Jam delapan malam. Thya melindur dari tidurnya dan berteriak-teriak. "Tidaaaaak, tidaaaaak jangan ganggu akuu!!"
Shiren mendengar suara itu dari sebelah kamar. Dia terkejut, dan meloncat dari atas ranjang. Lalu bergegas ke kamar Thya yang tertutup.
Tok...tok..tokk
Shiren mengetuk pintu Thya, sementara Thya terus berteriak histeris.
"Dek buka pintunya, Dek, kamu teriak-teriak terus, kenapa?! Dek buka pintunya ini kakak." heran Shiren dan terus mengetuk pintu Thya. Setelah lamanya Thya berteriak kini telah terhenti, tiba-tiba pintu kamar Thya terbuka sendiri.
Shiren membulatkan mata. Dia berkata dalam hati, "Loh kok ini pintunya kebuka sendiri," Tanpa berpikir panjang, Shiren sudah tahu. Dia langsung menghampiri Adiknya yang tertidur di kasur.
"Thyaa, bangun Dek! Bangunn," Shiren menangis karena Thya belum bangun dari tempat tidurnya, ia tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya ia memanggil Bibi. Bibi yang merasa seseorang memanggil-manggil dirinya, langsung lari dari dapur dan ke kamar Thya.
"Ada apa Non Shir---" ucapannya terputus ketika melihat Thya yang terbaring lemas di ranjang bersamaan dengan Shiren yang menoleh ke arah pintu sambil menangis tersendu-sendu.
"Bi, Bibi tolong aku Bi. Thya belum bangun juga. Tadi Bi Eni dengar kan Thya teriak-teriak?"
"I..iya Non tadi Bibi juga dengar. Saya ambil minyak kayu putih dulu ya Non." Eni bergegas pergi ke bawah tangga, ia segera mengambil minyak kayu putih untuk Thya.
Bibi berlarian ke kamar Thya, ia hampir terjatuh. Tetapi tidak. "I-ini non." Eni Mengulurkan tangannya dengan minyak kayu putih kepada Shiren.
Shiren merampas benda kecil tersebut, dan mengoleskannya ke hidung Thya. "Dek ayo bangun dek!" Shiren meringis seraya mengguncangkan kedua tangan Thya. "Huhuhu.. Bi ini gimana Bi, saya udah kasih minyak kayu putih ke hidung Thya. Tapi dia belum bangun juga."
Bibi mengeluarkan napas perlahan. Dia menemukan ide, walaupun hanya sederhana. "Gimana kalau Nona Shiren bawa Non thya ke rumah sakit? Bibi panggil Pak Supir ke sini ya." usul Eni.
Shiren memgangguk manggut-manggut. Dan memegang tangan Thya yang putih pucat.
***
Bella berjalan melewati tiap-tiap lorong sekolah. Sambil mengemut permen lolipopnya. Tiba-tiba lelaki berpostur lebih tinggi darinya dan mengenakan jaket, menghampiri dirinya.
"Heh, lu temennya anak yang kemarean, kan?" tanya Martin.
Bella mendongak, dia melepas lolipopnya. "Apaansi lo. Hah heh hah heh. Nama gue tuh Bella Nickole. Lo boleh manggil gue Bella atau orang cantik." Dengan pedenya ia berkata seperti itu kepada Martin.
Martin berdecih, dia harus menanyakan misinya kepada Bella. "Najis. Geer banget sih lo. Siapa nama anak yang kemaren gue serempet? Kan lo temennya."
Di sekolah ini Siswi yang paling cantik hanya Lauren Methya walaupun ia mempunyai kekurangan, indigo baginya adalah hal yang paling menarik. Dia ditarik oleh mahkluk gaib bahkan dimimpinya.
Bella tersedak dengan perkataan Martin. Ia menghela napas dan bilang. "Oh. Nama dia Lauren Methya, panggil aja Thya. Mau nanya apa lagi lo? Jangan yang aneh-aneh."
Martin melipatkan kedua tangan di depan dada. "Terserah gue mau nanya apa. Gue keluarin dari sekolah mau lo?"
Martin Geovanna adalah anak dari pemilik Sekolah ini, kelakuannya yang Cool Bad membuat para wanita tersipu padanya. Dan ketampanan yang ia miliki.
Bella hendak mau pergi dari hadapan Martin. Ia menjawab. "I-iya udah si biasa aja kalee." Bella langsung berjalan. Tetapi lengan kanannya ditarik oleh Martin.
"Tunggu ..."
Bella menyembunyikkan wajahnya. Dia menunduk malu, dan berkata dalam hati. "Aduhh nih orang make narik tangan gue lagi. Pasti pipi gue lagi merah nih."
Bella mendongak, dan meronta-ronta cekalan dari tangan Martin. "Ih apaansi lepasin gak?!"
Akhirnya Martin melepaskan tangannya. Ia mengernyit bingung. "Nih tuh gue lepasin, pipi lo napa merah begitu?" tanya Martin heran.
Bella menggeleng, dia langsung pergi dari hadapan Martin.
***
Martin bertengger di atas jok motornya di depan pintu gerbang sekolah. Bel pulang sekolah telah berlalu sekitar dua menit yang lalu. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, sepertinya dia tengah menunggu seseorang.
"Hai Martin. Pasti lu lagi nungguin gue kan?" tanya Reyna dengan super pede-nya.
Martin berdecih, ia membuang cairan mulutnya ke bawah tanah. "Apaan si lo, ngaco! Pergi gak lu!" usirnya dengan ketus.
"Bisa gak si sama gue ngomongnya baik-baik." ujar Reyna yang merasa kalau Martin memerlakukan dirinya tidak baik, seperti Thya.
"Bisa, tapi lu jangan ganggu gue lagi!" cetus Martin mulai kesal, dan meng-gas motornya, meninggalkan Reyna yang terpaku diam di tempat.
***
Martin terus menatap layar ponselnya agar Thya merespon pesan darinya. Tetapi tak satu pun balasan dari Thya.
"Gue kenapa si mikirin dia melulu? Padahal dia gak mikirin gue." Martin bergumam sendiri.
***
Hallo semuanya! Sebelumnya terima kasih ya yang udah baca cerita ini. Maaf kalau ceritanya agak kurang jelas dan tulisannya ada yang typo. Jangan lupa vote dan komen cerita ku ya😊 semoga kalian suka!💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Approach Me
HorrorAku berbeda, karakter yang ku miliki memang berbeda dengan yang lain. Bicara dengan mereka, tertawa dengan mereka dan bermain dengan mereka. Mungkin orang lain menganggap ku gila karena hal itu. Mereka terus mengikuti ku, kenapa? Tiap kali mereka...