I Quit

2.1K 353 31
                                    

Sorenya aku menuju masjid. Tentu saja dengan terburu-buru, mengingat segala sesuatunya mendadak jadi tak terkendali.

"Nandar! Nandar!" Baru di depan pintu masjid aku sudah bersuara. Nandar menatapku dengan heran.

"Hei! Datang-datang tidak salam! Beradab!" Balasnya kesal. Tapi aku tidak peduli. Cepat-cepat aku menghampiri Nandar,

"Nandar. Perubahan rencana. Kau tidak perlu mengajariku mengaji. Langsung menghafal saja. Aku tidak punya waktu lagi!!"

Nandar menatapku dengan ekpresi datar. Aku mendesah, "Kau harus tahu, ada proses seleksi di lomba menghafal Alquran itu. Dan waktunya enam hari lagi. Kalau aku tidak menghafal mulai dari sekarang, semua jadi sia-sia. Aku akan tereliminasi. Jadi mulai sekarang, aku mau menghafal. Ayo!"

"Tidak." Jawab Nandar sambil menggelengkan kepala. Aku menganga. Apa katanya tadi?

"Aku tidak peduli seleksi itu mau enam hari atau lima hari lagi. Bahkan seandainya besok pun, aku tetap tidak peduli. Tugasku hanya memastikanmu berhasil menghafal Alquran secara mumtaz, secara baik dan benar. Itu saja. Tidak lebih. Aku tidak punya urusan dengan lombamu." Lanjutnya. Mendadak aku merasa jengkel.

"Hei! Bagaimana bisa kau tidak mau peduli?? Aku ikut program bimbinganmu ini karena ingin menang lomba itu! Kalau tidak bisa ikut, ya sama saja bohong aku berjuang selama ini."

"Jaga bicaramu, Nino."

"Baik. Tapi itu kan fakta!"

"Kau belum bisa mengaji juga fakta!"

"Hanya belum terlalu bagus, kok! Jangan mendramatisir!"

"Aku bicara apa adanya!"

"Terus apa gunanya perjuanganku selama ini? Latihan di rumah menyebut huruf-huruf itu, sampai keseleo lidahku! Aku sudah berbuat banyak, aku sudah layak, Nandar!"

"Belum!"

"Sudah!"

"Masih belepotan!"

"Tapi paling tidak lebih bagus dari Barto!"

"Jangan bawa-bawa Barto!"

"Hanya namanya yang kuingat!"

"Tidak merubah apapun!"

"Ada! Sudah kubilang, kan? Aku sudah berjuang!"

Nandar mendesah,

"Kau .... , kau tidak sedang berjuang, Nino. Bahkan belum berbuat apa-apa. Kau baru saja mulai. Baru saja. Dan aku tidak mau kau jadi orang yang setengah-setengah. Berubah haluan karena terdesak kepentingan. Aku mau kau jujur ikur program ini. Tetap pada time schedule yang kubuat."

Kenapa semua ini menjadi sangat rumit? Aku memelas, "Tapi, tapi .... , tidak bisakah kau mengusahakannya, Nandar? Enam hari lagi seleksinya. Kupikir kau punya tips-tips yang bisa membuatku hafal juz 30 dalam waktu lima hari. Bisa, kan?"

Nandar menggeleng lagi, "Tidak bisa. Tidak ada metode seperti itu. Kau harus menjalani semuanya secara bertahap."

Aku frustasi.

"Al muslimina 'ala syurutihim, Nino. Muslim itu berdiri di atas perjanjian yang telah dibuat. Kau dan aku bersepakat menjalankan program ini selama tiga puluh hari. Tidak ada kompromi. Siapa yang mau kau tipu?"

Aku berdecak kesal. Kenapa Nandar bisa begitu keras kepala?

"Aku bukannya keras kepala, Nino. Tapi kau memang belum siap. Bacaanmu masih belum layak untuk menghafal Alquran. Kau hanya akan mendzhalimi dirimu sendiri. Tidak adil. Menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Cobalah untuk menerima kenyataan, Akhi."

Wajah Firhani yang sedang tersenyum memenuhi kepalaku. Aku pasrah. Sampai di sinikah akhirnya? Tanganku terasa lemas.

"Aku punya tanggung jawab moral sebagai seorang mentor, Nino. Aku punya beban berat sebagai pembinamu, dan aku tidak mau kau gagal sebelum berperang, Nino. Itu kenyataan. Aku tahu bagaimana peluangmu jika ikut seleski itu. Nol persen."

Aku menggigit bibir, "Jadi .... ?" Dengan suara pelan aku bertanya.

"Kita tetap pada time schedule. Untuk urusan seleksi itu, kita hanya bisa banyak-banyak berdoa. Segala sesuatu bisa saja terjadi. Fokusmu sekarang adalah bagaimana bisa mengaji sesuai kaidah tajwid. Sembari terus berdoa. Ayo mulai." Jawab Nandar.

Mendengar kalimat itu, aku langsung bangkit. Nandar terkejut.

"Nino?" Tanyanya begitu melihatku melangkah mendekati pintu masjid. "Mau ke mana?"

Aku berhenti sejenak. Tanpa berpaling, aku menjawab,

"I quit."

"Apa?"

"Aku tidak mau ikut lomba itu lagi."

[30] Hari Untuk CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang