Part 22

1.2K 75 4
                                    

Itu hanya mimpi Lauren Methya. Lauren Methya. Lauren Methya.

Terbangun di pagi hari dengan terbaring di kasur kamar Rumah Sakit. Akhirnya ia sadar juga. Bagaimana pun sudah 5 hari ia berada di rumah sakit yang tidak dalam keadaan sadar.

Matanya terbuka sedikit demi sedikit, kelopak matanya berkedip-kedip. Berada di mana aku? Batinnya bertanya-tanya.

Melihat ke kanan kiri, tangan kirinya sedang di infus dan butuh banyak darah.

"Akhirnya anda sadar juga. Kami di sini menunggu anda agar kondisi anda stabil." Ucap dokter sambil melepaskan masker penutup berwarna hijau.

Thya heran kenapa dia ada di rumah sakit? Apa penyebabnya? Dan kenapa ... Ups kepalaku di lapisi balutan seperti tisu panjang yang terus melintasi kepala ku.

Benar kan aku Thya?

"Emm..kenapa aku bisa berada di sini, dok?" Tanya thya sambil mengusap-usap kepala nya.

"Beberapa hari yang lalu anda mengalami kecelakaan. Seorang pria dan anda." Jawab dokter.

Hah, pria? Siapa dia? Apa aku mengalami hilang ingatan?

"Dok, apakah saya mengalami hilang ingatan?" Tanya thya yang ragu-ragu untuk menanyakan itu.

"Mungkin 2 hari atau esok ingatan anda akan pulih." Jawab dokter, ia langsung pergi keluar dari kamar thya dan menangani pasien lainnya.

Suster menyiapkan makanan di atas mejanya. Bubur dan air putih serta buah-buahan.

Ketika suster menyusun buah-buahan. Thya melihat seorang perempuan tua berdiri di pintunya.

Tidak mempunyai kelopak mata, berwarna hitam. Baju pasien seperti yang ku pakai, dan rambut terurai-urai.

Suster menengok-nengok ke arah thya, heran dari tadi ia terus menatap pintu itu.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya suster itu kepada thya yang terus  melamun.

Suster ini ketakutan, bulunya merinding, dan gemeteran.

Tiba-tiba, tubuh thya dirasuki oleh seseorang. Refleks ia pingsan.

.

Di kelas martin, ia sudah memulai untuk kembali ke sekolah lagi. Kali ini dia sangat pendiam, duduk di kursinya dan meletakkan kedua tangannya di atas meja.

"Hai martin! Gue udah lama gak liat lo, tau gak?" Tanya reyna yang datang menghampiri martin.

Karena tidak ada respon dari martin, reyna segaja untuk mengoyang-goyangkan tangan martin yang berada di atas meja itu.

"Bisa diem gak?!" Ketus martin sambil melepaskan tangannya yang di pegang oleh reyna.

"Ya maaf. Kenapa sih marah-marah terus sama gue?" Tanya reyna keheranan karena ia selalu di perlakukan seperti ini.

"Pergi gak dari sini. Jangan pernah temui gue lagi!" Ucap martin dengan kesal sambil mendobrak meja temannya.

Reyna pun akhirnya pergi, semua anak kelasnya melihatnya dengan tatapan aneh.

"Tadi udah di usir sama martin kan?" Tanya bella di tempat duduknya reyna.

"Misi gue mau duduk," jawab reyna yang mengalihkan pembicaraan.

"Wetss, jawab dulu nyet."

Mendengar pertanyaan di akhir kata dari bella, ia menjambak rambutnya.

Bella pun menjambak rambutnya reyna, "Nyari mati ya lu? Nih gue jambak ampe rambut lu botak."

"Lepasin gak?!" Tanya reyna yang berusaha melepaskan tangan bella dari rambutnya.

"Gak bakal. Lu yang udah bikin sahabat gue sampai sekarang terus di bully. Apa lu tau apa yang dia rasain? Apa lu tau sakit yang dia alami? Apa lu tau semua masalah yang ada pada dirinya?!"

Reyna pun tidak peduli, ia hanya meladeni ocehan bella.

"Gak sama sekali. Ngapain amat gue kepoin si anak indigo itu."

Mendengar perkataan dari reyna. Ia menjambak rambut reyna sekuat-kuatnya.

"Aduh, aduh sakit goblok."

"Kalau mau di lepasin. Lu harus minta maaf sama thya kalau ia sudah masuk kesekolah!" Bella langsung melepaskan tangannya dari rambut reyna

"Iya!" Jawab reyna dengan ketus.

.

Shiren pergi ke rumah temannya, rumahnya sangat sepi. Seperti tidak ada penghuninya sama sekali.

"Gue harus nyari adek gue kemana lagi, ta." Ringisan shiren kepada temannya dita.

"Ya gimana ya. Kita juga udah nyari adek lu. Tapi gak ada juga." Jawab dita dengan pasrah.

1,2,3 air mata terus berlinang di pipinya. Membasahi leher nya sehingga ke bajunya.

.

Thya tertidur di mimpinya. Ternyata sosok perempuan itu merupakan pasien dari kamar ini.

Thya melihat kejadian yang membuat sosok perempuan itu meninggal.

Tolong aku, mayat ku di taruh di lantai 6. Disana tidak ada siapa pun. Aku harap kamu bisa menolongiku, agar arwah ku tidak bergentayangan.

Thya menggangguk.

"Kenapa kamu bisa sampai seperti ini?" Tanya thya kepada hantu perempuan itu.

Waktu itu, saya sudah sampai detik mati di rumah sakit ini. Saya ingin membagikan warisan kepada anak saya. Ternyata pada malam hari, seorang laki-laki dan perempuan membekap saya dengan bantal. Lalu mereka melepaskan oksigen yang berada di hidung saya. Mata saya di pukul oleh mereka sehingga seperti ini. Tolonglah saya,

Hantu perempuan tua itu mengatakan panjang lebar yang ia alami kepada thya.

Thya tahu keadaannya, sungguh sedih. Thya bersyukur ia dapat menolong seseorang lagi walaupun sudah tidak bernyawa. Setidaknya ia dapat menolong arwah mereka yang masih bergentayangan.

"Baiklah aku akan menolongmu." Thya langsung pergi dari dunia itu dan ia sadar kembali.

Dokter terus memeriksa detak jantungnya. Thya ingin mengatakan kepada dokter atau suster. Kalau ia sendiri yang ke sana, tidak mungkin. Dengan kondisi yang belum stabil.

"Akhirnya dia sadar juga." Ucap dokter ke perawat lainnya yang berada di kamar thya.

"Dok.. apakah saya boleh bertanya sesuatu, dok?" Tanya thya dengan ragu.

"Tentu saja boleh, memangnya ada apa?" Dokter menanggapi pertanyaan thya dengan senyuman.

*
Hallo semuanya!

Alhamdulillah, saya bisa update lagi. Karena ini hari libur, jadi saya sempatkan untuk lanjutin cerita ini lagi. Besok , mungkin saya akan update.

Gimana di part ini? Beri vote dan komentar kalian ya😊❤


Terima kasih semuanya💙

Don't Approach MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang