Nata-Icha

285 27 0
                                    

Nata terbangun dari tidurnya dengan mata yang amat sangat gatal. Berkali - kali dia mengusap kedua tangannya ke matanya pagi itu.

"Kasih obat mata deh bang. Nih!" Saat membuka mata, sosok besar Daniel sudah terlihat berdiri di sebelah kasurnya sambil menggenggam kotak p3k.

"Tetesin dong, abang ga kuat." Jawab Nata lemas.

Tak lama kemudian mata Nata sudah mulai mudah untuk dibuka. Tapi kepalanya masih terasa pusing dan badannya masih lemas tak bertenaga.

"Abis ngapain sih lo sampe pegel gini?" Tanya Reno yang masih fokus sama buku sudoku nya yang sudah kucel tak bertampang.

"Ngejagain Tavisha." Jawab Nata singkat.

"Hah?!" Tanya Daniel.

"Ngejagain apa ngintilin dia?" Tanya Reno memastikan.

"Ngapain bang?!"

"Abang lo tuh, ngikutin Tavisha seharian." Jawab Reno.

"Udah lah, gausa dibahas." Gumam Nata lalu bangkit dari kasurnya dan keluar kamar. Diruang tengah Dewa, Brian dan Rangga sudah terduduk rapi sambil menonton film.

"Rangga udah dateng? Dianter siapa?" Tanya Nata sambil meraih remote TV yang ada di pangkuan Dewa.

"Semalem dianter bunda, bang. Kenapa bang?  Mukanya capek banget?" Nata menjatuhkan badannya ke sofa disamping Rangga.

"Iya capek, ini Rama sama Raka mana?" Tanya Nata sambil celingukan. Dibalas dengan Brian yang menunjuk lantai atas. "RAMA TURUN DONG!"

Tak lama kemudian sosok Rama jalan menuruni tangga diikuti Raka yang masih fokus ke layar hp ditangannya.

"Ada apa bang?" Nata pun langsung membalikan punggungnya ke hadapan Rama.

"Pijet." Tanpa menolak, Rama langsung duduk di belakang Nata dan mulai memijat pundak Nata. "Enak banget, Ramm. Raka, belajar pijet juga ya, biar bisa pijetin abang kalo Rama gaada."

"Gamau bang, percuma mijetin abang, ga dibayar!" Racau Raka tanpa melepaskan pandangannya dari layar hp.

Rama dan Raka memang bagaikan surat dan prangko yang tak bisa dipisahkan, dimana ada Raka ya ada Rama. Mereka bertemu dan berkenalan lewat grup ospek setahun yang lalu. Raka yang saat itu masih kikuk dengan lingkungan sekitarnya tiba - tiba didatangi seorang Rama yang lumayan populer di kalangan maba saat itu.

"Bang ini ototnya kaku banget! Abis jadi kuli?" Tanya Rama sambil terus memijit punggung Nata yang keras.

"Abang abis jagain Tavisha, ngikutin dia keeemana aja. Bawahan dikit Ram!"

"Hah? Bang Nata jadi stalker gitu? Jangan dong bang! Yang ada kak Tavisha malah risih terus takut sama abang." Celetuk Dewa.

"Heh anak kecil nyaut aja ya lo kerjaannya!" Timpal Raka lalu tak lama kemudian bantal yang tadinya ada dipangkuan Dewa mendarat tepat di perutnya.

"At least, abang bisa jagain dia, dari jauh."

"Lah ini nih yang gue gasuka, suka mendadak melow. Udah ah bang! Geli!" Kata Raka sambil bergidik geli diatas sofa.

"Salah ya?"

"Mana ada sih cewe yang suka diikutin diem - diem gitu bang?" Akhirnya Nata menunduk lesu setelah mendengar balasan Rangga.

"Mana ada sih cewe yang suka diikutin diem - diem gitu bang?" Akhirnya Nata menunduk lesu setelah mendengar balasan Rangga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh Bri, remot dong."

"Bri?"

"BRIAN!"

"Hah?!"

"Bri, ngapain sih dari tadi lo ngeliatin hp terus sambil dipencetin gitu?" Tanya Rama sambil menengok kearah Brian.

Dengan santai, Brian mengangkat layar hpnya yang menunjukkan tombol voice recorder yang menyala.

"Yah bang."

"Yah."

"BRIAN SINI LO, BELALANG SEMBAH!"


Sore hari, di percetakan samping kampus.

Tavisha sibuk mengemasi kertas - kertas dokumen yang baru saja ia jilid barusan. Lalu akhirnya memasukkannya ke dalam paperbag di sampingnya dan melepas ikatan rambutnya untuk dirapikan.

Nata masih membeku memperhatikan bayangan Tavisha dari balik mesin cetak yang ada didepannya. Bergumam dan berdebat dengan kata hatinya.

"Dia mau kemana ya habis ini? Sama siapa?"

Sialnya, lirikan matanya tertangkap basah oleh Tavisha yang sekarang berjalan kearahnya.

"Kak Nata?" Sapanya sambil tersenyum tipis. Nata yang kaget terpaksa harus menghentikan mesin cetak yang ada didepannya, lalu membalas senyumannya.

"Eh Icha, sendirian cha?" Balasnya sambil membalikan kertas yang siap dia fotokopi.

"Iya, lagi piket, hehe."

"Hah, ada ada aja kamu. Udah selesai?"

"Udah, ini mau balik. Perlu dibantuin?" Tawarnya sambil menundukkan wajahnya untuk mencari wajah Nata yang tertutup mesin cetak.

"Ga ngerepotin nih? Katanya lagi piket? Hehe."

"Ngerepotin apaan sih? Sini aku bantu." Diraihnya tumpukan kertas yang ada disamping Nata, melihatnya satu - persatu. "Aku bantuin ya!" Ucapnya lalu pergi ke mesin yang ada disebelah Nata. Mulai mengurutkan satu persatu tumpukan kertas yang ada didepannya.

Setengah jam kemudian, mereka berdua berdiri didepan pintu percetakan dengan kedua tangan yang penuh.

"Makasih ya, Cha. Besok besok gue traktir makan ya!"

"Gapapa kali. Yaudah, pulang duluan ya!"

"Eh tunggu!" Tavisha menghentikan langkahnya setelah merasakan tangan kirinya tertahan. Tak lama kemudian, Nata meraih paperbag yang tergantung di tangan kiri Tavisha. "Sini gue bantuin bawain ke mobil." Tavisha cuma bisa menurut dan melangkah mendahului Nata kearah mobilnya.

Setelah mengantarkan Tavisha dan barangnya ke mobil. Nata dengan berat hati berjalan menuju mobilnya. Masih terbayang - bayang akan gadis itu. Terlintas cepat di pikirannya untuk mengikuti gadis itu, tanpa berpikir lama Nata langsung menyalakan mesin mobilnya dan meluncur keluar menjauh dari percetakan.

Beruntung, dengan cepat Nata menemui mobil Tavisha yang terparkir di depan minimarket dekat kampus. Dengan ragu, Nata memarkirkan mobilnya tak jauh dari minimarket dan menunggu di dalamnya, berharap keputusan yang dia ambil benar.

Dear name | 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang