SOME thirty-seven

3.1K 560 28
                                    

Dalam perjalanan menuju restoran yang Suga pilih, Seulgi hanya diam tanpa mempedulikan Jimin yang banyak bertanya tentang Suga yang di maksud Seulgi tempo hari. Bahkan seolah-olah Jimin lupa akan masalah siang tadi yang menimpa mereka.

"Kau masih marah?" tanya Jimin hati-hati dan lembut.

"Tidak, siapa juga yang marah?!" gumam Seulgi.

Jimin mencoba mengambil tangan Seulgi untuk ia gengam namun dengan cepat pula Seulgi menepisnya. Seulgi benar-benar malas dengan Jimin, kesabarannya akan hubungan ini juga ada batasnya. Namun Seulgi masih tak ingin mengakhirnya, dan ia juga ragu untuk bertanya langsung pada Jimin. Ia hanya takut kalau saja tak ada keseriusan seperti hubungan Suga dan Wendy.

"Maaf." ucap Jimin sendu.

"Maaf untuk apa? Kau tak salah kenapa minta maaf?" ketus Seulgi membuat Jimin mendengus dan berusaha konsetrasi pada jalanan.

Jimin benar-benar tak tau kenapa Seulgi seperti itu. Bahkan mau bertanya kenapa pun ia ragu karena Seulgi benar-benar susah untuk diajak bicara, yang ada Jimin hanya di abaikan dan segala ucapannya di balas dengan nada ketus.

Disisi lain Wendy dan Suga yang juga tengah berada dalam mobil merasakan kesunyian, bahkan suara musik yang terputar masih mengalahkan keheningan mereka hingga Wendy yang mencoba untuk membuka suara.

"Eum soal jawaban pernyataanmu beberapa hari lalu, sepertinya aku sudah ada jawaban." ucap Wendy lirih membuat Suga mengecilkan suara radionya dan sesekali menatap Wendy untuk mendengar jawaban dari wanitanya itu.

"Eum untuk ajakan menikah, ku rasa memang terlalu cepat." ucap Wendy mengambil jeda.

"Tapi setelah ku pikirkan lagi tak ada salahnya jika berani memulainya dengan sungguh-sungguh. Ucapanmu tempo hari juga ada benarnya untuk saling mengenal lebih dekat lagi bisa di jalani sambil jalan." ucap Wendy pada akhirnya.

Suga masih diam, mendengar segala ucapan Wendy. Namun Wendy hanya diam setelah ucapannya itu, hingga akhirnya kini giliran Suga membuka suara.

"Lalu jawaban pastinya?" tanya Suga yang sebenarnya sudah menemukan jawabannya, hanya saja ia menunggu Wendy mengatakan secara to the point tanpa harus bertele-tele.

"Iya aku mau!" jawab Wendy malu-malu kemudian jawabannya itu membuat Suga memgepalkan tangannya dan berdecak senang.

Seyum terus terpancar dari wajah Wendy dan Suga, beda halnya dengan Seulgi yang lebih banyak diam dan Jimin yang terus mencoba mencari akal dan titik permasalahan yang sebenarnya. Makan malam pun di lalui dengan candaan dari Suga untuk Seulgi dan juga Wendy, Jimin lebih banyak diam dan hanya menyimak saja. Namun saat Jimin ingin menimpali candaan dan obrolan mereka berubahlah Seulgi yang menjadi diam. Jimin bingung dengan Seulgi, rasanya ia ingin menarik Seulgi dari sana dan menanyai Seulgi dengan serius.

"Ekm!" intrupsi Suga membuat semua mata teralih menuju padanya.

"Karena kau teman dari kecilku jadi kau yang pertama akan ku beri tau." ucap Suga mengawali ucapannya kemudian mengengam tangan Wendy.

"Mungkin dalam waktu dekat ini aku akan menikah dengan Wendy." ucap Suga kemudian.

Ucapan selamat ia terima dari Seulgi dan Jimin, namun ada senyum sendu dari Seulgi melihat temannya bahagia. Bukan tidak suka namun Seulgi juga ingin.

"Seul, kok diem aja sih? Masih marah ya?" tanya Jimin hati-hati saat ia akan mengantar Seulgi pulang.

Seulgi melirik ke arah Jimin, "marah kenapa?" balasnya datar sudah tidak ada nada ketus yang keluar dari mulut Seulgi.

"Eum, tadi ayahmu meneleponku." ucap Jimin kemudian.

Seulgi kembali menoleh ke arah Jimin seolah bertanya kenapa, dan kemudian mengecek ponselnya karena ternyata mati.

"Malam ini ikut ke apartemen saja ya?" ajak Jimin masih dengan nada hati-hati takut-takut Seulgi kembali dalam mood yang buruk.

