"Thya." Shiren berucap yang duduk disofa ruang tamu, bersebelahan dengan Thya.
Thya menoleh, "Apa Kak?" tanya Thya heran.
"Selama lo disini, lo ngerasa ada yang ganggu lo nggak?"
Thya mengangguk pelan. "Sering, Kak. Bahkan ada yang ngintai aku sampai masuk ke mimpi. Emangnya kakak ngerasa diganggu juga, ya?"
Terlihat Shiren menghela napas perlahan, "Iya. Di kamar gue, kan ada kursi kayu. Kemaren malam jam setengah dua-an, gue denger kursi itu kayak goyang sendiri. Bahkan bukan semalem doang, kemaren-kemarennya juga." tutur Shiren.
Mendengar penuturan Shiren. Thya berpikir keras, sepertinya penghuni rumah ini menginkan dirinya dan Shiren untuk pergi dari sini. "Kak, disini memang banyak penghuninya. Tetapi ada sosok lima anak kecil yang semasa hidupnya mengerikan. Tapi Thya gak tahu penyebab kematian mereka berlima. Yang salah satunya merupakan ibu mereka." jawab Thya.
Shiren menelan saliva, bulu kuduknya meremang. "Jangan bikin gue ketakutan, Dek."
"Thya bener Kak."
"Oh iya, kemaren malem pas gue mandi, kan itu baru pulang dari kampus, tiba-tiba kerannya mati sendiri." sela Shiren, lalu melanjutkan ucapannya. "Gue takut, mereka bikin kita diambang kematian."
Mata Thya membulat sempurna. "Gimana kakak jadi Thya ya. Udah jadi gila, mungkin." celetuk Thya.
Shiren menyipitkan mata, kemudian menundukkan kepala. "Kakak mau pindah rumah, Thya."
Thya mengerutkan kening. "Tapi Kak."
"Tapi apa?"
"Aku masih mau sekolah disini. " Thya menjawab pelan.
"Kalo gitu, gue aja yang pindah. Kalo lo nggak mau, gak papa. Tapi itu juga buat keselametan kita. Yang gue takutin, mereka bakal ngisengin atau ganggu kita terus, dan kita bakal mati karena penghuni rumah yang lo bilang tadi."
Thya langsung menangis, dan membuka mulut. "Kak, Thya gak mau kakak jauh dari Thya. Mama dan ayah gak pernah peduli sama Thya. Cuma Kak Shiren doang. Thya sayang sama Kak Shiren," ucap Thya, lalu memeluk Shiren.
Shiren menitikkan air mata dan jatuh dipundak Thya. "Gue gak tau harus ngelakuin apalagi. Gue udah stress sama rumah ini, sebenarnya ini udah lama. Walaupun mereka gak terlihat dimata gue, tapi gue bisa ngerasain. Kak Shiren sayang Thya,"
"Mereka neror aku, Kak. Mereka ingin aku mati bersama mereka." ujar Thya.
Shiren mengelus pelan rambut Thya. "Gue sedih, kalo jadi lo. Jadi, anak indigo yang semasa hidupnya selalu diincar oleh hantu. Thya, kakak sayang sama Thya. Thya harus bahagia."
Thya terisak-isak menangis didalam pelukan Shiren. "Thya gak bisa bahagia, kakak pasti tau apa yang sering Thya lewati tiap hari. Dimulai dari hinaan teman-teman, mama dan ayah juga gak pernah anggep Thya didepan temannya. Dan, mereka." lirih Thya.
Shiren melepas pelukannya, "Kakak udah nemuin rumah baru, yang jaraknya jauh dari sekolah Thya. Thya juga bisa daftar sekolah di dekat rumah baru kita. Semoga aja disana, orangnya baik dengan Thya. Sekarang Thya mending tidur, lusanya kita akan pergi dari tempat ini." jelas Shiren.
Thya mengelap pipinya yang basah. Setelah itu, ia meninggalkan kakaknya yang tertunduk menangis diam-diam duduk diatas sofa.
***
Mood Martin sedang kacau dihari ini. Tadi pagi, sehabis mengantar Thya pulang ke rumahnya. Ibu tiri Martin memarahi dirinya, hanya karena adik tirinya yang berumur lima tahun, berjenis kelamin laki-laki. Adik tirinya sering kali berkata yang tidak sopan untuk didengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Approach Me
HorrorAku berbeda, karakter yang ku miliki memang berbeda dengan yang lain. Bicara dengan mereka, tertawa dengan mereka dan bermain dengan mereka. Mungkin orang lain menganggap ku gila karena hal itu. Mereka terus mengikuti ku, kenapa? Tiap kali mereka...