Part 26

1.1K 64 4
                                    

Tatapan sinis dari Shiren kepada Martin yang begitu takut melihatnya, Rafa yang sudah mulai tegang karena suasana seperti ini. Martin hanya menunduk dan berdiri di samping Rafa. Dia tak mau melihat Shiren dengan tatapan seram.

"Duh, anjir merinding nih bulu gue." batin Rafa.

Rambut Shiren yang terlihat berantakan dan agak kusut, membuat penampilan yang dilihat orang akan menilainya buruk. Matanya yang sudah memerah dan pipinya terpenuhi air mata.

"Lo bisa aja nyakitin adek gue, tapi gak gini caranya! Lo hampir ngilangin nyawa adek gue!" ucap Shiren dengan nada tegasnya dan terisak-isak karena menangis.

Air matanya mulai berjatuhan lagi, Rafa yang melihat Shiren langsung menyikut tangannya agar duduk di kursi. Rafa mengusap-usap bahu Shiren dengan pelan, "Kak, ini bukan salah Martin. Tapi ini sudah kehendak Tuhan. Aku harap kakak mengerti dengan keadaan seperti ini." ujar Rafa.

Martin yang berdiri di hadapan Shiren, terdiam kaku. Dirinya tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Matanya mulai berkaca-kaca, tetapi dia menahan itu agar air matanya tidak jatuh.

"Tapi dia hampir ngilangin adek gue Raf, gue emang terima hinaan dari semua orang yang sering bully Thya karena indra ke enamnya. Tapi ini? Lo bayangin aja sih saudara lo kayak Thya, dan baru dikasih kabar setelah beberapa hari kemudian dan dia berada di rumah sakit." jawab Shiren dengan jelas.

Shiren memeluk Rafa sebagai pelampiasan tangisannya. Jaket Rafa basah karena air mata Shiren yang jatuh di bahunya.

"Waduh, ini kenapa jadi kayak gini." batin Rafa yang dipeluk dan merasa canggung.

Martin yang melihat Rafa, tidak ingin tertawa. Karena baru kali ini Rafa dipeluk oleh Perempuan, kecuali Mama nya.

"Kak, ma-maafin gue. Gue tau gue salah, gue emang bego jadi cowok. Sampe-sampe cewek yang gue sayangi hampir kehilangan nyawa. Maafin gue ka," ucap Martin yang berjongkok dihadapan Shiren.

Shiren yang mendengar itu, langsung melepas pelukannya dari Rafa. Dia mengusap pipinya sendiri. "Gue gak bakal maafin lo, lo gak tau apa yang Thya alami. Lo cuma pengen liat dia bahagia, tapi nyatanya? Dia tersakiti."

"Gue bakal ngelakuin apapun demi Thya kak, asalkan lo maafin gue kak. Dan gue gak akan ngulangin kejadian ini lagi," jawab Martin.

"Alah. Basi yang ada, lo bukan nya ngejagain Thya malah bikin dia kayak gini." sahut Shiren dengan cepat.

***

Hari sudah sore, matahari mulai terbenam dan menampakkan indahnya langit berwarna merah, jingga, dan kuning. Shiren yang masih di rumah sakit dan juga masih memakai pakaian yang kemarin.

Rafa dan Martin sudah pulang, dia memutuskan itu agar tidak berdebat kepada Shiren. Kalau berdebat bersamanya urusan akan menjadi panjang.

Para Polisi berlari-larian di area rumah sakit, Shiren yang melihat mereka tampak terburu-buru membulatkan mata. Dia mulai mengikuti arah Polisi.

Dan seketika menaiki tangga darurat, Shiren yang mengikuti mereka dari belakang secara diam-diam begitu penasaran.

"Loh kok naik tangga? Kenapa gak pake lift?" batin Shiren.
"Ah sudahlah ikuti saja," sambungnya.

Saat mereka sudah berada dilantai 4. Shiren merasa kelelahan, dia bersender ke tembok dengan posisi berdiri. Dia menengok ke kanan dan ke kiri.

Shiren mengambil napas perlahan, rambutnya berterbang-terbangan. Lorong disini sangat sepi, tiba-tiba ada yang memanggil dirinya.

Shiren, tolongilah aku.

Shiren tidak tahu harus melakukan apa, dia terpaksa untuk diam sejenak. Lagi-lagi suara serak itu memanggil ke arahnya.

Jika kamu tahu kalau aku ada di hadapan mu sekarang, mungkin kamu akan lari.

Shiren menutup matanya, dia takut. Karena sosok yang ia kenali  bilang 'ada di hadapan nya'. Lalu tangannya meraba ke depan, saat itu ia tidak memegang apa-apa seolah-olah itu kosong.

"Dia hantu," batin Shiren.

Mata Shiren terus tertutup.

"Kita ambil posisi alih disini," suara pria terdengar sampai ke telinga Shiren.

Shiren mencoba membuka matanya perlahan-lahan. Tidak ada siapa-siapa di hadapannya.
Dia menoleh ke depan, seorang Polisi berjalan menuju tangga darurat lagi. Ada dua polisi yang memegang pistol. Shiren sangat penasaran, akhirnya ia melanjutkan untuk mengikuti Polisi itu.

Saat berjalan di tangga darurat, Shiren memikirkan sesuatu.
"Tadi dia bilang apa? Tolong? Emm...apa jangan-jangan itu hantu yang berada di lantai 6?! Dan mungkin polisi ini sedang mencari jasadnya? Ok gue ikutin mereka deh," gumam Shiren sendiri.

Hallo semuanya!

Terima kasih yang sudah baca :)

Jangan lupa untuk Vote dan Komen ya! 😊❤

Thanks- Author.

Don't Approach MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang