Part 36

970 53 4
                                    

"Eh, Thya udah balik ke sekolah lagi ya? Kemaren kemana aja?" Lisa bertanya sinis pada Thya yang baru saja datang ke kelas bersama Bella.

"Kemaren dia sakit. Udah jangan banyak ngomong." Bella menjawab cepat.

Lalu, Thya dan Bella duduk di kursi mereka masing-masing. Baru saja duduk, Reyna, Yura, Lisa, dan Siska menghampirinya. "Lo kemaren sakit, ya? Kenapa nggak mati sekalian? Kan enak kalo Martin buat gue. Tapi kalo sama lo mah, nggak cocok sih." ucap Reyna seraya melipat kedua tangan di depan dada.

Thya mendongak. "Plis jangan ganggu aku."

"Siapa juga yang mau ganggu lo. Kita disini cuma mau nanya doang kali," sahut Yura sambil memutar kedua bola mata.

Disamping kiri Siska terdapati Reyna, dia mendekatkan mulutnya dan berbisik ke telinga Reyna. "Jangan main-main sama anak ini Rey. Ntar lo di marahin sama Martin,"

Setelah mendengar bisikan Siska. Reyna memicingkan mata. "Yeh, belagu anak indigo ini mah kalo dibiarin! Apa-apa Martin, kalo nggak ada Martin, udah lenyap tubuh lo sama gue!" teriak Reyna.

Thya menundukkan kepala, dia meneteskan air mata.

"Heh goblok. Emang lo Tuhan apa? Emang lo Malaikat yang bakal cabut nyawa orang? Lo cuma manusia! Yang ciptain diri lo itu Tuhan, begitu juga dengan Thya. Dia juga manusia, yang sama rupanya kayak kita! Kalo ngomong saring dulu, pengen gue tampol pake baja mulut lo lama-lama." Bella menyahut keras.

Siska tertunduk diam, "Haduh, baru aja gue bilangin si Reyna." batinnya.

"Santai aja dong mba. Sok nasehatin gitu," sindir Lisa.

Bella menghembuskan napas berat. "Santai? Lo pikir kalo temen lo yang lagi kayak gini, lo bakalan santai aja gitu? Nyadar bego!"

"Noh kan si Thya mah diem aja. Malah lo yang nyap-nyap. Aturan mah ngomong kek! Dasar gagu!" ujar Yura.

"NGATAIN APA LO, SAT!? Kok kelakuannya nambah kayak anak umur empat tahun sih kalian? Gue bener-bener capek ngasih tau ke kalian, tiap hari mulut lo ngebully orang terus! Kapan sih berubah? Kapan? Kalo bukan cewek, udah gue pites tulang lo!" Martin berucap kesal. Amarahnya memuncak dan tak dapat ditahan, sampai-sampai Martin mengeluarkan kata-kata kasar.

"Gue bakal berubah, kalo si Thya. Keluar dari sekolah ini!" Reyna membalas dengan tatapan melotot ke arah Thya.

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Reyna. "LO YANG HARUSNYA PERGI DARI SEKOLAH INI! BUKAN LAUREN METHYA! BUKAN, DIA BERHAK SEKOLAH. ENGGAK KAYA LO, SEKOLAH CUMA BUAT NYARI SENSASI KAYAK SAMPAH!" papar Martin.

Lisa, Yura menunduk dalam-dalam. " Siapa sih ini yang ngadu ke Martin?" batin Yura. Sementara Siska berkata dalam hati, "Ya Tuhan maafkan dosa Siska yang tertumpuk pada kejahatan."

Tak lama, Martin mengambil tas Thya. Dan berkata, "Ayo ikut gue,"

Thya bangkit, dan menuruti perintah Martin.

***

"Martin," Thya berucap, dia duduk di bangku taman.

Martin menoleh ke samping kiri, "Apa?"

"Ntar aku pindah sekolah aja ya. Aku juga mau pindah rumah," Kedua mata Thya berkaca-berkaca saat mengatakan itu. Dia tersenyum tipis, namun ada kesedihan didalamnya.

"Enggak. Kamu nggak boleh pergi, Martin sayang sama Lauren."

Martin langsung memeluk Thya, dia menangis. "Jangan pernah pergi. Gue udah nggak punya siapa-siapa lagi, selain lo." ujar Martin seraya mengelus puncak kepala Thya.

Don't Approach MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang