Rama dan Lia

121 8 0
                                    

Siang itu, Rama lagi sibuk ngerjain tugasnya di perpustakaan. Ditemani Raka yang tertidur di meja begitu Rama menyelesaikan lembar pertamanya. Beruntung punya penjaga perpustakaan yang baik, Raka pun ga diusir.

"Kak Rama?" tiba – tiba terdengar suara bisikan dari samping. Rama pun noleh. Tak lama kemudian datang seorang cewe dengan paperbag warna pink ditangannya. Lo tau kan apa yang bakal terjadi?

"Ini aku bikinin cokelat, siapa tahu bisa dimakan sambil nugas disini." Katanya sambil meletakkan paper bagnya didepan Rama.

"Gue makan sama yang lain boleh kan?" dia mengangguk setuju. "Makasih." Cewe itu pun pergi.

Kehabisan sumber, Rama pun bangkit dan kembali menyusuri rak buku. Meninggalkan Raka yang pasti aman ditempatnya.

Tangannya menyusuri buku demi buku. Membaca judulnya satu persatu. Mencari yang paling cocok untuk diambil. Sampai akhirnya, berhenti di salah satu rak didekat dinding.

"Permisi." Katanya begitu melewati seseorang didepannya.

"Lagi nyari apa?" Rama pun noleh ke asal suara.

"Um, bahan revisi." Jawabnya singkat. Cewe itu ketawa.

"Lo lupa ya sama gue?" Rama noleh lagi, mencermati wajah orang yang menjadi lawan bicaranya.

"G-gue lupa." Jawab Rama dengan polosnya. Dan cewe itu melongo.

"Lo Rama kan?" dia mengangguk.

"Kok lo kenal gue?"

"Karena, waktu itu kita kenalan." Jawab cewe itu yakin. "Lo ga inget pernah nabrak gue di deket lobby?" dan akhirnya Rama ingat.

"Milea? Milia?" tanya Rama menerka.

"Lo pikir gue karakter novel?" ledek cewe itu sambil ketawa.

"Aduh serius gue lupa." Balas Rama sambil menggaruk kepalanya. "Lo yang waktu itu diajak kenalan sama Raka kan?" cewe itu mengangguk.

"Gue Lia, Thalia." Jawab cewe itu sambil melambaikan tangan.

"NAH IYA! THALIA!"

"SSTTT!" seru seseorang dibalik rak, membuat keduanya tertawa.

"Sorry ya gue lupa."

"Iya, serius amat lo nyari bukunya?" tanya Lia memulai obrolan.

"Iya gue dikejar deadline, hehe."

"Makalah?" Rama pun mengangguk. "Sini gue bantuin."

"Emangnya lo tau apa aja bahannya?" tanya Rama sambil kembali mencari buku referensi di antara susunan rak di perpustakaan. Tapi Lia cuman ketawa, tangannya ikut sibuk mencari buku di antara rak.

"Sefokus itu ya lo sama materi dosen di kelas?" Rama menghentikkan aktivitasnya, lalu memandang Lia heran.

"Lo ada kelas bareng gue?"

"Menurut lo siapa yang ngoreksi tugas makalah lo yang kata pengantarnya berantakan itu?"

"Lo asdos, Thal?" Thalia menggeleng.

"Bukan, gue cuman diminta bantuin kemarin, hehe." Rama pun terdiam.

"Lo yakin mau bantuin gue?"

"Kenapa enggak, Ram?"

"Gue nggak ngerepotin lo kan?"

"Apaan sih? Lebay banget lo kaya mau ngutang sama penjabat aja, Ram."

"Bukan begitu, Thal.." sebelum bisa menyelesaikan kalimatnya, terasa getaran dari balik saku celana Rama. Akhirnya, Rama pun pamit tanpa menyelesaikan kalimatnya dan segera lari keluar dari perpustakaan.

"Halo, iya bunda?"

"Kamu dimana sekarang Ram?"

