SOME thirty-one

3.6K 563 39
                                    

Tubuh Seulgi terasa berat, matanya perlahan membuka dan yang pertama ia lihat adalah pemandangan yang sungguh sangat langka. Dada bidang seorang pria yang tengah memeluknya erat.

Nafas yang teratur, wajah damai saat tidur membuat pria yang tak lain adalah Park Jimin tersebut terlihat sangat berbeda. Terlihat seperti malaikat saat sedang tertidur, sungguh beda saat sedang bangun yang terkesan seperti evil sungguh menyebalkan dan mesum.

Perlahan tangan Seulgi dengan lancang menyetuh wajah Jimin, menelusuri tiap inci dan lekuk wajah pria yang tengah tidur sambil mendekapnya hangat. Melihat dengan jarak sedekat ini membuat jantung Seulgi berdetak tak karuhan. Dan tak pernah Seulgi banyangkan ia bisa tertidur dalam pelukan pria yang ada di hadapannya ini.

Terus memandangi wajah tenang Jimin tanpa ada niat untuk membangunkan atau sekali pun untuk segara beranjak dari ranjang.

"Tak usah terus memandangku seperti itu. Atau kau mau bertangung jawab dan meneruskan yang semalam?" gumam Jimin mengeratkan pelukannya membuat Seulgi tersipu malu dan malah membenamkan wajahnya ke dada Jimin yang polos tanpa kaos ataupun kemeja. Dan hal itu membuat Jimin terseyum, mengoda Seulgi adalah kegemarannya.

"Bolehkah?" tanya Jimin lembut.

Seulgi tak menjawab, mata sayunya hanya menatap Jimin pasrah.

Dengan sangat lembut Jimin kembali memulai aksinya, mencium setiap inci wajah Seulgi kemudian semakin turun. Tak mengubris, tangan Jimin mulai bergerilya menyusup pungung Seulgi mencari pengait bra wanitannya.

Gumaman Seulgi beberapa kali memanggil nama Jimin, membuat sang pemilik nama yang sudah berhasil menemukan pengait yang tinggal di lepas itu menghentikan aksinya, menatap wanitanya yang mengeleng-geleng dengan tatapan sayu.

Jimin paham, ia harus berhenti. Ia tak mau menyakiti Seulgi untuk kesekian kalinya. Seulgi masih mengeleng saat Jimin menghentikan aksinya, ia takut. Takut menghianati kepercayaan ayahnya.

Dengan segera Jimin menyingkir dari atas Seulgi menarik selimut untuk menyelimuti tubuh Seulgi yang hampir saja ia telanjangi.

"Maaf!" ucap Jimin kemudian mengecup kening Seulgi.

Jimin terseyum, "tidurlah." Ucap Jimin sambil membenarkan letak rambut Seulgi yang berantakan. "Aku harus menyelesaiakannya dulu." lanjutnya lirih yang mungkin hanya samar di dengar oleh Seulgi.

Lengan Jimin di tahan oleh Seulgi. Dengan tatapan sayu, lelah dan mengantuk Seulgi menggeleng membuat Jimin menghembuskan nafas kasar. Dan mau tak mau ia merebahkan diri di samping Seulgi membawa wanitanya kedalam pelukannya.

Mencoba menahan hasratnya sambil terus bergumam menghitung domba sambil menggenggam erat tangan Seulgi yang ia letakan di dadanya.

Seulgi yang baru sadar dengan apa yang hampir saja ia lakukan dengan Jimin mendadak mendorong pelan tubuh Jimin yang mendekapnya erat.

"Astaga jam berapa ini?" panik Seulgi masih berusaha mendorong tubuh Jimin.

"Masih jam setengah enam, santai saja." bisik Jimin kemudian mengeratkan pelukannya dan mengunci tubuh Seulgi dengan kakinya.

"Ya! Lepaskan! Aku harus segera pulang! Ayah dan ibu pasti mencariku! Aku tak mau membuat mereka khawatir!"

Bukannya melepas, Jimin makin membawa Seulgi dalam dekapannya. "Tenang saja aku sudah meminta ijin pada ayah dan ibu." ungkapnya masih santai.

Seulgi terdiam sesaat.

"Hah? Bagaimana bisa? Apa kata mereka?" panik Seulgi membuat Jimin melongarkan dekapannya.

"Tinggal ku telepon kan beres." balasnya singkat. "Katanya, hati-hati jagalah Seulgi." lanjutnya menjawab

"A? Bagaimana bisa begitu?" protes Seulgi tak paham.

"Kan sudah ku katakan, aku meneleon ayah dan ibu mu sayang." ucap Jimin kembali mendekap erat tubuh Seulgi.

"Minggir!" dorong Seulgi pada tubuh Jimin.

Jimin terseyum, kemudian pria itu turun dari ranjang dan berjalan memungut kemeja yang semalaman ia buang asal.

"Sebentar biar ku panggil layanan hotel untuk sarapan. Kau pasti lapar kan?" ucap Jimin kembali mendudukan diri di tepian ranjang sambil mengenakan pakaiannya

"Ya! Cepat kancingkan bajumu!" protes Seulgi memalingkan wajahnya saat melihat Jimin dengan santainya tanpa ada niatan untuk mengancingkannya membuat dada bidangnya masih terpampang, kemudian ia mulai beranjak dan berjalan untuk masuk ke dalam kamar mandi.

"Pakai ini!" ucap Jimin menghampiri Seulgi sesaat setelah ia keluar dari kamar mandi dengan membawa bathrobe.

Dan seketika Seulgi baru sadar jika ia hanya mengenakan dalaman tanpa ada baju yang membalut tubuhnya.

"Mandilah dulu, setelah itu sarapan." ucap Jimin lembut.

"Cepat pakai, jika tidak kau tau sendiri kan apa yang akan terjadi?" goda Jimin kemudian mengecup puncak kelapa Seulgi sambil mengacaknya pelan, selanjutnya Jimin meninggalkan Seulgi di kamar menuju ruang utama kamar hotel itu.

"Sudah?" suara Jimin mengagetkan Seulgi yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalut bathrobe dan gulungan handuk di atas kepalanya.

"Astaga kau mengagetkanku!" pekik Seulgi sambil memegang dadanya.

Jimin terseyum.

"Aku mandi dulu, pakai ini." ucap Jimin sambil memberikan paper bag pada Seulgi.

Seolah di perintah, Seulgi hanya mengangguk mengiyakan dan mengucapkan terima kasih.

"Ah ya, atau mau aku bantu mengeringkan rambutmu dulu?" tawar Jimin yang segara Seulgi tolak. Ia masih malu dan sungguh malu jika mengingat apa yang di lakukannya semalam dengan Jimin.

Walaupun belum terjadi, tapi tetap saja hampir terjadi.

Mengingatnya saja pipi nya kembali memanas dan memerah dengan sendirinya. Untung saja Jimin tak melihatnya dan dengan segera Seulgi mengunakan pakaian yang di berikan Jimin padanya, dress selutut berwarna hitam. Sederhana dan Seulgi suka itu.

Dan tak lama setelah Seulgi mengenakan dress yang Jimin berikan padanya, pria itu keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapi, celana bahan serta kaos hitam yang sudah masuk rapi dalam celananya.

"Ayo kita sarapan." ajak Jimin keluar dari kamar menuju ruangan utama yang sudah tertata rapi penuh dengan hidangan untuk sarapan.

"Makanlah yang banyak." ucap Jimin saat mereka kini saling duduk berhadapan.

Layaknya pasangan pengantin baru yang tengah sarapan romantis. Lagi-lagi, pikiran itu bersarang di otak Seulgi membuat pipinya kembali memanas.

"Kau kanapa? Sakit? Pipimu memerah." tanya Jimin sedikit khawatir.

Seulgi mengeleng kemudian memegangi pipinya sambil terseyum malu membuat Jimin ikut terseyum melihat tingkah wanita yang ada di hadapannya itu.

Sungguh mengemaskan, dan rasanya ingin segera mempersuntingnya!

"Kita mampir di toko bunga dulu ya." ucap Jimin saat di perjalanan menuju rumah Seulgi.

Seulgi mengangguk.

"Ah sekarang tanggal berapa?" tanya Seulgi yang mendadak membuat Jimin sekalias menoleh ke arah Seulgi dan menjawabnya.

"Kenapa memang?" tanya Jimin kemudian.

Lagi, Seulgi mengeleng, kemudian hanya diam seperti menyembunyikan sesuatu.

"Kenapa eum?" tanya Jimin sambil menggengam tangan Seulgi.

"Setelah dari toko bunga, bisa kita mampir ke suatu tempat dulu?" tanya Seulgi berat.

Jimin terseyum.

"Tentu saja, kemana pun pasti akan ku antar." balas Jimin dengan senyuman kemudian mengecup pungung tangan Seulgi.

Sedangkan Seulgi menjadi lebih banyak diam sambil memandangi jalanan. Melihat hal itu Jimin hanya mampu mengenggam erat tangan Seulgi dan terus fokus pada jalanan yang tak begitu ramai itu.

SOME

[S10] SOME [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang