Part 29

1.2K 56 13
                                    

Shiren dipenuhi rasa kekhawatiran. Adiknya terus menjerit dan berteriak tidak jelas diranjang tidurnya. Rasanya dia ingin merasakan sebagai anak indigo. Apakah dia akan menghindari para hantu itu? Atau  tidak? Sungguh ia ingin sekali merasakannya.

Namun, saat melihat Thya aneh karena sifat dirinya serta kelakuannya yang selalu berbicara dengan makhluk tak kasat mata, Shiren mengurungkan niatnya untuk membuka mata batinnya.

"Gila aja kali, sama tikus aja gue takut. Apalagi dihantui sama  setan,"  celetuk Shiren yang tengah duduk di ruang tunggu.

Shiren mendesah pelan, "Kasihan juga gue sama adik gue. Semoga dia bakal sembuh, dan besok dia bakal pulang." Shiren berdoa didalam hati.

Tiba-tiba seseorang datang dan menepuk bahunya. Dia dibuat terkejut dan mendongakkan kepalanya, ternyata itu adalah Rafa yang masih memakai seragam sekolah. Ya mungkin dia sudah pulang sekolah, karena jam menunjukkan pukul 15:15.

Shiren menepis lengan itu dari bahunya. Lalu ia bangkit dari kursi sehingga berhadapan dengan pria itu. "Ngapain lo disini? Mana temen lo si Martin?"

Rafa menggeleng tidak mengerti, baru saja datang sudah ditanya hal seperti itu. "Gue gak tahu kak, justru gue mau nanya Martin ada disini apa enggak.."

"Gak ada. Intinya lo pulang aja sekarang! Dan ingetin si Martin jangan pernah temui Thya lagi!" Shiren menjawab dengan ketus, teringat bahwa adiknya hampir kehilangan nyawa karena Martin.

Mendengar jawaban itu, Rafa langsung meninggalkan Shiren tanpa membalas satu kata pun. Berjalan satu langkah demi langkah ditambah dengan memikirkan kemalangan hidup yang sedang dialami oleh Martin.

Bahkan Shiren main mengatakan seperti itu, dan tidak tahu bagaimana keseharian Martin yang gundah. Ia tidak bisa berpikir kalau Shiren akan sejahat itu, jika Shiren tahu bahwa Martin telah merasakan kehilangan Ibunya demi perceraian sang Ayah.

"Gue gak bisa ngomong kayak gitu dihadapan Martin. Dia lagi sedih sekarang, kalo gue bilang itu ke dia mungkin malah menjadi-jadi dan bakal gila." Rafa bergumam sendiri sambil melangkahkan kaki menuju parkiran.

***

Bella sedang berdiam diri dipojokan kamarnya. Seharian ini dia tidak membukakan pintu sama sekali, pembantunya pun sudah mengajak dirinya untuk makan tetapi tetap tidak mau.

"Gue kangen Thya. Dia dimana  sekarang?" ucap Bella dengan tetesan air mata.

Dia mulai mengingat-ingat kejadian saat dirinya di Sekolah Dasar pada hari pertama masuk. Tidak kebagian tempat duduk dan salah satu perempuan menawari untuk duduk bersamanya. Yaitu Thya, perempuan yang selalu tersenyum walaupun dirinya tersakiti.

"Sesekali gue pengen banget jadi hantu, kemana-mana ada untuk Thya. Bahkan kalau gue mati sekarang gak papa," Bella frustasi, dia berucap asal.

Ponselnya yang berada di atas meja rias, diambilnya. Dia menyalakan layar ponsel tersebut, berharap Thya akan membalas obrolan pesan darinya.

Menekan aplikasi SMS yang selalu dipakai Thya. Tetapi tidak ada pesan apapun dari Thya, "Yah, Thya kemana si?"

Sebuah pesan dari Rafa nampak dilayar tersebut. Banyak sekali pesan dari Rafa dan Martin.

Rafa: bel...

Rafa: p

Rafa: lo gak sekolah? Kemana aja?

Don't Approach MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang