"Salahkah bila ku berjuang tuk mendapatkan orang yang ku cinta."
-Aretha Khanza Pramudita
♥♡♥
Kelas begitu sepi saat jam istirahat seperti ini. Dan kini Mauren berada di dalam kelasnya, sendirian. Ia terlihat sibuk dengan ponselnya.
"Lo gak sama Aretha, Ren?" tanya Verro yang baru saja memasuki kelasnya.
"Aretha masih di kantin. Lo darimana Ver? Jarang ngumpul sama kita, mentang-mentang udah ada Rayna." balas Mauren.
"Kata siapa gue sama Rayna. Tadi gue habis dari ruang basket. Lagi ada masalah tuh. Adek kelas gak bisa ngurusin, masalah sepele. Gue harus turun tangan lagi." jelas Verro sambil memijit pelipisnya. Lalu duduk di salah satu meja.
"Itukan udah jadi tanggung jawab mereka, Ver. Lo udah kelas 12 masa harus ikut campur lagi. Siapa sih ketua basket pengganti lo?" ucap Mauren.
"Ketuanya gak becus. Dari awal gue gak setuju kalau anak itu jadi ketua sebenarnya. Tapi, ya gitulah udah jadi keputusan bersama. Biarin deh gue bantu masalah kali ini. Nanti setelah ini gue gak bakal ikut campur." jawab Verro.
"Emang masalahnya apa sih?" tanya Mauren.
"Masa--"
"Mauren." panggil seseorang yang baru datang memotong ucapan Verro. Lalu Verro dan Mauren menatap ke arah pintu yang kini berdiri gadis yang kaget karena ternyata di sana bukan hanya Mauren saja.
"Eh gue ganggu ya. Maaf deh, gue balik ke kantin aja." ucap seseorang itu lalu berbalik.
"Ganggu apa sih, Tha. Sini." ucap Verro kepada Aretha. Lalu Aretha berbalik lagi dan berjalan ke arah Mauren.
"Kirain ganggu kalian yang asik ngobrol." balas Aretha lalu duduk di bangkunya.
"Ren lo ngapain sih tadi pergi? Kok kayak menghindari kita?" tanya Aretha sambil menatap Mauren.
"Lo kan udah asik sama temen baru."
"Ya ampun Mauren..." balas Aretha gemas.
Verro memperhatikan dua sahabat itu. Lalu ia bangkit dari duduknya, dan berkata, "Sepertinya kalian butuh bicara berdua, gue ke kantin dulu."
"Eh Ver jangan ganggu Naufal." ucap Aretha.
"Ganggu?" tanya Verro.
"Hehe... Naufal gue tinggal sama temen gue, cewek. Siapa tahu mereka bisa...deket." balas Aretha. Verro hanya menaikan sebelah alisnya. Lalu keluar dari kelas.
"Jadi lo kenapa sih, Ren?" tanya Aretha setelah Verro menghilang dari kelas. Aretha menatap sahabatnya yang kini sedang sibuk dengan ponselnya.
"Gak papa." jawab Mauren singkat.
"PMS ya lo?" tanya Aretha. Mauren mengangguk.
"Pantes sensi amat. Maaf deh gue mengabaikan lo tadi, gue sadar gue salah." ucap Aretha.
"Gue kekanakan ya, Tha." ucap Mauren pelan.
"Iya lo kekanakan, Ren. Kayak anak kecil tau." balas Aretha sambil tertawa kecil.
"Tapi gue paham kok, Ren. Kita sahabatan udah berapa tahun. Ya meskipun tak selama persahabatan gue dengan Verro. Tapi gue paham tentang lo. Lo merasa terlupakan? Karena gue punya temen baru. Iyakan?" lanjut Aretha dengan nada suara yang santai sambil menatap papan tulis yang masih kosong tak ada coretan.
"Iya, Tha. Sejak tadi, gue serasa lo abaikan. Lo lebih akrab dengan temen baru lo. Gue gak dewasa banget ya. Sahabat gue punya temen akrab lagi gue justru kayak gini." balas Mauren akhirnya mengungkapkan yang sebebarnya.
"Tenang aja kali, Ren. Gue gak bakal lupain lo. Lo ingat gak kita pernah saling membenci waktu kelas 11. Kita pernah bertengkar, bahkan gue benci lo. Tapi lihatlah, persahabatkan kita kuatkan. Bencinya gue ke lo akan luntur seiringnya berjalannya waktu. Gue gak bisa benci lo. Padahal dulu lo pernah nyakitin gue, Ren." ucap Aretha sambil tersenyum.
"Makasih, Tha. Lo emang sahabat terbaik deh. Maafin gue ya." balas Mauren juga tersenyum.
"Selalu gue maafin kok, Ren. Tenang aja. Jangan buat persahabatan kita hancur lagi karena kesalahpahaman ya." ucap Aretha.
"Iya."
"Eh btw kenapa kita jadi melow gini. Duh gara-gara lo sih." ucap Aretha yang kembali menjadi Aretha semula.
"Lo juga sok bijak gitu." balas Mauren sambil tertawa.
"Gue emang bijak kali." ucap Aretha menyombongkan diri.
"Halah bijak apa? Hati tuh di urusin dulu mau sakit terus-terusan." balas Mauren dengan menahan tawa.
"Gak usah bawa-bawa hati deh. Eh btw lo kayaknya bukan hanya kesal karena gue deh." ucap Aretha dengan muka serius, membuat Mauren menegang. Sedari tadi ia menyembunyikannya, namun sepintar-pintarnya ia menyembunyikan pasti sahabatnya akan mengetahui.
"Gak." elak Mauren.
"Beneran?" tanya Aretha sambil menatap Mauren dengan penuh selidik. Dan Mauren hanya mengangguk.
"Lo gak cemburu dengan Naufalkan?" tanya Aretha selanjutnya. Berhasil membuat Mauren menegang tak tahu harus menjawab apa. Untung saja bel tanda masuk segera berbunyi menyelamatkan Mauren dari pertanyaan Aretha. Padahal Aretha tahu jawaban apa yang sebenarnya hanya mrlihat gerak-gerik sahabatnya itu.
♥♡♥
"KAK ARETHA." suara teriakan terdengar begitu keras membuat telinga gadis yang sedang menikmati membaca novel itu sakit.
"GAK USAH TERIAK, ARA." balas Aretha dengan teriakan. Tak lama kemudian pintu kamar itu terbuka menampilkan gadis remaja yang kini tersenyum tanpa dosa ke arah Aretha.
"Kak Aretha nyuruh gak teriak, padahal kak Aretha sendiri teriak, huh." ucapnya pura-pura kesal lalu berjalan menghampiri Aretha yang sedang memeluk boneka dengan tangan yang membawa sebuah novel. Gadis itu langsung duduk di kasur, di depan Aretha.
"Ada apa sih, Ra? Lo tahukan gue gak suka diganggu kalau lagi baca novel." balas Aretha dengan mata masih terfokus dengan ribuan kata di depannya.
"Kan gue gak tahu, kak. Gak kangen lo sama gue. Berapa hari ini lo gak ke rumah padahal rumah deket. Sombong lo kak." ucap Ara. Memang benar akhir-akhir ini Aretha jarang ke rumah Verro. Entah mengapa ia lebih suka berdiam diri di kamarnya sambil membaca novel. Mungkin karena kedekatan Verro dan Rayna yang semakin dekat setiap harinya.
"Gue sibuk." balas Aretha.
"Sibuk baca novel? Atau jangan-jangan sibuk mikirin hati yang sedang patah karena abang lagi deket sama cewek?" goda Ara sambil tertawa kecil.
"Sibuk mikirin tugas tuh numpuk. Bentar lagi ujian akhir semester." balas Aretha dengan mencoba menampilkan muka yang biasa saja. Padahal dalam hatinya penasaran darimana Ara tahu soal Verro dan Rayna.
"Udah ketebak kali kak. Gak usah sok serius baca novel." ucap Ara lalu bangkit dari duduknya dan berganti duduk di meja belajar Aretha.
"Kenapa lo gak berjuang sih kak?" tanya Ara sambil mengambil bolpoin di meja dan entah menulis apa di buku Aretha yang ada di meja itu.
"Jangan sampai terlambat kak. Lo akan menyesal. Apa sih salahnya berjuang untuk mendapatkan orang yang lo cinta. Lo gak akan terus-terusan sakit hatikan kak? Gue tahu gue masih anak kecil kak, yang gak seharusnya menasehati lo. Tapi gue gak tega lihat lo yang tersakiti karena abang gue." ucap Ara sambil tersenyum. Sedangkan Aretha menutup bukunya laku menatap adik dari orang yang dicintainya itu.
Ara bangkit dari duduknya lalu menyobek kertas dibuku yang ada tadi ia tuliskan sesuatu. Lalu menyerahkan kepada Aretha dan pergi meninggalkan Aretha. Aretha membaca tulisan yang berada di kertas itu. Membuat Aretha memejamkan matanya.
Berjuanglah!!! Ara dukung kakak.
"Haruskah?" gumamnya.
♥♡♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Vriend [Selesai]
Teen Fiction#108 dalam sahabat [13/08/2018] #137 dalam sahabat [11/08/2018] #01 dalam Friendzone (24/02/2019) dari 11,7 ribu cerita [BELUM DIREVISI] Aretha Khanza Pramudita dan Adelard Verro Richardo bersahabat sejak berusia 10 tahun. Berawal dari Verro yang me...