"Tidak usah aku tak apa di rumah sendiri." balas Seulgi datar.

"Tapi, ayahmu menitipkanmu padaku!"

"Aku bukan anak kecil!"

"Tapi ayahmu,"

"Tetap saja aku bukan anak kecil tuan Park Jimin!" Seulgi mulai geram, ia hanya ingin menghindari Jimin.

"Baiklah, kalau begitu aku saja yang tidur di rumahmu." ucap Jimin pada akhirnya.

"Tidak usah." cegah Seulgi cepat. "Aku tak masalah di rumah sendiri."

Jimin masih tahan dengan sifat keras kepala Seulgi dan menanggapinya dengan lembut. "Tapi ayahmu sudah berpesan."

"Tidak usah, nanti apa kata tentangga kalau kau menginap di rumah?!" balas Seulgi masih dengan nada yang sama.

Mobil Jimin berhenti tepat di depan rumah Seulgi dengan segera Seulgi keluar sambil membanting pintu. Jimin yang sadar akan hal itu segera turun dan mengejar Seulgi.

"Ya, Kang Seulgi!" kesabaran Jimin juga ada batasnya.

"Kenapa kau sangat keras kepala sekali uh? Bisa tidak kau tak keras kepala?" marah Jimin dengan nada sedikit lebih tinggi.

Seulgi berhenti saat ia akan membuka pintu rumahnya, kemudian menoleh ke arah Jimin. "Apa pedulimu?" Seulgi juga ikut-ikut menggunakan nada tingginya.

"Tentu saja aku peduli, bagaimana kalau kau kenapa-kenapa? Ayahmu sudah memberi amanah padaku, jadi ku mohon jangan keras kepala!"

Tanpa menutup pintu utama Seulgi berjalan cepat menuju lantai dua, masuk kedalam kamarnya dan mengunci rapat-rapat pintunya.

"Seul?!" panik Jimin sambil mengetuk pintu kamar Seulgi.

Jimin terus mengetuk pintu kamar Seulgi hingga kurang lebih sekitar sepuluh menit Seulgi keluar dengan membawa tas di tangannya, keluar dengan wajah kesal dan begitu saja melewati Jimin. Jimin pun mengikuti langkah kaki Seulgi yang ternyata keluar rumah, mengunci pintu kemudian masuk kembali ke mobil Jimin, melempar asal tas yang ia bawa ke jok belakang. Menggunakan sabuk pengaman kemudian duduk miring membelakangi Jimin.

Melihat tingkah Seulgi seperti itu membuat Jimin terseyum dibuatnya, kemudian mengelus puncak kepala Seulgi namun dengan segera di tepis sang wanita.

Perjalanan menuju apartemen Jimin hanya di selimuti dengan diam, tak ada pembicaraan diantara keduanya. Hingga tiba di apartemen Jimin dan Seulgi memilih berjalan lebih dulu dengan barang bawaannya yang di bawakan oleh Jimin.

"Bisa kau buka pintunya?" ucap Jimin sambil mengatakan password pintu apartemennya.

Setelah pintu terbuka Seulgi segera masuk dan duduk di sofa sambil menahan air matanya sedari tadi karena bentakan Jimin saat di rumahnya dan hubungan tak jelas yang membuatnya lelah. Seulgi sesekali menyeka air matanya, ia juga tak tau mengapa mau saja ikut dengan Jimin dan mengikuti pria itu.

Sedangkan Jimin tengah meletakan tas Seulgi di kamarnya, kemudian keluar dan mendapati Seulgi tengah murung.

"Kau kenapa eum?" tanya Jimin lembut sambil mendekat ke arah Seulgi.

Seulgi menggeleng, "Aku tidak apa." ucapnya datar tak ada lagi nada ketus yang keluar dari mulutnya.

Jimin terseyum sambil mengusap lembut pipi Seulgi, "kau mau mandi dulu?" tawar Jimin masih dengan nada lembut.

Lagi, Seulgi mengeleng "kau duluan saja, aku masih malas." ucap Seulgi ingin menenangkan diri.

Jimin mengangguk kemudian kembali masuk ke kamarnya.

Dan sekitar lima belas menit Jimin keluar dari kamarnya dengan kaos dan celana pendek khas rumahan. Tanpa menyapa atau apapun Seulgi seegera masuk ke kamar Jimin dan mandi, berendam menenangkan diri.

Selanjutnya Seulgi memilih segera tidur dan menutup pintu kamar tanpa menguncinya sedangkan Jimin masih berkutat dengan pekerjaannya yang masih menumpuk.

Dan tak ada pembicaraan lebih lanjut terkait perdebatan yang terjadi di kantor beberapa jam yang lalu.

SOME

[S10] SOME [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang