"Dek bangun dek, dicariin ayah." Ayana berusaha membuka matanya lalu beberapa kali mengucek matanya pelan. Tumben, nggak biasanya Aidan membangunkan Ayana langsung seperti pagi ini.
"Kenapa kak?" tanya Ayana begitu berhasil bangun dari tidurnya.
"Dicariin ayah." Jawab Aidan singkat lalu merapikan rambut Ayana dan beranjak pergi keluar dari kamar adiknya.
Beberapa menit kemudian, setelah berhasil mengumpulkan nyawa dan beranjak dari tempat tidurnya, Ayana melangkah keluar kamar. Terlihat ayah sedang duduk diam sambil membaca korannya di ruang tengah.
"Pagi yah." Sapa Ayana sambil jalan menuju dapur dan mengambil segelas air untuk diminum.
"Nah, kalo gini kan kamu bakal terbiasa bangun pagi nanti di Jerman, dek. Sini duduk, ayah mau ngomong." Perasaan Ayana mulai berubah begitu ia duduk berhadapan dengan ayah di ruang tengah.
"Tumben banget yah, pagi – pagi gini udah ngajak ngobrol aja." Kata Ayana sambil meminum airnya.
"Loh? Anak ayah mau sebentar lagi mau pergi jauh masa ayah gaboleh ngabisin waktu bersama gitu? Biar kaya iklan di TV dek, lebih akrab gitu ngobrol pagi – pagi gini." Sahut ayah, lalu tersenyum kecil.
"Kalo di TV kan sambil minum teh, yah. Lah ini adek malah minum air. Salah ih!" Ucap Ayana mencoba bercanda.
"Ada – ada aja kamu, dek. Ayah jadi takut nanti ayah gaada temen ngobrol lagi kalo kamu udah pergi." Ayana mencoba tersenyum seperti biasa. "Tapi ayah janji nanti nyusulin kamu sama mama, tapi inget, janji kamu."
"Harus jadi anak mandiri biar dapet cowo Jerman." Timpal Ayana lalu terkekeh.
"Ih anak ayah kok gini sih? Pinter banget. Hahahaaha. Emang ga marah pacar kamu yang disini kalo kamu pengen dapet cowo di Jerman?"
"Hah? Yakali yah, mau cari cowo lagi. Adek mau belajar yang bener dulu, biar nanti ayah sama mama jadi nyusul." Ingin rasanya menambahkan kata papa di antara kalimat itu, namun masih berat rasanya.
"Makasih ya, dek." Ucap ayah sambil mengelus pelan rambut Ayana. "Ayah gatau harus ngapain buat bikin mama kamu bahagia. Meskipun dia bilang semua cukup, ayah masih mau bikin mama kamu lebih bahagia lagi. Dan ayah gatau gimana jadinya kalo kamu ga dapet kesempatan ini. Asal kamu tahu, mimpi mama adalah mimpi ayah juga. Dan ayah bahagia akhirnya kamu yang mewujudkan mimpi itu."
"Aidan juga mau deh kalo gitu kaya ayah sama mama." Sosok Aidan tiba – tiba muncul dan melemparkan tubuhnya ke atas sofa. "Aidan mau punya anak yang bisa ngelanjutin sekolah ke... London!"
"Kenapa London kak?" sahut Ayana.
"Biar kalo mau nonton bola ga jauh!" mereka bertiga tertawa bersama disela perbincangan pagi itu. Perbincangan yang berhasil mengingatkan Ayana pada suatu perpisahan yang akan dia hadapi.
Setelah mandi, dan bersiap – siap. Ayana, Aidan dan ayah berangkat menuju rumah sakit. Menjemput mama yang hari ini sudah boleh pulang.
Wajahnya masih pucat saat ditemui pagi itu, tapi mama masih tersenyum menyambut keluarganya dengan hangat. Matanya masih bersinar diantara beberapa tangkai bunga yang dibawa Aidan.
"Asik, besok udah ada yang masakin Aidan nasi goreng buat sarapan lagi!" Aidan bersorak kegirangan sambil menggandeng mama menuju mobil. Ayana cuman bisa tertawa melihat tingkah kakaknya yang manja bila ada didekat mama.
"Gimana kabar anak mama yang cantik ini? Udah mulai seneng – seneng kamu dek? Jangan lupa bikin kenangan yang banyak sebelum pergi." Tanya mama sambil mengusap kedua pipi Ayana pelan.
"Tenang aja mah. Palingan juga abis ini dia berangkat road trip lagi sama anak kos an. Eh abang ikut ya, dek? Ehehehehe. Loh ini ayah kemana?" tanya Aidan lalu mulai celingukan.
"Aduh yang udah kangen mama sampe ayah ditinggalin dibelakang bawa barang – barang berat." Tiba – tiba terdengar suara ayah dari belakang. "Untung ada Reno, yang bantuin ayah."
"Eh bang Reno?" tanya Aidan begitu melihat Reno berdiri disamping ayah dengan tangan penuh. Ayana masih diam ditempat, memandangi Reno dengan tatapan tak percaya.
"Halo, Ay." Tanpa membalas, Ayana hanya mendekat lalu mulai mengambil tas yang ada di tangan Reno.
"Ayah kalo butuh bantuan seharusnya panggil aku aja." Sebelum Ayana bisa mengambil tas yang ada ditangannya, Reno melangkah mundur.
"Udah, gue aja."
"Eh makasih banyak lo, Reno. Udah sampe sini aja. Dek, ajak Reno sarapan gih! Kasihan dia tadi udah bantuin mama beres – beres dari jam setengah enam." Mulut Ayana ingin menolak, namun apa bisa buat? Dia cuman mengangguk pasrah.
Setelah memasukan barang ke mobil. Akhirnya Ayana resmi ditinggalkan oleh keluarganya dengan tugas memberi sarapan Reno yang berdiri disampingnya.
"Mau sarapan apa?" Tanya Ayana. Reno menoleh dengan cepat, lalu menggaruk kepalanya.
"Gatau."
"Masak di kos an aja ya, bang. Daripada bingung."
"Yaudah." Jawab Reno singkat, lalu mereka jalan menuju tempat parkir. Begitu sampai, Ayana mulai heran. Semuanya berubah. Jaket Reno sudah nggak bau asap rokok lagi. Helmnya sudah bersih dari sticker kartun aneh – aneh. Dan helm yang dia pegang, sudah tidak berbau parfum seperti biasanya.
"Udah ga pernah goncengin orang ya bang?" tanya Ayana sambil memakai helmnya.
"Hm. Tau aja." Reno mulai menyalakan mesin vespanya. Lalu memakai kaus tangan warna hitam. Ayana bingung, tumben banget. Vespa Reno berjalan menjauhi rumah sakit, dengan Ayana yang duduk di kursi belakang.
"Bang Reno."
"Hm?"
"Tumben diem aja."
"Lah emangnya gue harus apa, Ay? Atraksi gitu? Biar kaya anak geng motor? Ada - ada aja.."
"Nyanyi dong." Reno terkekeh pelan.
"Hah?"
"Sepi banget, ga kayak biasanya."
"Emang biasanya gue ngapain?"
"Ya, biasanya..." Ayana memberi jeda pada perkataannya. "biasanya bang Reno ngajak bercanda, cerita macem - macem, terus biasanya nyanyi. Ayo nyanyi dong, bang."
"Yaudah gue ceritain aja nih, tentang ibu - ibu yang jualin bubur kemarin pagi.."
"Nyanyi aja.." Reno pun memilih untuk mengalah.
"Nyanyi apa, Ay?"
"Terserah."
"Yaudah, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Pegangan." Hening.
"Ga akan jatuh kok bang."
"Liat tuh!" Reno menunjuk ke arah pos polisi didekat lampu merah. "Nanti gue di tilang lagi kalo bawa cewe cantik tapi ga dijagain." Manusia ini memang sedikit menyebalkan, tapi apa daya Ayana juga pernah memiliki rasa buat manusia ini.
"Nyanyi dulu dong bang."
"Ok, awas lu sampe ga pegangan. Nanti lo gue jadiin jaminan kawin, eh jaminan tilang maksudnya."
Terlambat kusesali semua yang terjadi
Disaat kutahu kau tak mungkin kembali
Tak kusangka sedalam ini ku terluka
Karena cinta yang ku ingkariTakdir tak ingin kita bersatu
Kini kau bersamanya
Tak ada ruang untukku dihatimuSenja – Perih
Yang Reno ingat hari itu cuman, langit pagi, udara sejuk, pemandangan yang ramai akan orang yang lari pagi di trotoar jalan dan kedua tangan hangat yang memeluk pinggangnya ditengah bisingnya jalan. Tangan yang sudah ia rindukan seribu tahun lamanya akhirnya bisa memeluknya kembali, menemaninya dikala sisi gelap hidup yang menerjang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear name | 101
General FictionAn alternate universe story. Pure berisikan kumpulan cerita penuh kearifan lokal. Cast : yours truly, 101