Wajah Jimin nampak tak bersahabat, membuat Seulgi hanya diam karena Jimin juga mendiamkannya. Bahkan Seulgi takut pada Jimin karena tatapan pria itu yang nampak berapi-api, Seulgi juga tak berani mananyakan kemana tujuan Jimin membawa Seulgi, karena ia ingat betul ini bukan jalan menuju rumahnya maupun apartemen Jimin.
Matahari masih diatas, langit mulai memerah dan menujukan warna yang cantik. Di sela diamnya Seulgi cukup menikmati pemandangan sore itu, bahkan ia menikmati perjalanannya tanpa memikirkan hal buruk yang mungkin saja akan terjadi.
Setelah perjalanan yang cukup panjang mobil yang membawa Jimin dan Seulgi itu tiba di salah satu rumah mewah dengan pemandangan indah di hadapannya. Hamparan danau yang terlihat seperti laut mati menjadikan latarnya, di tambah lagi matahari yang kian tengelam dan menyembunyikan sinarnya.
Jimin turun dengan tergesa, membuka pintu dan membantingnya. Bahkan ia juga memaksa Seulgi untuk turun dari mobil dan membawa wanita itu masuk kedalam rumah mewah itu. Dan disana lah Seulgi menyandari sesuatu, sepertinya akan terjadi hal buruk jika ia tak melawan.
"Ini dimana?" tanya Seulgi dengan nada ragu.
Tak menjawab, Jimin tetap menarik Seulgi kasar di pergelangan tangannya. Sungguh, Jimin masih merasa kesal dengan kejadian di lobi sore tadi.
"Ya! Park Jimin! Lepaskan!" ronta Seulgi saat Jimin membawanya ke salah satu kamar dan kemudian membanting pintu kamar itu saat keduanya sudah berada di dalamnya.
Tanpa babibu, Jimin memojokan Seulgi. Menghimpit wanita itu diantara dinding dan tubuhnya, menempelkan bibir tebalnya di bibir manis milik Kang Seulgi. Memaksa Seulgi untuk membalas segala ciuman dan cumbunya.
"Lep..." suara Seulgi selalu tertahan dengan bibir Jimin.
Sekuat tenaga Seulgi memberontak tetap saja kalah dengan tenaga Jimin. Yang Jimin inginkan hanya satu, menjadikan Seulgi miliknya seutuhnya.
Mendapati Seulgi yang mulai pasrah dan terlihat lemas Jimin mulai menuntun Seulgi menuju ranjang, membaringkan Seulgi dengan pelan dan kembali menghimpit tubuh Seulgi diantara ranjang dan tubuhnya.
Bahkan Jimin pun mulai bersikap liar, ciuman yang awalnya di bibir kini mulai turun. Dan dengan pasti Jimin mulai melepas satu persatu kancing kemeja kerja Seulgi, pikirannya di selimuti oleh api cemburu. Bahkan saat Seulgi mencoba memberontak dan mulai berkaca Jimin tak sadar. Ia masih terus melakukan aksinya agar Seulgi seutuhnya menjadi milik Jimin.
"Ku mohon hentikan!" lirih Seulgi dengan air mata yang mulai mengalir, sedangkan Jimin mulai menciumi dada Seulgi yang masih terbungkus, menyesap aroma tubuh Seulgi dan kembali lagi mencium bibir Seulgi.
"Wae? Wae?" panik Jimin saat ia melepas cumbunya dan melihat Seulgi sudah memejamkan mata dengan air mata yang terus keluar.
"Kau kenapa eum?" tanya Jimin lembut sambil mengusap air mata Seulgi.
Seulgi mengeleng, ia sudah tak bisa lagi berkata-kata, terlalu sakit dan menyakitkan.
"Apa aku terlalu kasar?" tanya Jimin berusaha menenangkan Seulgi.
Bukannya menjawab, tangisan Seulgi makin pecah dan reflek tangannya memukuli dada dan lengan Jimin. Melampiaskan kekesalannya pada pria dia atasnya itu.
"Tenanglah." bujuk Jimin namun tidak berhasil dan Seulgi makin meronta tanpa sebuah kata, hanya air mata dan tangisannya.
"Tenanglah, aku minta maaf!" tegas Jimin membuat Seulgi menghentikan aksi pukulnya dan mulai kembali terisak.
Sungguh Park Jimin samgat mengerikan jika sedang marah. Seulgi memilih diam dan mencoba untuk tenang, ia hanya takut jika Jimin akan bertindak lebih jika ia terus meronta dan menangis.
"Maaf!" lirih Jimin dengan mata syarat dengan penyesalan menatap kedua mata Seulgi yang sudah di penuhi dengan air.
Satu kecupan manis mendarat di bibir Seulgi kemudian bibir tebal itu mengecup kening Seulgi cukup lama dan penuh sayang. Menghapus air mata itu dengan sebuah kecupan-kecupan lembut yang membuat Seulgi mulai berhenti menangis.
Rasanya masih sakit, tapi entah mengapa ia mendapatkan ketenangan saat Jimin bersikap lembut dan manis padanya.
"Maaf!" lirih Jimin sekali lagi sambil kembali mengancingkan kemaja Seulgi yang sempat ia lepas tadi.
Jimin tak hentinya berucap, terus mengucapkan kata maaf dengan tatapan yang sungguh terlihat menyesal. Menyesal melihat Seulgi yang ketakutan dan tak mau menatapnya.
"Kang Seulgi, maafkan aku!" lirih Jimin lagi dan lagi.
Dan Seulgi sedikit pun masih tak mau mendang Jimin.
Di tariklah tubuh Seulgi dalam pelukan Jimin, tak ada penolakan bahkan membrontak pun juga tidak. Seulgi sudah terlalu lelah meronta dan menangis, yang bisa ia lakukan hanya diam dan pasrah. Berdoa agar Jimin tak berbuat nekat dan berlebihan.
"Aku benar-benar minta maaf!" gumam Jimin tepat di telinga Seulgi sambil mengecupi pucuk kepalanya.
"Maaf, aku tak bermaksud!" lanjutnya.
"Aku hanya tak suka ada pria lain yang mencoba mendekatimu!" lirih Jimin masih setia memeluk Seulgi diatas ranjangnya.
"Kau mau memaafkanku kan?" pinta Jimin sungguh-sungguh.
Tak ada jawaban yang Jimin dengarkan, namun ada respon yang dapat Jimin rasakan. Perlahan namun terlihat ragu Seulgi mulai menganggukkan kepalanya yang menempel di dada Jimin.
Terus mendekap dengan hangat, tak hentinya Jimin terus bergumam atas penyesalannya, tanpa terasa perlahan Seulgi mulai mengantuk dan terlelap dalam pelukan Jimin.
"Saranghae!" bisik Jimin lembut tepat di telinga Seulgi.
Samar-samar Seulgi mendengarnya, bahkan tanpa ragu Seulgi semakin menggelamkan kepalanya di dada Jimin. Mencari kehangatan dan kenyamanan setelah apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu.
Matahari mulai masuk dari celah-celah tirai, perlahan Seulgi mulai membuka matanya dengan perut yang cukup lapar, ia baru sadar semalam ia tak makan malam karena lelah menangis dan membrontak aksi Jimim.
Seulgi mulai mendudukan dirinya di atas kasur, mencium aroma masakan yang menggugah seleranya untuk segera beranjak dan menyantap hidangan pagi itu.
Dengan wajah khas bangun tidur serta sisa riasan wajah semalam, Seulgi mulai keluar dari kamar menuju sumber aroma yang membuatnya semakin lapar.
"Astaga! Kau ini kebiasaan sekali!" tegur sang ibu dan tak lama kemudian mucullah dua sosok pria dari salah satu ruangan yang tak jauh dari dapur.
Park Jimin dan ayah Seulgi keluar dari ruangan yang tak lain adalah ruangan sang ayah yang tak seorang pun bisa masuk seenaknya. Dan biasanya pula dulunya Seulgi sering menerima hukuman dari sang ayah di ruangan itu.
Terlihat Jimin masih mengenakan pakaian yang sama seperti semalam, berjalan beriringan dengan tuan Kang sambil menunduk dan sesekali menganggukan kepala saat tuan Kang selesai berucap.
Seketika Seulgi mengingat kejadian semalam, kejadian dimana Jimin hampir saja menerkamnya. Namun ia tak ingat bagaimana ia bisa bangun di kamarnya dan mendapati Jimin pagi-pagi buta sudah keluar dari ruangan sang ayah.
"Kau ini kebiasaan!" kini giliran sang ayah yang menegur.
"Setidaknya cuci muka dulu baru turun untuk sarapan! Apa kau tak berangkat bekerja?"
Tuan Kang memang sungguh terkenal disiplin dan over protektif, dan tak tanggung-tanggung Seulgi selalu di didik ala militer pada masa sekolah dulu. Maklum, pesiunan dari militer amgkatan laut jadi tak heran jika tuan Kang kadang terlihat sedikit kaku dan bersikap sangat protektif pada keluarganya.
SOME
KAMU SEDANG MEMBACA
[S10] SOME [COMPLETE]
FanfictionSOME, hubungan yang tidak terikat namun saling mengikat. Kang Seulgi, wanita berusia 28 tahun yang belum pernah menikmati manisnya hubungan percintaan yang sesungguhnya harus berurusan dengan Park Jimin, kepala divisi pemasaran di perusahaanya beker...