Belum ada satu minggu tak satu kantor dengan Jimin rasanya Seulgi sudah rindu. Ia baru sadar bahwa ia terlambat menyadari perhatian dan perlakuan Jimin padanya. Seulgi tak menyangka selama itu Jimin memeperhatikannya. Dan Seulgi merasa bersalah saat ia menolak untuk menjadi kekasih Jimin, walaupun permintaannya dan pelokannya tak secara langsung dan terang-terangan namun tetap saja Seulgi sudah menolak Jimin kalau di pikir-pikir lagi.
"Huh!" Seulgi menghembuskan nafasnya kasar sebelum kembali memulai pekerjaannya.
Baru beberapa hari tak bertemu dengan Jimin dan hanya mendapat pesan seperti pola makan tiga kali sehari, membuat Seulgi berharap ada pesan masuk yang menyatakan ada seseorang menunggu di tangga darurat. Tiba-tiba ia terseyum saat perlakuan Jimin padanya dulu selalu ia tolak dan ia acuhkan.
Tapi sedetik kemudian ia mengangguk-anggukan kepalanya. "Salah siapa juga mencium memeluk orang seenaknya." batin Seulgi dengan pancaran senyum geli di wajahnya. Mengingat kejadian saat Jimin selalu berbuat seenaknya sendiri.
Satu pesan baru saja masuk dari ponselnya, dan benar sekali itu Park Jimin yang berisi pengingat Seulgi untuk segera makan siang dan begitu pun sebaliknya Seulgi membalas pesan Jimin untuk makan siang juga. Dan hanya sebatas itu pesan yang Seulgi dapat. Tidak lebih dan tidak ada balsan lagi. Dan hampir setiap hari pesannya sama.
'selamat bekerja, jangan lupa makan siang, hati-hati di jalan, sudah malam cepatlah tidur."
Rasanya Seulgi ingin membalas pesan Jimin lebih panjang dan menanyakan tentang aktivitas pria itu. Namun Seulgi takut hanya balasan-balas yang sudah bisa ia tebak dan gombalan-gombalan Jimin jika bertanya sedemikian.
"Kenapa murung?" tanya Wendy saat baru saja selesai menghadap kepala bagian yang baru.
Seulgi mengeleng.
"Hati-hati kepala bagian yang baru galak, ia hanya manis dengan karyawan pria. Ku rasa ia adalah perawan tua." bisik Wendy memulai bergosip.
"Aku sedang tak minat untuk bergosip Wendy-ssi." tolak Seulgi secara terang-terangan.
"Baru terasa ya?" tanya Wendy enteng sambil mendudukan diri di kursinya.
"Apa?" tanya Seulgi tak paham.
"Kangennya!" balas Wendy dengan tatapan meledek.
Seulgi diam dan membuang nafasnya kasar. "Ku rasa." ucapnya kemudian.
"Hubungi saja dia, tanyakan sedang apa dan lain sebagainya. Tak usah gengsi daripada menyesal nantinya?" saran Wendy tepat sasaran.
Seulgi pun mulai memalingkan wajahnya dari Wendy, mempertimbangkan ucapan Wendy walaupun dalam hati ia merasa kesal karena menjadi bahan Wendy untuk menghibur diri dari patah hatinya.
"Apa kau ingin ikut ke club saja malam ini? Siapa tau kau bertemu dengannya disana seperti dulu." ajak Wendy mengingatkan Seulgi atas kejadian dimana ia dan Jimin memulai hubungan tak jelas ini.
***
Seulgi tengah duduk di ruang keluarga, menonton televisi menikmati akhir pekannya setelah semalaman menolak ajakan Wendy untuk pergi ke club malam. Jarang-jarang Seulgi bisa sebebas ini di akhir pekan, minggu lalu saja ia harus menyiapkan pesta di kantor dan minggunya harus menemani Jimin yang sekarang entah menghilang kemana. Bahkan di hari sabtu pun ia tak ada kabar sama sekali. Uh, sungguh menyebalkan!
Tanpa Seulgi sadari, kehadiran Jimin mulai ia rindukan. Yang awalnya terkesan mengganggu, kini ia rindu di ganggu dengan rayuan Jimin yang kadang dan memang sangat berlebihan itu.
"Kau tidak keluar?" tanya sang ayah mendudukan diri di samping Seulgi.
Seulgi pun mengeleng sekilas, kemudian hanya suara televisi menemani pagi bapak anak itu sebelum sang ayah memulai membuka suara yang membuat Seulgi mulai memperhatikan sang ayah.
"Biasanya pergi sama Wendy, tumben di rumah?!" ucap sang ayah membuka pembicaraan.
"Lalu Jimin tak kemari?" tanya sang ayah kemudian membuat fokus Seulgi kini beralih pada sang ayah.
