak dia grogi ditanyain gituan." Timpal Tasya lalu disambut dengan tawanya yang dibuat – buat. Syukurlah tak lama kemudian pintu lift terbuka. Dengan cepat Wanda menarik Tasya dengan paksa keluar dari melewati pintu lift yang terbuka.

"Kita duluan ya, pak!" pamit Wanda sambil melambaikan tangannya.

"Eh? Iya Wan! Pelan – pelan jalannya!" pintu lift pun kembali menutup.

Wanda menarik Tasya memasuki ruang percetakan. Menutup pintunya rapat – rapat dan mulai duduk dipojok ruangan.

"Santai aja kali, gausa sampe tremor gitu!" goda Tasya begitu melihat Wanda duduk tak berdaya ditempatnya.

"Ih apaansih? Ga lucu tau, Tas! Malu kalo sampe pak Javas tau!" Wanda mencoba mengatur nafasnya sambil sesekali mengipasi wajahnya yang terasa panas.

"Lebay deh! Udah ah! Pengen milo!" Tasya meninggalkan meja Wanda dan mulai menggiring gelas monyet kesayangannya.

Hari itu terasa seperti biasanya, anehnya Bian tidak terlihat di ruangannya sejak Wanda kembali dari jam makannya. Bohong namanya kalau Wanda gak penasaran. Berkali - kali dia mencoba melihat jadwal atasannya yang biasanya tertera di group chat. Tapi tak ada satu pun kabar yang menunjukkan keberadaan Bian.

Dengan lemas Wanda pun mengemasi barangnya dan bersiap untuk pulang. Beberapa kali ia sempatkan untuk melirik kembali ke arah ruangan Bian, tapi ruangan itu tetap kosong tak berpenghuni.

Dear name | 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang