The Boss

2.1K 354 19
                                    

Well, terus terang aku masih bertanya-tanya kenapa Barto tiba-tiba bisa ikut lomba cepat tepat. Dan hubungannya dengan belajar mengaji bersama Nandar. Setahuku peserta lomba cepat tepat ditunjuk oleh guru. Berarti Barto masuk rekomendasi? Di bidang apa? Setahuku nilai Matemika Barto sama anjloknya denganku. Fisika dan Kimia pun demikian. Biologi? Dia bukan unggulan. Prestasi Barto tidak menonjol sama sekali.

Saat sedang duduk-duduk santai di ruang tamu, adikku Nina datang menghampiri,

"Kak Nino, katanya ada lomba khusus kelas XII di acara perpisahan angkatan Kakak. Benar, Kak?" tanyanya.

Aku mengangguk. Adikku baru kelas X. Berarti informasi itu sudah tersebar ke mana-mana.

"Kakak ikut, kan?"

"Rencananya sih begitu."

"Kok rencananya, sih?"

"Kan pesertanya ditunjuk guru."

"Kakak sudah dihubungi sama Pak Makruf?"

Aku mengeleng.

"Tadi di sekolah Pak Makruf ketemu sama Nina, terus beliau bilang ke Nina, Kakak besok harus ke sekolah. Karena kakak masuk dalam tim debat Bahasa Inggris. Ada semacam prepare begitu." Sambung Adikku.

Aku tersentak, "Serius, Nin?"

"Iyalah Kak."

Aku menggaruk-garuk kepala. Aduh. Kenapa tiba-tiba? Aku kan ingin fokus ke persiapan menghafal Alquran. Aku tidak menyangka kalau Pak Makruf akan memilihku untuk masuk tim debat. Tapi yah, mau bagaimana lagi. Beliau satu-satunya guru yang paling mengenalku. Tentu semuanya sudah diperhitungkan dengan matang oleh Pak Makruf.

"Hmm .... , rumit juga." Aku menggumam sendiri.

"Tim debat ya .... , "

"Bagaimana, ya .... ," Aku dilema.

"Hmm .... ,"

Aku menghela nafas.

"Nin, kalau besok ketemu Pak Makruf, bilang ke beliau, aku .... , tidak bisa masuk tim debat."

Wajah Adikku terlihat bingung, "Lho, kenapa?"

"Aku mau ikut lomba yang lain."

Wajah Adikku terlihat semakin bingung, "Lomba apa Kak?"

"Menghafal Alquran juz 30."

Mata Adikku sontak membulat, "Serius, Kak? Wuiiih .... , keren, keren." Ujarnya sambil bertepuk tangan sendiri.

Aku tersenyum canggung, "Tapi jangan bilang sama Pak Makruf."

"Lho, kenapa?"

"Tidak enak saja, Nin."

"Harus sampaikan lho, Kak. Supaya beliau tahu alasan Kakak keluar dari tim debat. Eh, tapi lama-lama juga Pak Makruf pasti tahu."

"Kamu yang kasih tahu Pak Makruf, ya." Aku menunjuk Adikku. "Aku belum bisa ke sekolah. Kerena persiapan ikut lomba itu. Harus fokus. Sekarang baru tahap awal sekali."

"Ih, bilang saja Kakak malas."

"Ya, kalau begitu tidak usah bilang."

"Iya deh. Nanti aku yang bilang." Ujar Adikku sambil berdiri. "Nina mau ke kamar dulu, Kak."

Aku tidak menjawab.

"Eh, Nin!" Teriakku begitu Adikku akan pergi. Dia menoleh.

"Sekalian besok, cari tahu informasi lomba hafalan Alquran itu, ya. Sekalian kalau pendaftarannya sudah dibuka, tolong langsung daftarkan saja, kalau bisa diwakili sih. Terus lihat, berapa orang yang sudah mendaftar. Sekalian cek batas pendaftarannya. Tolong, ya."

Adikku memutar bola mata, "Aduh, Kakak maunya banyak. Tapi nanti Nina usahakan, deh." Ujarnya sambil melangkah meninggalkanku.

"I'm the Big Brother, I'm the Boss." Ujarku sambil tersenyum geli.

[30] Hari Untuk CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang