Suara gonggongan anjing rupanya tidak mempan untuk mengganggu Shiren dari tidurnya. Dia tertidur di kursi tunggu sandar berwarna silver yang panjangnya sekitar 138 cm. Pukul dua dini hari, angin dingin meresap ke dalam tubuh Shiren, membuat dirinya menggigil sekujur tubuh.
Walaupun dirinya sudah memakai baju lengan panjang dari rajutan benang wol, tetap saja baju setebal itu sama sekali tidak berpengaruh dengan angin-angin malam serta jeans yang ia gunakan.
Shiren hanya mendesah pelan. Dia kedinginan, warna wajah kulitnya sudah memucat pasi. Selimut juga tidak ada, mata hijaunya sudah berwarna kemerahan di sekitar sklera.
Posisi tidurnya miring, kedua tangannya ia silangkan untuk mengusap-usap bahunya. Ia mencebikkan bibirnya. Tetapi, kali ini bulu kuduknya berdiri. Merinding, suara tangisan bayi baru lahir terdengar nyaring hingga ke telinga Shiren.
Gadis berambut pirang itu sungguh ketakutan. Kemarin dan hari ini, ia belum makan apapun. Hanya meminum air setengah botol, dan bodohnya lagi sisanya ia buang ke tempat sampah.
"Owek...owekk..." bayi itu menangis lebih keras, jaraknya tidak jauh dari Shiren.
Shiren tidak tahu lagi harus berbuat apa? Ada yang sedang mengganggu dirinya? Mungkinkah suster? Atau.......
Tidak, tidak. Jangan berpikiran aneh dulu, dia tahu mereka sedang berkumpul padanya. Mengganggu tidurnya yang malang seperti ini, kalau Thya ada disini mungkin mereka akan meminta-minta tentang kematian mereka yang tak wajar di rumah sakit ini.
Walaupun Shiren tidak bisa melihat mereka secara langsung, namun ia tengah merasakan langkahan kaki melewati dirinya, dia bersenandung menyanyikan sebuah lagu untuk bayinya. "Nina bobo... ooooh Nina bobo...."
"Nya-nyayian itu?" batin Shiren.
Dahinya mengkerut penasaran, "Bukankah, itu nyanyian mistis? La-lalu si-siapa perempuan itu?" Shiren berucap pelan dengan bibir yang terus gemetar.
"Gu-gue bener-bener takut. Apa yang harus gue lakuin?" lanjutnya.
Baiklah, setelah beberapa menit tangisan dan nyanyian suara itu sudah tidak ada lagi. Shiren mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, kakinya turun ke keramik, tunggu..dia seperti menginjakkan sesuatu.
Shiren mengeluarkan napas perlahan. Mencoba menundukkan kepalanya ke bawah dengan mata tertutup, "Satu..Dua...Tiga.." Mata Shiren membulat.
Darah, darah. Ia menginjak darah itu. Telapak kedua kakinya dipenuhi sebercak darah berwarna merah segar. Detak jantungnya sangat cepat, terkejut. Seketika ia mulai mengingat tentang 'suara tangisan bayi dan langkah seseorang.' Yang sempat mengganggu tidurnya.
Dirinya menoleh cepat ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapa-siapa. Bahkan tidak ada satu makhluk pun yang berada disitu. "Eh gila. Ini jam berapa? Ya Tuhan, tolongilah Shiren. Ini darah apaan?!" Shiren berucap seraya menanyakan sesuatu.
"Yakali setan punya kaki,"
Shiren menggeleng-gelengkan kepalanya, ucapannya yang tadi tidak masuk akal. "Ah ada-ada aja lo. Ya, terus ini darah siapa?"
"Itu darah bayiku." Suara lirih dari seorang perempuan.
Shiren menoleh mendadak, mencari dimana keberadaan suara itu. Sudah ia cari, tetap saja tidak ada siapapun. Lagi, dan lagi dirinya dibuat ketakutan di rumah sakit ini.
Beberapa hari yang lalu ia naik menggunakan lift dengan sendirian, hantu itu menampakkan dirinya pada Shiren walaupun hanya sekilas. Tetapi sudahlah, lupakan.Kemudian, dia pergi ke kamar mandi untuk mencuci kotoran darah yang ada pada telapak kakinya. Sesudah itu ia masuk kamar rawat Thya, dengan sebuah kunci yang telah diberikan oleh Dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Approach Me
TerrorAku berbeda, karakter yang ku miliki memang berbeda dengan yang lain. Bicara dengan mereka, tertawa dengan mereka dan bermain dengan mereka. Mungkin orang lain menganggap ku gila karena hal itu. Mereka terus mengikuti ku, kenapa? Tiap kali mereka...