Minggu adalah hari untuk bermalas-malasan bagi Kang Seulgi. Bangun siang dengan senyum cerah karena tidurnya benar-benar nyenyak. Seyum cerahnya berubah menjadi senyum malu-malu saat mengingat kejadian semalam, di tambah aroma Jimin yang masih lekat di tubuhnya karena jas yang memeluknya dengan hangat semalaman.
Sebenarnya malas untuk beranjak, tapi aroma masakan ibunya lebih mengiyurkan dari pada aroma parfum yang tertinggal di jas Jimin. Dengan sedikit malas Seulgi mengganti pakaiannya dan menghapus make up yang semalam tak sempat ia bersihkan. Mengunakan pakaian rumahnya ia berjalan keluar kamar dengan rambut yang ia kuncir asal dan penampilan alakadarnya.
"Omo!" kaget Seulgi saat mendapati pria yang tiba-tiba bersarang di otaknya setelah bangun tidur tadi dan kini sudah berada di hadapannya.
Park Jimin tengah duduk santai di ruang makan dan mengobrol dengan ayahnya. Sedangkan sang ibu tengah mengangkat sayur dari kompor untuk di bawa ke meja makan.
"Astaga! Ibu kira kau sudah siap. Ternyata masih baru bangun!" sapa sang ibu saat melihat putri tunggalnya itu berada di ambang lantai satu dan dua. Berdiri dengan kaku diantara tangga-tangga yang menghubungkan kedua lantai.
Melihat hal itu Jimin terseyum, untuk pertama kali ia melihat wajah Seulgi tanpa make up di hari secerah ini. Rasanya matahari kalah cerah dengan sinar wajah Seulgi yang tanpa dandanan itu. "Sana cepat mandi dulu, setelah itu sarapan!" perintah sang ibu membuat Seulgi kembali ke lantai dua.
Sekitar lima belas menit, akhirnya Seulgi kembali turun dan sudah terlihat lebih segar walaupun masih belum menggunakan make up di wajahnya. Seyum Jimin lagi-lagi terpancar saat Seulgi duduk di sampingnya yang menghadap ayah dan ibunya, menikmati sarapan bersama di rumah hangat milik keluarga Kang.
Suasana yang hangat tanpa kecanggungan sangat terasa di ruang makan itu, bahkan Jimin yang pertama kalinya ikut sarapan dengan keluarga Kang sangat menikmati momen hangat itu. Beda halnya dengan Seulgi yang terlihat biasa saja saat menikmati makanan favoritnya buatan sang ibu.
"Makan yang benar!" tegur sang ayah saat Seulgi hanya mengaduk-aduk makanannya di piring.
Melihat hal itu Jimin menengok ke arah kanannya, melihat Seulgi yang hanya memainkan sendok dan garpu. Mengaduk-aduk makanannya tanpa ada niatan untuk di masukan ke dalam mulut. "Kau sakit?" tanya Jimin sedikit berbisik, merasa tak enak jika harus membuat kepanikan di depan orang tua Seulgi.
Seulgi menoleh dan menatap Jimin dengan malas kemudian mengeleng. Dan setelah itu barulah ia mulai makan dengan benar. Malas berdebat dengan dua pria yang ada di ruangan itu.
Sarapan sudah, cuci piring juga sudah. Kini Seulgi tengah menegak air mineral yang baru saja ia ambil dalam kulkas. "Cepatlah bersiap, Jimin sudah menunggumu!" tegur sang ibu sambil melirik ke arah Jimin dan ayah Seulgi yang sedang mengobrol di ruang tengah.
***
"Kau sudah lebih baik?" tanya Jimin memecah keheningan yang terjadi diantara dirinya dan Seulgi sesaat setelah meninggalkan rumah keluarga Kang.
Bukannya menjawab Seulgi malah balik bertanya, "bagaimana bisa kau ada di rumahku?" tanya Seulgi dengan nada sedikit ketus.
Jimin terkekeh sambil menarik tangan Seulgi untuk ia genggam. "Itu sangat mudah." balas Jimin sekilas menoleh ke arah Seulgi yang mulai fokus menatapnya, menanti jawaban tanpa sedikit pun berniat melepas tangan Jimin yang mengengam tangannya.
"Aku tinggal naik mobil dari apartemenku menuju rumahmu. Dan sampailah aku." terang Jimin yang membuat Seulgi menatap pria di sampingnya itu dengan jengah.
"Ck! Jawaban macam apa itu!."
Jimin terkekeh kemudian mengecup punggung tangan Seulgi. Dan seperti tak pernah terjadi apa-apa Seulgi membiarkan hal itu, membiarkan semua kegiatan Jimin dan perlakuan pria itu padanya. Sekarang Seulgi sudah terbiasa dan akan berakhir sia-sia serta melelahkan jika ia menolaknya. Karena seorang Park Jimin pasti akan tetap memaksa.
Walaupun masih sakit akan kegagalan cinta pertamannya, Seulgi harus bisa untuk melupakan Song Mino yang akan segera menikah. Ia tak ingin lagi berharap pada calon suami orang. Dan Seulgi tak ingin merusak hubungan pertemanan antara dirinya dan Mino.
Apakah dengan memanfaatkan Park Jimin ia bisa segera melupakan Song Mino? Seulgi jadi serba salah sekarang.
"Kau kenapa eum?" tanya Jimin saat lagi-lagi Seulgi mulai melamun.
Seulgi mengeleng kemudian mencoba terseyum pada Jimin dengan sangat cangung.
"Mampir ke kantor sebentar ya!" ucap Jimin yang di beri anggukan ringan oleh Seulgi. Pasalnya wanita itu tak pernah tau kemana Jimin akan membawanya.
Setibanya di kantor, Seulgi mengikuti Jimin menuju ruangnnya. Mengambil beberapa barang yang katanya tertinggal. Namun sesuatu yang tak di sangka membuat Seulgi membelalakan mata saat Jimin tiba-tiba meneluknya erat. Bukan yang pertama bagi Seulgi di perlakukan sedemikian, namun ada yang aneh yang akhir-akhir ini selalu menghampiri dirinya. Di tambah lagi ucapan Jimin yang membuatnya memilih diam dan menikmati perlakuan Jimin untuknya.
"Rasanya rindu memeluk mu di ruangan ini." gumam Jimin di sela pelukannya sambil menghirup aroma manis milik Seulgi.
"Apa kau tak merindukannya?" tanya Jimin masih memeluk hangat tubuh Seulgi. Namun dengan segera Seulgi menggeleng, "untuk apa?" ucap Seulgi yang membuat Jimin sedikit mendengus dan selanjutnya melepas pelukannya, lalu pria itu mengetuk kening Seulgi dengan telunjuknya.
"Ck! Tak bisakah kau romantis sedikit saja?" ledek Jimin mengerucutkan bibirnya.
Yang di lakukan Seulgi hanya menatap Jimin malas dan menjawab perkataan Jimin, "Untuk apa? Memang kau siapa? Heol!"
"Ck!"
Dan Jimin pun memilih untuk segera mengambil beberapa berkas miliknya, kemudian menarik tangan Seulgi untuk segera keluar dari ruangannya itu. "Mau kemana lagi kita?" protes Seulgi saat tangannya di tarik dengan paksa.
"Ke apartemenku!"
"Mwo?!"
Jimin menghentikan langkahnya dan membalik badannya, melepas tangan Seulgi dan memberikan beberapa berkas dari tangannya ke tangan Seulgi.
"Menghukummu!" balas Jimin singkat kemudian berjalan mendahuli Seulgi. Rasanya Jimin kesal saja menadapat perlakuan Seulgi seperti itu.
Namun yang terjadi Seulgi malah menegang di tempat, takut dan was-was.
"Ayo!" ajak Jimin saat menyadari Seulgi hanya berdiam diri di ambang pintu lift yang mulai terbuka.
"Jika kita tak segera berangakat, kapan itu akan selesai?" ucap Jimin sambil menunjuk tumpukan berkas yang ada di tangan Seulgi dengan dagunya.
"Itu hukumanmu yang selalu menolak menemaniku lembur!" lanjut Jimin membuat Seulgi bisa bernafas lega.
"Apa jangan-jangan kau menginginkan sesuatu yang lebih saat di apartemenku? Hukuman yang lain mungkin?" bisik Jimin membuat Seulgi kembali menegang dan matanya terlihat melotot kaget.
Jimin terkekeh melihat hal itu, kemudian mendorong tubuh Seulgi dari belakang untuk segera masuk kedalam lift yang hampir tertutup. "Aniya, kajja!" ucap Jimin selanjutnya.
"Tapi jika kau menginginkan suatu yang lebih, aku juga tidak keberatan! Semua tergantung dirimu!" ungkap Jimin setelah pintu lift menutup dan membawa mereka ke lantai tujuannya.
Dengan malas Seulgi menoleh, memberi tatapan tajam kemudian memberikan berkas yang ada di tangannya ke tangan Jimin dengan kasar,
"aish!" gerutunta yang membuat Jimin menahan tawanya dan terus terseyum menatap Seulgi.
SOME
KAMU SEDANG MEMBACA
[S10] SOME [COMPLETE]
FanfictionSOME, hubungan yang tidak terikat namun saling mengikat. Kang Seulgi, wanita berusia 28 tahun yang belum pernah menikmati manisnya hubungan percintaan yang sesungguhnya harus berurusan dengan Park Jimin, kepala divisi pemasaran di perusahaanya beker...