Part 7

2.4K 137 25
                                    

Shiren memeluk tubuh Thya sambil menangis di bahunya. Begitupun dengan Thya, Thya selalu berpikir Shiren sangat sayang pada dirinya, lain dengan Mama dan Ayah yang menganggap Thya layaknya seperti anak buangan.

"Dek, lu kemana aja." Shiren  bertanya.

"A ... aku takut kak." Thya menjawab agak gugup.

"Takut kenapa dek? Jangan-jangan ada makhluk lain yang mau ngambil lu?" Shiren masih saja menyeletuk, namun ucapannya benar.

"Iya kak, mereka neror aku. Aku gak tau lagi harus apa Kak." Thya menjawab pasrah.

Shiren melepas pelukannya dengan Thya. "Emang kamu disana diapain Thya?" tanyanya seraya mengelap pipinya yang sudah basah karena menangis.

"Kata mereka, setiap malam jum'at aku harus ke tempat mereka, jam dua belas malam kurang lima menit." Mata Thya berkaca-kaca.

Lagi-lagi Shiren menitikkan air mata. "Jangan Dek, Kakak masih butuh kamu."

Thya membuang napas berat. "Aku harus gimana lagi Kak,kalau aku tidak menuruti perintahnya jiwaku akan berada ditangan mereka Kak."

Shiren tersenyum tipis pada Thya, dan mengelus rambutnya pelan. "Baiklah, asalkan dirimu selamat Dek. Kak Shiren sangat sayang padamu."

Thya tak bisa membentuk senyuman dibibirnya. Shiren pun langsung pergi dari kamarnya, dan meninggalkan Thya yang termenung sedih. Thya juga tak mau pergi dari Shiren atau keluarganya.

***

Bel pulang sekolah berbunyi. Tetapi Thya tidak masuk ke sekolah hari ini, dia harus benar-benar kembali sehat. Karena kejadian semalam, Thya terus bermimpi aneh.

Bella tidak mempunyai teman selain Thya. Karena teman-teman di sekolah tidak mau berteman dengannya mungkin karena dia berteman dengan Thya. Maka Bella dijauhi juga.

Lalu bagaimana dengan martin? Apakah semenjak Thya dekat dengannya, teman-teman Martin akan menjauhinya? Tidak, justru banyak yang mau berteman dengan dirinya. Dari parasnya, kelakuannya dan juga dari keluarga bangsawan. Bahkan, hampir seluruh siswi di sekolah itu menyukai Martin.

Bella berdiri di depan pintu gerbang. Hari ini cuacanya sungguh panas. Bulir keringat mulai berjatuhan di dahinya. Sesekali Bella menyipitkan mata, dia melihat Martin sedang bertengger di motor sportnya. Lalu, Bella menghampiri Martin. "Hai Martin, lo liat Thya nggak?"

Martin menggeleng cepat. "Gak tau, kan lo sekelas sama dia."

Bella menghela napas. "Tapi kemaren pas gua telepon  dia, nomornya nggak aktif dan gak diangkat-angkat." ucap Bella kepalang panik.

"Gue juga, Bell."

Tiba-tiba Reyna datang dan berkata. "Heh temen anak indigo, lo gausah deket-deket sama doi gue deh," Reyna mendorong dada Bella.

Bella langsung menepis tangan Reyna, dan mengibas-ibaskan kedua tangannya sendiri di baju bekas Reyna dorong. "Weh, biasa aja kali. Gak usah dorong bisa gak?" ujar Bella bergaya sok di depan Reyna.

"Doi? Hahaha. Gak salah denger kan gue? Lagian juga Martin mana mau sama lo. Orang jahat kek lu gak ada yang mau," sindir Bella yang membuat Reyna menautkan kedua alis.

Don't Approach MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang