Bukan apa-apa, ini tentang dimana Thya harus lari dari semua kejadian yang sama seperti ini. Apa yang harus ia lakukan? Dia hanya duduk berdiam diri bersama sosok perempuan itu, dia sama sekali tidak punya pilihan.
Jiwa raganya memang sedang terbaring di tempat tidur ruang UGD. Tapi rohnya berada di sana, menemani sesosok hantu perempuan, yang menginginkan bantuan darinya. "A-aku mau pulang," Ucap Thya dengan suara gugup karena menangis.
"Tidak akan, gadis cantik. Kau harus bersama ku disini." Hantu itu menjawab dengan perasaan senang yang membuat suasana hati Thya semakin takut.
Thya terus menangis. Dia tidak dilukai dengan hantu itu, tapi dia takut dengan wajah seram yang tidak mempunyai kelopak mata dan terus menatapnya dari tadi. Thya hanya menundukkan kepalanya, duduk dengan menekukkan lututnya.
"Sebenarnya, kondisi dia sudah pulih. Tetapi kenapa belum sadar juga," Dokter yang sudah berkali-kali memeriksa keadaan Thya, selalu bertanya-tanya kepada suster lainnya di ruangan Thya.
"Saya juga tidak tahu, Dok. Semenjak beberapa hari yang lalu saat saya ingin memberinya makanan dia hanya menatap lurus pintu ini, dia terus melototinya seperti ada sesuatu yang aneh di pikirannya." Salah satu Suster menjawab.
Setelah mendapat jawaban dari Suster itu, Dokter mulai berpikir dia telah mencari alasan mengapa Thya tidak sadarkan diri dari beberapa hari yang lalu.
"Emm, saya ingat. Dua minggu yang lalu ada pasien di ruang ini. Dan saat paginya saya lihat dia sudah tidak ada di ruangan ini." Ujar Dokter sambil memegang dagunya seraya berpikir.
"Ah, iya benar. Kenapa kami baru mengingatnya sekarang? Dia perempuan bukan?" Tanya dari salah satu Suster.
"Ya, tetapi aku tidak tahu ciri-cirinya. Bagaimana kalau kita beritahu ke penjaga untuk mencari perempuan itu seluruh lorong rumah sakit ini?" Sahut Suster yang saat itu menjaga sosok perempuan yang kini sudah tewas.
Dokter mengangguk setuju. Dia segera keluar dari ruangan Thya, Shiren yang masih menunggu adiknya agar mendapat kabar dan berpakaian kusut layaknya seperti orang tak mandi.
Shiren langsung berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Dokter. "Dok, bagaimana keadaan adik saya?" Tanya Shiren yang cemas.
Dokter menghela napas perlahan. "Maaf, adik anda belum sadarkan diri. Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi belum ada hasilnya."
Wajah Shiren kini semakin cemas, pucat dan tegang tidak tahu harus melakukan apalagi.
"Apa ada sesuatu yang ingin anda sampaikan melalui kami?" Tanya Dokter.
Shiren berusaha merangkum yang ada di dalam otaknya. Dua menit ia berpikir, lalu mengingat bahwa tadi ia telah ditemui oleh makhluk tak kasat mata.
"I-iya Dok, ada yang mau saya katakan. Tetapi sebelum itu, bisakah kita bicara di tempat yang agak sepi?" Jawab Shiren.
Dokter menoleh ke kanan dan ke kiri. Baiklah, memang agak ramai. Dia membawa Shiren ke dalam ruangannya.
Shiren yang duduk di hadapan Dokter ragu untuk mengatakan hal yang aneh menurutnya.
"Sebenarnya, tadi pagi saya ke kamar mandi. Saya tidak tahu kalau di belakang saya saat berkaca di depan cermin besar ada wanita tua yang seperti hantu, dia bilang.............................. di lantai 6 dia terletak disana." Ucap Shiren panjang lebar.
"Baiklah nona, saya akan sampaikan ini kepada pihak rumah sakit. Terima kasih atas informasinya. Sebelumnya ini sudah saya duga, tapi terima kasih." Jawab Dokter yang telah mengetahui kejadian sebenarnya.
Setelah itu Shiren langsung keluar dari ruangan Dokter. Ia berdoa agar semuanya berhasil, dan adiknya pun kembali. Shiren berjalan dengan lesu dan tidak ada gairah sama sekali, ia duduk di depan ruang tunggu Thya sembari membuka botol aqua miliknya yang dipegang dan memasukannya ke dalam mulut.
***
Martin dan Rafa yang tampak terburu-buru untuk menjenguk Thya di sekitar area rumah sakit.
"Etdah jalan buru-buru amat. Sabar nape," Ujar Rafa yang berusaha mengimbangi gerak jalannya dengan Martin.
Martin hanya menoleh sekilas, "Salah dewek." Ucapnya dsn langsung melanjutkan perjalanannya.
Marti dan Rafa yang hampir sampai di ruangan Thya, melihat perempuan berambut hitam kecoklatan duduk dengan kepala ditundukkan. Martin menyipitkan matanya, berusaha melihat jelas siapa perempuan itu.
"Itu kan Kak Shiren. Haduh mati gue kalo, harus jawab apa nih." Batinnya yang tengah berdiam diri dan ditinggalkan oleh Rafa.
Rafa yang sudah sampai di depan pintu ruangan Thya, menghampiri Shiren yang duduk terdiam kaku. Rafa menengok ke kanan dan berdadah-dadah kepada Martin.
Shiren pun mendongak, "Ngapain lo disini?!" Tanyanya dengan ketus.
Martin yang sudah berada di hadapan Shiren, hanya bisa mematung dan menundukkan kepala. Ia tidak tahu harus menjawab apa. "Martin, martin belom jadi adik iparnya aja udah kayak begini." Batinnya berkata.
Baru kali ini Martin takut kepada seseorang, takut kepada Kakak Thya. Se-begitukah cintanya kepada Thya? Martin hanya takut kalau ia di cap sebagai 'Pembawa Sial Untuk Thya' kata-kata itu yang terlintas di pikirannya.
Hallo semuanya!Terima kasih yang sudah baca😊
Jangan lupa untuk Vote dan Komen ya!😚❤
Thanks -Author
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Approach Me
HororAku berbeda, karakter yang ku miliki memang berbeda dengan yang lain. Bicara dengan mereka, tertawa dengan mereka dan bermain dengan mereka. Mungkin orang lain menganggap ku gila karena hal itu. Mereka terus mengikuti ku, kenapa? Tiap kali mereka...