Part 34

1.1K 55 18
                                    

Kejadian semalam membuat Martin dan Rafa enggan mengunjungi rumah Thya. Martin tak bisa membayanginya, baru ada dua hal yang begitu menakuti dirinya. Yang pertama, ketika dia berada di kamar mandi rumah sakit. Ke dua, saat dia berdiri di ambang pintu kamar Thya dan mendengar Thya berbicara serta tertawa sendiri.

Apa jadinya bila hantu itu menampakkan rupanya di hadapan Martin?

Rafa juga sama seperti Martin. Menurut dia, hal yang kemarin itu ada yang menjahili dirinya. Entah sosok hantu atau manusia jadi-jadian.

Mereka berdua pulang cepat-cepat tanpa pamit kepada Bella dan Thya. Bella untuk hari ini sampai esok menginap di rumah Thya, tadinya ia ingin menebeng di motornya Rafa, karena Rafa sangat pelit, alhasil ia membatalkannya.

Itu kejadian semalam yang dialami oleh mereka.

Kalau sekarang, Martin dan Rafa tengah menjalani kegiatan belajar mengajar di sekolahnya. Martin sungguh bersemangat, bahkan tadi pagi dia datang ke sekolah pukul enam lewat sepuluh. Bagaimana? Martin tak waras, kan? Apa dia habis kerasukan setan? Gara-gara hal kemarin? Tidak dengan ke dua-duanya, dia senang karena Thya sudah kembali sehat.

Meskipun Thya tidak hadir ke sekolah hari ini.

"Hai my Martin." Seorang perempuan berambut hitam panjang sepinggang menyapa Martin.

Martin menoleh ke kanan, dia berdecak kesal. "Ngapain si lo kesini?" tanyanya dengan ketus.

Perempuan itu adalah Reyna. Dia ke kelas Martin dengan membawa ke tiga temannya, seperti Lisa, Yura, dan Siska.

"Pergi dari kelas gue." lanjut Martin.

Reyna menautkan kedua alisnya. "Hah? Lo manusia apa hewan si? Gue kan nyapa lo, dan lo malah jawab kayak gitu." ujar Reyna.

"Terserah gue. Mulut-mulut gue, lo yang bacot." sahut Martin yang tak mau kalah.

"Galak banget ya anak kepala sekolah ini. Padahal mah udah sempurna, tapi karena kegalakannya jadi kurang sempurna." Siska ikut-ikutan menyeletuk.

Wajah Martin memanas, dia bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan mereka. Terutama menatap tajam kepada Siska. "BILANG APA LO TADI?! EMANG LO UDAH SEMPURNA? INTROPEKSI DIRI ORANG MAH! BISANYA NASEHATIN ORANG, TAPI LO SENDIRI? MANA? NGOTAK DONG! PUNYA OTAK DIPAJANG DOANG!"

"Mampus lo, Sis." batin Lisa tertunduk diam.

Siska tak berani beradu tatap dengan Martin. Teman-temannya pun tak mau membantu dirinya. Gawatlah dia! Mengatakan sepatah katapun tak bisa.

Perdebatan mereka menjadi sorot mata bagi para murid di kelas Martin. Semua mata mereka hanya tertuju pada tempat duduk di belakang barisan kedua.

"DIEM KAN LO. INGET, GAK ADA YANG SEMPURNA DI DUNIA INI! GUE TAHU LO SE-GENGAN SAMA SI REYNA CABE. TAPI PLIS LAH, PERILAKU NYA JANGAN KAYAK ANAK TK. MENDING LO PERGI DARI KELAS GUE! DARIPADA GUE ABISIN SEKARANG!" Martin berkata tegas dengan suara ditekankan.

Siska hampir saja menangis, namun ia menahannya. Dia tidak bisa berkutik apapun. Lisa dan Yura saling bergandengan tangan, memberi kode untuk segera pergi.

Dengan beraninya, Reyna mendongak. "Maafin gue dan temen gue Martin." ucap Reyna, kemudia beranjak pergi dari situ bersama teman-temannya.

"Kalian gak usah liatin gue kayak gitu!" cibir Martin kepada teman-teman sekelasnya.

***

Bel istirahat berbunyi, Martin tidak keluar dari kelas. Mungkin karena kejadian tadi pagi, sehingga mood nya memburuk. Rafa yang beda kelas dengan Martin, seperti biasa mengunjungi kelasnya dan menghampiri Martin.

Don't Approach MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang