Jadi begitulah ceritanya mengapa aku akhirnya memutuskan untuk menjadi penghafal Alquran--juz 30. Aku ingin terlihat keren di depan Firhani.
Dan satu-satunya manusia yang kuanggap mampu memberi solusi cerdas untuk masalah ini adalah Nandar, teman masa kecilku yang kini tengah mondok di sebuah pesantren di Pakansari.
Sebenarnya aku ingin menulis banyak tentang Nandar di chapter ini, tapi setelah dipikir-pikir, jumlah chapter cerita ini tidak akan mencapai angka dua puluh jika aku nekat melakukan hal itu. Dan seperti yang kukatakan sebelumnya, memanjakan para pembaca adalah prioritas utamaku.
Lagipula sekarang aku harus menjalani UN. Jadi chapter ini menjadi semacam titik peralihan sebelum dan sesudah aku bertemu Nandar. Chapter interval. Untuk menegaskan hal itu, akan kutuliskan satu kalimat yang biasa dipasang di depan sekolah-sekolah saat hari menegangkan itu tiba :
HARAP TENANG ADA UJIAN.
Oke? aku akan bertemu Nandar di chapter selanjutnya. (sambil berbisik)

KAMU SEDANG MEMBACA
[30] Hari Untuk Cahaya
Espiritual[Selesai] "Nandar." "Apa?" "Aku mau jadi penghafal Alquran." "Itu akan sangat sulit." "Aku tahu. Makanya juz 30 saja." "Kenapa tiba-tiba?" "Ceritanya panjang." "Jangan cerita." "Berapa peluangku?" "Estimasi?" "Tiga puluh hari." Ini kisah anak SMA in...