Seulgi terseyum kemudian menggeleng, ayah maupun ibunya tak tau sejauh apa dan seperti apa hububgan Seulgi dan Jimin sebenarnya. Seulgi memilih diam dan kembali menonton televisi.
"Sudah berapa lama kalian pacaran? Ayah harap sih jangan hanya pacaran main-main. Usia mu sudah tidak muda lagi, ayah lihat sepertinya Jimin bisa dan mau diajak serius."
Seulgi menghadap lagi pada sang ayah kemudian menanggapi ucapan sang ayah dengan seyum, "entahlah yah, lihat saja nanti." ucapnya kemudian yang membuat ayahnya semakin memberi ceramah pada Seulgi.
"Nanti-nanti, nanti itu sampai kapan? Tanyakan pada Jimin kalau memang tak mau serius ya lebih baik putus saja. Kalian itu bukan anak SMP, SMA lagi. Pacaran jangan di buat main-main. Ayah dan ibu mu ini sudah semakin tua, kau harus ingat itu."
Seulgi memilih hanya diam jika ayahnya mulai membahas tentang pernikahan. Ia juga berpikir bagaimaba bisa putus dengan Jimin jika memulai saja belum?
"Seul" panggil sang ibu yang ada di dapur membuat Seulgi bisa sedikit bernafas lega karena bisa terbebas dari ceramah sang ayah tentang pernikahan.
"Iya bu, ada apa?"
"Kamu gak kemana-mana kan?"
Seulgi menggeleng.
"Ya udah ikut ibu saja arisan, gimana?" tawar sang ibu membuat Seulgi sesikit berpikir.
Bosan di rumah, jika di rumah saja pasti akan memdapat ceramah dari sang ayah. Tapi jika ikut arisan ia akan di beri banyak pertanyaan seputar pekerjaan, kekasih dan pernikahan.
"Baiklah bu, Seulgi siap-siap dulu." jawabnya kemudian meluncur ke kamarnya.
Seulgi memilih ikut ibunya arisan daripada harus mendengar ayahnya memberi ceramah seharian penuh. Walaupun pada nantinya ia pasti akan merasa jenuh saat ikut dengan ibunya arisan.
"Kan kalau gini enak!" ucap sang ibu membuat Seulgi bingung.
"Enak?" tanya Seulgi tak paham.
Mereka kini berada di taxi menuju lokasi arisan sang ibu.
"Ya enak, jarang-jarang kau mau ikut ibu arisan. Dan kalau di tanya gimana-gimana ibu jadi bisa jawab." ucap sang ibu menerangkan.
Namun tetap saja Seulgi masih bingung dengan sang ibu yang berbelit saat sedang bicara.
"Tapi ngomong-ngomong, kira-kira rencana Jimin menikahimu kapan ya?" tanya sang ibu kemudian. "Ibu jadi tak sabar melihatmu menikah. Kalian seriuskan?" lanjutnya membuat Seulgi memutar bila matanya dan beralih menatap jalanan yang cukup ramai.
Seulgi menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ternyata sama saja tak hanya ayahnya tapi juga ibunya sama-sama mengintrogasi hubungannya dengan Jimin. Bahkan sampai pukul sebelas lewat di hari sabtu ini Jimin belum memberinya pesan yang biasanya tak pernah ia lewatkan.
"Ah, ibu jadi ingin bertemu Jimin kalau begini." gumam sang ibu sambil terseyum membuat Seulgi jengah melihatnya.
"Sebenarnya anaknya itu siapa???"
Sepertinya kesalahan jika Seulgi mengikuti ibunya untuk pergi arisan, ia merasa asing dan hidup di dunia lain saat para ibu-ibu paruh baya itu tengah mengobrol. Ia tak begitu paham dengan obrolan-obrolan itu, dari obrolan yang membanggakan anak dan menantunya masing-masing hingga membahas cucu. Membuat Seulgi memilih diam dan masih terus menanti pesan dari Park Jimin tanpa ia sadari.
"Bagiamana anakmu? Kapan akan menikah? Sudah punya pacarkan?" tanya salah satu ibu-ibu entah pada siapa.
"Aduh, entahlah. Aku bingung dengannya, dia itu terlalu sibuk sama pekerjaannya. Rasanya ingin ku jodohkan saja. Aku sudah tak sabar punya cucu ini." balas wanita yang di tanya.
"Ah, Kang Seulgi sudah punya kekasih?" lanjutnya bertanya pada Seulgi dan membuat Seulgi menghentikan aktivitasnya dengan ponselnya.
Seulgi hanya bisa terseyum menjawab pertanyaan itu.
SOME
KAMU SEDANG MEMBACA
[S10] SOME [COMPLETE]
FanfictionSOME, hubungan yang tidak terikat namun saling mengikat. Kang Seulgi, wanita berusia 28 tahun yang belum pernah menikmati manisnya hubungan percintaan yang sesungguhnya harus berurusan dengan Park Jimin, kepala divisi pemasaran di perusahaanya beker...