"Di kampus bun. Mau dimana lagi?"

"Oh, belajar ya?"

"Iya, ini Rama nugas di perpustakaan bun. Ada apa?"

"Engga, bunda takut kamu kelayapan aja."

"Emangnya Rama anak SMA apa suka kelayapan? Rama udah gede, bunda. Ga ada waktu buat kelayapan." Jawab Rama sambil mencoba memendam amarahnya.

"Bunda cuman khawatir sama kamu, Ram. Jangan sampe kamu ketularan teman kos kamu ngelakuin yang engga – engga!"

"Iya bunda, teman kos rama gaada yang macem – macem kok! Tenang aja."

"Yasudah kalo gitu. Nanti malam pak Norman bunda suruh anter makanan ke kos an. Jangan lupa ya!"

"Bunda.."

"Iya, Ram?"

"Bunda nggak mau ikut nganter makanannya? Sekalian lihat – lihat kos an Rama, kenalan juga sama teman – teman kos Rama."

"Bunda gaada waktu. Kapan – kapan saja. Lagian kos an isinya juga semua sama." Jawab bunda singkat. "Bunda tutup ya, dah."

Berbicara dengan bunda merupakan suatu tantangan untuk Rama. At least, ngobrol lewat telfon, tanpa perlu menatap wajah bunda membuat Rama merasa lebih rileks. Tapi semua tetap sama, semua usaha yang Rama coba untuk mendapat perhatian bunda akan sia – sia pada akhrinya.

"Eh ini anak! Dicariin didalem taunya diluar. Ini tas lo! Berat banget, lo mau ngampus apa jadi kuli sih, Ram?" omel Raka setelah melewati pintu perpustakaan sambil menyerahkan tas Rama.

"Lah ngapain lo bawa keluar? Barang – barang gue gimana?" tanya Rama sambil memeriksa isi tasnya.

"Dih bukannya minta maaf, malah ngomel ini anak. Lo itu yang gimana? Masa gue ketiduran malah ditinggal cabut. Untung tadi Thalia bangunin gue."

"Hah Thalia?"

"Iya, tadi dia yang bangunin gue. Dia bilang katanya, tugasnya dia bawa? Pokoknya, dia nyuruh gue keluar. Katanya lo harus pulang." Tak lama kemudian, hp Rama bergetar. Menampilkan notifikasi baru di layar utamanya.


Tenang aja, gue tulus kok mau bantuin lo.

Lebih baik sekarang lo pulang, terus mandi sama keramas.

Itu muka udah kaya koran alas sholat di jalanan, Ram. Lecek!


"By the way ini kita mau langsung pulang apa gimana?" tanya Raka sambil menggaruk kepalanya. "Gue laper Ram!" tapi Rama masih terdiam ditempat, memandangi layar hpnya.

"Laper? Yuk!" Raka cuman bisa melongo setelah melihat respon Rama.

"Tumben banget lo semangat gini?"

"Yuk! Kita delivery aja kaya biasanya. Gue mau cepet pulang! Mau mandi gue!" ajak Rama sambil merapikan tasnya.

"Hah lo kenapa deh? Perasaan lo ga mandi empat hari aja masih betah."

"AAYO RAK GUE MAU MANDI." Ajak Rama sambil menggiring Raka menjauh dari pintu perpustakaan.

"Kesambet apa sih lo hari ini?! Kenapa juga gue diketekin gini?!"



Jadi gini rasanya naksir sama orang?

Halo semua👋🏻
Terima kasih udah meluangkan waktu kalian buat baca Dear name sampe chapter ini🙏🏻❤️ Hope y'all have a good time selama baca works ku yang satu ini😊 Terima kasih atas dukungannya💙 Sampai jumpa di chapter selanjutnya👌🏻

Keluarga besar cast dan author Dear name | 101 mengucapkan:

"Selamat tahun baru untuk semuanya🎉 Semoga selalu bahagia❤️"

Love, starlight.

Dear name | 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang